Share

Pura-Pura Perawan

 

Jantung Salsa berdetak tak beraturan, ketakutan semakin melanda hatinya. Wajah wanita itu memerah saking takutnya. Namun, kemerahan di pipi itu justru membuat wajahnya merona sehingga kecantikannya kian memancar.

 

"Emm ... i-ini Mas, aku lagi...." 

 

 

Perkataan Salsa menggantung karena langsung dipotong oleh Kiki.

 

"Ini Bang, tadi kak Salsa kelilipan terus aku bantu tiupin matanya, kan kasian," jawab Kiki santai. Lelaki itu bersikap setenang mungkin sehingga Ikbal tak curiga sama sekali. 

 

"Oh gitu ... tuh kan sayang, apa aku bilang. Kiki itu baik dan perhatian, kamu kelilipan aja dia perhatian kan? Berarti dia memang bisa lindungi kamu sebagai kakak perempuannya," ujar Ikbal dengan seutas senyum di bibirnya.

 

Gemuruh di dada Salsa sudah mulai mereda, meskipun ia tak suka dengan cara Kiki membohongi suaminya, tetapi ia lega karena selamat untuk hari ini.

 

 

"Pintar sekali laki-laki itu berkilah, dia berkata seolah-olah tak terjadi apa-apa, sehingga Mas Ikbal dengan mudahnya percaya sama dia," gerutu Salsa kesal.

 

"Iya Mas, aku tadi haus, terus tiba-tiba kelilipan, kebetulan ada Kiki juga datang, jadi aku minta tolong," timpal Salsa, meski hatinya menolak, tetapi pada akhirnya ia ikut berbohong juga. 

 

Memang benar, kebohongan akan terus membuahkan kebohongan yang lain. Namun, untuk saat ini Salsa masih belum siap menerima konsekuensinya. Meskipun ia adalah korban, tetapi ia takut Kiki akan playing victim nantinya. 

 

Salsa takut, musibah itu akan menjadi boomerang untuknya. Kini, ia mengerti mengapa korban pelecehan kerap diam dan tak berani bertindak. Ternyata itu karena mentalnya sangat tertekan.

 

Andai dirinya meminta bantuan pada orang yang lebih ahli, tetap saja aibnya pasti akan terbongkar. Terlebih ia tak memiliki bukti apapun dan tak bisa menuntut Kiki andai harus melapor ke pihak berwajib. 

 

"Oh, ya sudah, ke kamar lagi, yuk," ajak Ikbal kemudian. 

 

Salsa melangkahkan kaki, ia melewati Kiki dengan angkuh lantaran menahan gejolak amarah yang begitu besar pada adik iparnya. Namun, Kiki justru semakin gemas pada Salsa, hasratnya untuk memiliki Salsa semakin berkobar.

 

***

 

Malam sudah semakin larut, tetapi sedikitpun Salsa tak bisa terpejam, kata-kata Kiki barusan masih terus terngiang-ngiang di kepalanya.

 

Salsa tak bisa membayangkan bagaimana jika kelak dirinya hamil anak Kiki, pasti Ikbal akan curiga, sedangkan sampai saat ini, Ikbal belum pernah menyentuhnya sama sekali.

 

Itu artinya, Salsa harus segera melakukan kewajibannya sebagai seorang istri agar kelak jika dia hamil, Ikbal tak curiga.

 

Namun, Salsa bingung, entah dari mana dan bagaimana ia akan memulainya. Salsa takut, jika ritual pengantin itu dilakukan, maka semua akan terbongkar bahwa dirinya sudah bukan seorang gadis.

 

"Mas, maafin aku, ya," bisik Salsa dengan air mata mengalir, ia mengelus lembut pupu Ikbal yang tengah tertidur pulas. 

 

 

******* 

 

Pagi menjelang, Salsa menyiapkan sarapan untuk sang suami. Sebelum Ikbal berangkat, ia meminta izin pulang ke rumah ibunya.

 

Tentu saja Ikbal mengizinkan karena jarak rumah orangtua Salsa dengan rumah yang mereka tempati tidak terlalu jauh.

 

Kiki juga pulang ke rumah ibu mertua Salsa lebih awal dari perencanaan. Baguslah, Salsa merasa tenang jika Kiki pergi dari rumahnya. Selain karena merasa takut dilecehkan lagi, Salsa juga merasa terancam.

 

Sehingga, dengan kepulangan Kiki--Salsa bisa mengeksekusi rencana yang sudah ia bicarakan dengan ibunya tempo hari. 

 

Sesampainya di rumah orangtuanya, Salsa langsung menceritakan kronologi kejadian itu pada ibunya.

 

Di sana Salsa menangis sesegukan. Ia terpukul atas musibah yang menimpa dirinya sehingga mengancam keutuhan rumah tangganya.

 

Begitupun ibunya Salsa, wanita paruh baya itu jauh lebih terpukul atas tragedi yang menimpa anak gadisnya. Anak gadis yang ia jaga dan didik segenap jiwa raga agar menjaga kesucian hanya untuk suaminya. 

