Ketukan pintu kamar mandi mengagetkan Celine yang masih berada di dalamnya. Bahkan ketukan pintu tersebut terdengar semakin keras disertai dengan seruan dari Sean yang memanggil-manggil namanya."Sayang! Buka pintunya!"Celine tidak menyahuti seruan suaminya. Dia hanya menatap nanar pada pintu kamar mandi tersebut, yang mengeluarkan bunyi ketukan semakin keras.Wanita yang masih basah kuyup itu seolah ketakutan mendengar suara suaminya. Rasa percaya diri yang baru saja dibangunnya, mendadak musnah ketika mendengar suara sang suami seolah sedang memburunya."Tidak. Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa melawannya. Aku harus melindungi diriku sendiri," gumam Celine untuk meyakinkan kembali dirinya."Sayang! Cepat buka pintunya! Aku ingin masuk sekarang juga!" seru Sean diiringi dengan ketukan pintu yang semakin keras.Saat itu juga Celine meraih bathrobe, dan memakainya. Hanya berselang beberapa detik saja, pintu kamar mandi itu pun terbuka. Sean tersenyum nakal melihat sang istri berd
"Hai, Sayang. Kenapa baru datang? Aku sudah lama sekali menunggumu," sapa seorang wanita cantik yang berpakaian minim, sedang duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya.Wanita yang memakai dress berwarna merah itu, tersenyum manis pada Sean. Gestur tubuhnya mengundang sang pria untuk menyentuhnya.Sean masih terdiam berdiri di tempatnya. Dia memikirkan cara dan alasan yang tepat agar Raisa tidak muncul begitu saja menemuinya. Dia memang masih menginginkan mantan pacarnya itu, tapi dia juga tidak mau melepaskan istrinya.Melihat reaksi Sean yang tidak meresponnya, wanita cantik tersebut beranjak dari duduknya, dan berjalan berlenggak-lenggok menghampiri sang kekasih."Ada apa, Sayang? Apa ada masalah?" tanya Raisa dengan suara manjanya, dan jari lentiknya menggambar pola abstrak pada dada kekasihnya.Tidak bisa dipungkirinya. Sean benar-benar terperdaya oleh wanita yang ada di hadapannya. Gelenyar aneh yang dirasakan olehnya, tanpa sadar membuat bibirnya tersenyum manis pada sang wanit
Dave menyeringai, dan menepuk pundak sang adik, seraya berkata,"Kamu akan tahu nanti."Setelah mengatakan hal itu, Dave meninggalkan adiknya yang masih berdiri mematung di tempatnya. "Sial! Apa maksudnya?" umpat Sean penuh kekesalan.Di dalam ruang rapat, semua orang menatap pada Dave yang baru saja masuk ruangan tersebut. Pandangan mata mereka seolah bertanya padanya."Di mana Sean, Dave? Bukankah barusan kamu keluar untuk menjemputnya?" tanya Antonio dengan tatapan menyelidik pada putra pertamanya."Dia ada di luar, Pa. Sebentar lagi pasti dia akan sampai," jawab Dave setelah duduk di kursinya.Antonio mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang sudah duduk di belakang kursi Sean. Dengan suara tegasnya, dia pun berkata,"Cepat bawa Sean masuk. Jangan biarkan semua orang menunggu lebih lama lagi."Randy, sekretaris Sean yang terlebih dahulu datang ke tempat tersebut, segera beranjak dari duduknya, dan keluar dari ruangan tersebut untuk memanggil bosnya.'Aku sangat membenci wanit
"A-apa?" tanya Sean terbata-bata."Jika pekerjaanmu tetap seperti itu, Papa yakin kamu tidak akan bisa mengalahkan Dave," tutur Antonio seraya tersenyum, seolah meremehkan putra keduanya.Seketika kedua tangan Sean mengepal mendengar nama Dave yang lebih diunggulkan sang papa dibandingkan dirinya."Lalu, kenapa Papa tidak mengangkat ku menjadi CEO perusahaan MY? Kenapa Papa hanya mengatakan jika aku masih menjadi kandidat, sama seperti rapat direksi yang sebelumnya?" tanya Sean dengan tatapan menyelidik pada papanya."Tingkatkan kinerjamu, sehingga Papa tidak ragu memilihmu untuk menjadi CEO di perusahaan MY," jawab sang papa dengan sangat tegas."Ditingkatkan bagaimana lagi, Pa? Semua proyek yang Sean kerjakan selalu berhasil, dan juga--""Turuti kemauan mamamu. Kita berlibur sesuai rencananya, dan jangan membantah!" Perintah Antonio membuat Sean menghela nafasnya. Dia terduduk lemas pada kursi yang ada di depan meja papanya. "Jadi, hanya karena ini Papa menunda pengangkatan ku seb
