Share

Tiga

Siapa yang tak sebal dianggap bagaikan sebuah lelucon oleh suami yang bahkan tak layak disebut suami. Dia tak menyangka idenya akan berakhir begini. Dalam hayalannya, Jim akan menandatangani surat perceraian itu dengan senang hati dan berterimakasih kepadanya karena telah berinisiatif membatalkan status pernikahan mereka.

Melihat sikap laki-laki itu, Luna tau persis Jim tak menyukainya. Luna pun tak berharap akan disukai oleh Jim, buktinya walaupun dia ditinggalkan laki-laki itu, dia tak merasa apa-apa, dia malah bersyukur kerena dia juga tak menginginkan pernikahan ini. Dia hidup dengan baik selama lima tahun ini, tak ada yang berubah, masih sama seperti sebelum menikah.

Tapi bagaimana bisa Jim malah menolak untuk bercerai? Bahkan laki- laki itu membawa kopernya dan laptop kesayangannya ke apartemen Luna. Dia bertingkah masa bodoh dan tak peduli.

"Dimana kamarku?" Jim meletakkan kopernya di ruang tamu, sambil melirik dua pintu yang merupakan kamar di apartemen ini.

"Aku belum menyetujuimu untuk tinggal bersamaku di apartemen ini." Luna bersidekap memandang Jim kesal.

Jim tak peduli, dia membuka gagang pintu di depannya dan langsung melihat kamar Luna. Kamar yang di dominasi oleh warna putih yang menggambarkan orangnya yang suka menyendiri.

"Ini kamarmu?" Jim memandang Luna datar.

"Jim!" Luna setengah membentak memberi peringatan.

"Kalau begitu, ini kamarku." Jim membuka pintu kamar yang satunya lagi. Masuk ke dalam tanpa mempedulikan Luna yang menahan marah.

"Jim, kenapa kau selalu seenaknya padaku? Aku ingin kita bercerai, Jim. Bukannya rujuk." Luna berusaha mengontrol emosinya.

"Barang-barangmu akan ku atur sendiri, supaya tidak terlalu sempit." Dia mengoceh tak peduli.

"Hentikan! Aku sudah lelah dengan ke pura-puraanmu, kita bercerai saja."

"Takkan ada perceraian."

Berikutnya, Luna hanya bisa menganga saat pintu kamar yang berfungsi sebagai ruang kerjanya itu tertutup di depan mukanya. Apa yang harus Luna lakukan pada pria itu.

*****

Luna memandang jalanan kota dari kaca kafe, memandang para pejalan kaki yang berjalan santai di trotoar. Mereka rata-rata adalah pekerja kantoran yang lebih memilih berjalan ke beberapa meter menuju halte, sore adalah kondisi yang sangat menyebalkan di ibu kota. Dari pada membawa kendaraan sendiri lebih baik menggunakan ojek online.

Luna menopang dagunya. Tak bisa di deskripsikan perjalanan hidupnya. Hidup sebagai anak orang kaya bukan berarti akan bahagia. Contohnya dia dan Jim, mereka tak lepas dari kebiasaan perjodohan dengan alasan menjalin kembali hubungan pertemanan kedua orang tua mereka. Bahkan, mereka tak diberi kesempatan untuk mengatakan tidak.

Masih jelas di mata Luna. Peristiwa Lima tahun yang lalu, ucapan sakral dua orang laki-laki itu terngiang di telinganya. Jim tetap memaksakan ijab Kabul tanpa banyak bicara. Laki-laki itu bahkan tak terlalu menampakkan sikap menolak. Tapi ternyata, sehari setelah pernikahan mereka, Jim pergi tanpa kabar berita dan hanya meninggalkan secarik kertas yang berisi alamat apartemennya.

Apa yang dilakukan Luna? Dibanding bersedih dia lebih banyak merasa sakit hati. Karena bagaimanapun, perlakuan Jim membuat harga dirinya terluka. Dia begitu kesusahan menjelaskan kepada kedua keluarga mereka tentang pernikahan mereka selama lima tahun ini. Pria itu, tak bertanggung jawab sama sekali.

Jim, Luna hanya mengenalnya sekilas. Pria intovert yang tak menyukai dunia luar. Dia terlalu misterius dan penyendiri, tak ada yang diketahui oleh Luna berkaitan dengan pria itu selain namanya Jim dan dia seorang editor.

Luna menyukai Jim? Oh tidak. Walaupun Luna bukan wanita yang populer, malah tergolong kurang gaul, dia takkan mungkin menyangkutkan perasaannya dengan laki-laki seperti Jim. Tak ada sedikitpun daya tarik laki-laki itu di matanya, bahkan Di mata semua orang.

Luna melirik jam dinding yang berada di kafe itu, sebentar lagi waktu Maghrib akan masuk. Dia harus bergegas pulang jika tak ingin kemalaman sampai di apartemen.

Gadis itu akhirnya keluar dari kafe setelah membayar tagihan terlebih dahulu.

Luna, dia hanya wanita sederhana. Berpenampilan biasa bahkan boleh dikatakan tidak menarik. Dia tidak begitu mengerti dengan fashion. Baginya, yang penting bersih dan nyaman itu sudah cukup. Dia tak pernah menaruh perasaan kepada lawan jenis karena dia merasa rendah diri sejak kasus pembuliyan yang dialaminya saat SMA dulu.

Mungkin dia juga termasuk wanita yang aneh, Jim laki-laki yang aneh. Mereka dijodohkan dan menjalani pernikahan yang aneh juga. Luna hanya tersenyum miris dengan nasibnya selama ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status