Share

Empat

Luna mendapati apartemen dalam ke adaan gelap. Bahkan jendela masih dibiarkan terbuka. Bukan tak ada orang di rumah, buktinya sepatu lusuh kesayangan Jim masih tergeletak pasrah berceceran di ambang pintu masuk. Luna menghela nafas, menata sepatu itu ke rak sepatu yang sudah disediakan di dekat pintu masuk. Lalu kakinya yang dibalut celana kulot bewarna coklat itu melangkah menuju kontak lampu yang berada di dinding.

Ruangan apartemen akhirnya terang benderang, namun Luna hanya menghela nafasnya melihat apa yang ada di depan matanya saat ini. Kulit kacang berserakan di atas meja di depan televisi serta botol minuman yang sudah kosong. Padahal apartemen kecil itu ditinggalkan Luna dalam keadaan rapi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan manusia aneh alias Jim.

Luna melempar tas kecilnya ke atas sofa lalu mengumpulkan kulit kacang dan botol itu lalu memasukkannya ke dalam tong sampah yang berada tak jauh dari sana. Jim, memang sangat menyulitkannya, laki-laki itu tak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Luna bersandar di sofa seiringan dengan Jim yang keluar dari persembunyiannya. Masih sama, memakai baju yang sama, serta wajah bantal sehabis bangun tidur.

Pria itu sempat menatap sekilas padanya lalu berlalu ke arah dapur mengisi air putih dan meminumnya sampai tandas. Laki-laki itu berniat kembali masuk ke dalam kamar yang sudah dia klaim adalah kamar miliknya.

"Jim! Kita perlu bicara."

Langkah Jim terhenti, dia kemudian berjalan mendekati Luna dan duduk di samping wanita itu.

"Kau tau Jim? Aku belum menyetujui untuk tinggal berdua denganmu."

Jim diam, bola mata coklat di balik kaca mata minus itu memandang Luna dengan pandangan tak terbaca.

"Kita akhiri saja Jim, kita bercerai. Tak ada gunanya kita teruskan pernikahan ini."

"Aku takkan mengulang dua kali. Sekali lagi aku tegaskan, tak ada perceraian."

"Ada apa denganmu Jim? Kau membuat semua sulit. Bahkan sedikitpun kau tak memberitahuku apa alasannya. Apa alasannya kau menghilang selama ini, dan apa alasannya kau datang kembali saat aku tak ingin lagi melanjutkan lelucon ini."

Jim tak menjawab. Tanpa permisi dia bangkit meninggalkan Luna yang berteriak frustasi.

"Jika kau ingin menumpang denganku, maka kita harus buat kesepakatan. Aku tidak bisa menolerir rumah yang kotor dan kebiasaan yang tidak pada tempatnya."

Jim berhenti sejenak, lalu meraih gagang pintu kamar, masuk dan menguncinya dari dalam.

Sepeninggal Jim, Luna hanya bisa menghempaskan nafasnya kasar. Rasanya dia menyesal telah menemui pria aneh itu ke apartemennya kalau ini yang didapatkannya. Jim terlalu rumit, terlalu misterius, pantas saja laki-laki itu tak pernah tinggal di rumah orang tuanya.

Luna beranjak menuju dapur kecilnya. Memandang frustasi piring kotor yang teronggok di westafel. Belum lagi bungkusan mie instan yang plastiknya berceceran di lantai. Luna memang tak menyisakan makanan apa pun di apartemennya. Apa kah selama ini laki-laki itu hanya mengonsumsi mie instan? Luna tak mau tau betapa kacaunya hidup laki-laki itu. Setidak Luna hidup dengan baik dan makan dengan teratur.

Luna baru saja selesai mencuci piring ketika langkah tergesa-gesa Jim mengganggunya. Laki-laki itu menerobos kamar mandi dan muntah berkali-kali. Luna penasaran, tapi tak ingin bertanya dan mencampuri urusan laki-laki itu. Dia masih berada di tempatnya saat Jim keluar dari kamar mandi dengan wajah basah dan pucat.

Jim sempat bertemu pandang dengan Luna. Dan pada akhirnya pria itu memutuskan kontak mata dengannya. Lalu berlalu kembali ke kamarnya tanpa berkata apa-apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status