'Dave, kemasi barang-barang mu, dan segera berangkat ke bandara. Papa sudah menyediakan pesawat untukmu,' titah Antonio melalui telpon pada putra pertamanya."Pesawat? Memangnya Dave mau ke mana, Pa?" tanya Dave sambil mengernyitkan dahinya.'Ini tugas pertamamu sebagai CEO Mayer Company, Dave. Jangan membantah. Lakukan saja sesuai dengan perintah Papa.'"Tapi, Pa. Dave harus tahu--""Cepat berangkat, dan jangan membantah, Dave!' tegas sang papa dari seberang sana.Dave tidak bisa membantah perintah dari sang presdir yang juga merupakan papanya. Dia hanya bisa menuruti perintah Antonio tanpa memprotesnya."Sebaiknya aku bergegas ke bandara," gumam Dave seraya meraih beberapa pakaiannya, dan memasukkannya ke dalam koper.Gerakan Dave sungguh cepat. Dia tidak ingin papanya kecewa padanya di saat hari pertamanya menjabat sebagai CEO Mayer Company.Namun, langkahnya terhenti ketika dia keluar dari rumah. Dahinya mengernyit melihat sosok seorang pria berpakaian rapi serba hitam, sedang ber
Brak!"Sial! Brengsek! Pergi ke mana kau, Sean?!""Kenapa kamu tidak menghubungiku?!"Seruan-seruan kemarahan dari Raisa mengiringi suara barang-barang yang telah dibantingnya. Hampir semua barang yang berada di sekitarnya telah menjadi korban kemarahan wanita cantik itu.Dadanya bergerak naik turun, seiring dengan nafasnya yang terengah-engah. Pandangan matanya menyapu semua barang yang berserakan di lantai sekitarnya."Lihat saja pembalasanku, Sean. Aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku," ucapnya dengan mengeratkan giginya, dan menekankan tiap kata yang diucapkannya.Kekecewaan Raisa pada Sean yang melanggar janjinya, membuat wanita tinggi semampai itu merasa diabaikan. Selama hidupnya, dia selalu diutamakan oleh sekitarnya. Dia selalu berusaha membuat semua orang teringat padanya. "Raisa harus selalu menjadi yang pertama. Raisa tidak boleh menjadi yang kedua," sambungnya sembari mengepalkan kedua tangannya.Tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya, nama seseorang yang bisa memba
Kedua tangan Dave mengepal dengan kuat, dan tatapan matanya menghunus pada sang adik. Di depan kamar mereka, ketika Dave akan masuk ke dalam kamar yang berada di sebelah kamarnya, Sean sengaja mengatakan hal itu pada istrinya. Bukan tanpa niat, dia berusaha memperlihatkan pada Dave kemesraannya dengan sang istri. Selain itu, dia juga ingin mengambil kembali hati Celine, istri sahnya.Namun, tidak ada niatan dalam hati Celine untuk memaafkan suaminya. Bagaimana tidak, dia melihat dengan jelas pengkhianatan suaminya dengan wanita yang merupakan mantan pacarnya.'Terserah apa yang akan kamu lakukan, Sean. Aku juga akan melakukan sesuai keinginanku,' batin Celine menguatkan niatnya untuk memberi pelajaran pada sang suami.Tiba-tiba mata Celine terbelalak, tatkala merasakan tubuhnya melayang. Sean terkekeh melihat ekspresi kaget sang istri. "Kita mulai sekarang, Sayang," ucap Sean seraya terkekeh menggendong tubuh istrinya.Brak!Pintu kamar sebelah mereka pun ditutup dengan kencangnya ol
'Sialan! Berani-beraninya dia menghubungi di jam orang sedang beristirahat? Apa yang sebenarnya wanita jalang ini inginkan?' batin Celine ketika melihat nama Raisa pada layar ponsel Sean.Merasakan ada pergerakan dari suaminya, Celine segera membawa ponsel tersebut masuk ke dalam kamar mandi.Panggilan telpon yang tadinya sudah berakhir, kini kembali lagi. Raisa, wanita yang merupakan mantan kekasih Sean, kembali menelponnya.'Sepertinya dia harus diberi pelajaran,' batin Celine seraya menyeringai.Ditekannya tombol hijau pada layar ponsel tersebut, dan dia segera memulai aksinya."Aaaaaah!""Mmmm!""Uuuugh!"Lenguhan demi lenguhan yang dibuat sesempurna mungkin oleh Celine, berhasil membuat Raisa marah.Brak!'Brengsek!'Seketika tawa Celine pecah ketika mendengar Raisa membanting ponselnya sembari mengeluarkan umpatan-umpatan kemarahannya."Nikmati pembalasan kecil dariku," ujar Celine di sela tawanya.Jemari lentiknya dengan cepat menghapus panggilan masuk tersebut, agar sang suami