 

Namun, setelah resmi menjadi istri dari orang lain anak gadisnya justru dirudapaksa oleh orang lain. Sungguh, hal itu sangat menyakitkan bagi ibunya Salsa. Sebagai orang tua, ia ingin lelaki yang telah menghacurkan anaknya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya. 

 

Hanya saja, mengingat hukum di negeri ini yang kerap tumpul ke bawah, ia merasa enggan. Ia khawatir bukan pertolongan yang didapat, tetapi malah cacian yang diterima. 

 

"Sudah, Nak, gak usah nangis lagi ya, yang sudah biarlah. Sebenarnya ibu ingin kamu jujur sama Ikbal. Tapi, mengingat sifatnya yang tempramental ibu jadi takut. Biarlah hal pahit ini menjadi rahasia kita berdua," kata Ibunya Salsa sembari memeluk anakny dengan air mata mengalir. 

 

 

Meski terasa menyakitkan, tetapi  menangisi sesuatu yang telah terjadi tak akan bisa mengubah keadaan. Saat ini fokusnya hanyalah mempertahankan keutuhan rumah tangga Salsabila dan Ikbal demi menutup aib.

 

Setelah suasana hati mulai tenang, ibu Salsa memberikan sebuah botol kecil pada putrinya. Tanpa berkata-kata ibu dan anak itu hanya saling berpandangan nanar. 

 

"Ya sudah Bu, kalau begitu Salsa pulang, ya," kata Salsa, ia bangkit dan berpamitan. 

 

"Iya, jangan lupa dan hati-hati saat melakukannya ya Sa," pesan ibunya sambil melambaikan tangan melepas kepergian anaknya.

 

Matanya nampak berkaca-kaca menghawatirkan kemungkinan buruk yang terjadi pada sang putri.

 

"Iya Bu, terima kasih ya," ucap Salsa seraya membalas lambaian tangan ibunya, lalu mobilnya melaju meninggalkan halaman rumah dua lantai itu.

 

*****

 

Setelah shalat isya, Salsa mengganti pakaiannya dengan lingerie kemudian merias wajahnya. Sementara Ikbal pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang bau keringat lantaran baru saja pulang kerja.

 

Salsa memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah, tak lupa ia juga memakai wewangian yang sangat disukai suaminya.

 

Wanita itu menatap wajah cantiknya di pantulan cermin. Ada gurat kekhwatiran di sana. Namun, sekuat tenaga ia mengesampingkan semuanya. 

 

Pandangannya kini beralih pada segelas air yang berada di hadapannya. Terpaksa, Salsa memberikan obat per*ngs*ng pada minuman suaminya agar Ikbal tak begitu sadar dengan aibnya.

 

Setelah itu, Salsa lantas mengambil benda kecil yang isinya seperti darah lalu ia menumpahkan sedikit di balik selimut untuk melancarkan aksinya.

 

"Semoga berhasil," gumam Salsa.

 

Setelah membersihkan tubuhnya, Ikbal menghampiri Salsa, aura maskulin dari lelaki berjambang tipis itu memancar. Membuat wanita mana saja tergoda untuk memilikinya.

 

"Andai saja kondisinya tidak seperti ini, aku dan Mas Ikbal pasti menjadi orang yang sangat bahagia," desis Salsa dalam hati yang diliputi kegetiran. 

 

"Sayang, sebelum dimulai kamu minum dulu ya, biar kuat he ... he," goda Salsa sambil memberikan minuman yang sudah dicampur dengan zat lain itu. 

 

 

"Oke sayang," jawab Ikbal sambil meneguk habis air minum yang disediakan.

 

 

"Mas ...." ucap Salsa sembari bergelayut manja. 

 

"Apalagi, sayang?" tanya Ikbal.

 

"Aku masih malu, he ... boleh enggak kalau lampunya di matiin aja," pinta Salsa.

 

"Masa sama aku aja malu, yaudah deh demi kamu apa sih yang enggak," jawab Ikbal sambil mencubit pipi istrinya.

 

Ikbal mematikan lampu kamar, dan mereka hanyut dalam buaian cinta.

 

***

 

Suara azan subuh membangunkan Ikbal yang terlelap. Lelaki itu tersenyum saat melihat ada noda darah di sprey. Ia lantas mencium kening istrinya lembut hingga Salsa terbangun. 

 

"Terima kasih sudah menjadi istri terbaik, dan menjadi wanita terbaik sayang. Aku bahagia dan bangga sama kamu," tutur Ikbal sambil memeluk istrinya yang baru saja bangun tidur. 

 

Ikbal dan Salsa lantas bangun kemudian menaruh sprey yang telah bernoda merah ke tempat keranjang kotor dan menggantinya dengan sprey baru.

 

"Maafkan aku, Mas. Maafkan aku telah berbohong, semua demi keutuhan rumah tangga kita," gumam Salsa dalam hati saat melihat suaminya yang antusias mengganti sprey baru.

 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status