"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Celine?"
Suara sang ibu mertua menghentikan langkah Celine ketika hendak berjalan menuju kamarnya. Celine pun mendekati sang mertua dan memegang kedua tangannya, menampakkan wajah sedihnya dengan matanya yang berkaca-kaca, seraya berkata,"Maaf, Ma. Celine belum bisa memberikan cucu pada Mama."Senyum Anna pudar. Terlihat raut kekecewaan di wajah cantiknya meskipun sudah berusia senja."Tidak masalah. Ini bukan salahmu. Mungkin belum saatnya Tuhan memberikan keturunan pada keluarga ini," tutur Anna dengan lemah lembut pada menantunya.Celine memeluk tubuh ibu mertuanya dengan air matanya yang menetes. Dalam hati dia meminta maaf padanya, karena melakukan malam panas dengan kakak iparnya di dalam kamarnya.Anna mengurai pelukan mereka. Diusapnya air mata sang menantu dengan lembut, seraya bertanya padanya."Lalu, kenapa tadi merasa mual dan sedikit pucat? Apa kamu sakit? Apa dokter sudah memberikanmu obat?"Celine menganggukkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya. Melihat ketulusan dari Anna, membuat sang menantu bertambah menyesal. Tak henti-hentinya dalam hatinya merutuki kebodohannya yang larut dalam permainan ranjang sang kakak ipar."Beristirahatlah. Jangan memikirkan hal apa pun," ujar Anna melepas kepergian menantunya.'Beruntung sekali aku mendapatkan mertua seperti mereka,' batin Celine seiring langkah kaki menuju kamarnya."Apa yang salah dari keluargaku? Kenapa semua menantuku bermasalah? Aku hanya ingin mendapatkan penerus keluarga ini, tapi tidak ada satu pun dari menantuku yang memberikannya padaku," ucap lirih Anna disertai helaan nafasnya ketika melihat Celine sudah memasuki kamarnya.Tidak dipungkiri, Anna memang kecewa saat ini. Levina, istri Dave, menantu pertamanya meninggal dunia sebelum memberikan cucu padanya. Kini harapannya hanya pada Celine. Akan tetapi, hingga saat ini pun Celine dan Sean belum juga memberikan keturunan sebagai penerus keluarga Mayer."Antarkan makanan dan buah-buahan untuk Nyonya Sean di kamarnya. Jangan lupa, berikan juga segelas susu hangat untuknya," perintah Anna pada pelayan yamg sedang berada di dapur."Baik, Nyonya Besar," ucap sang pelayan wanita dengan menundukkan kepalanya.Anna berdiri tidak jauh dari pelayan tersebut. Dia memperhatikan setiap gerakan sang pelayan. Bahkan dia melihat apa saja yang akan diberikan pelayan tersebut pada menantunya."Mulai saat ini, berikan Nyonya Sean makanan dan minuman yang bernutrisi tinggi agar bisa mempercepat kehamilannya," titah Anna pada sang pelayan."Baik, Nyonya Besar. Saya antarkan makanan dan minuman ini pada Nyonya Sean," tukas sang pelayan yang sedang membawa tray, bersiap untuk mengantarkan makanan tersebut ke kamar Sean.Anna menganggukkan kepalanya, mempersilahkan pelayan tersebut segera mengantarkan makanan untuk Celine."Aku harus bertanya pada dokter Larissa untuk mengetahui keadaan kandungan Celine," gumam Anna sebelum dia beranjak dari dapur.Di dalam kamarnya, Celine memandang heran pada semua makanan dan minuman yang diletakkan pelayan di atas meja."Kenapa makanannya dibawa ke sini?""Nyonya Besar yang memerintahkan untuk membawa semua ini," jawab pelayan dengan sopan."Sebanyak ini?" tanyanya kembali."Iya, Nyonya," jawab pelayan sambil menganggukkan kepalanya."Biasanya saya makan di meja makan bersama anggota keluarga yang lain. Kenapa sekarang saya dibawakan makanan ke kamar?" tanya Celine sambil mengernyitkan dahinya."Maaf, Nyonya. Saya hanya menjalankan perintah saja. Mulai hari ini, Nyonya Besar memerintahkan agar Nyonya mendapatkan makanan dan minuman yang bernutrisi tinggi agar mempercepat kehamilan Nyonya," jawab sang pelayan sambil menundukkan kepalanya.Seketika Celine tidak bisa berkata-kata. Dia merasakan sakit hati hanya karena mendengar ucapan dari pelayan tersebut yang menyampaikan perkataan Anna.Melihat ekspresi Celine saat ini, sang pelayan pun berpamitan undur diri dari kamar tersebut. Dari wajah Celine saat ini, dia bisa melihat kesedihan majikannya."Ternyata Mama memang sangat kecewa padaku. Apa yang harus aku lakukan? Hasil pemeriksaan ku baik-baik saja. Aku bisa hamil kapan saja. Akan tetapi, kenapa sampai saat ini aku belum bisa hamil? Apa masalahnya?"Tiba-tiba Celine terkesiap tatkala mengingat sesuatu. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah menolak kebenaran yang ada di dalam pikirannya, seraya berkata,"Jangan-jangan, tidak. Tidak mungkin Sean yang bermasalah."Namun, ketika matanya melihat ke arah meja, segera dia menyantap makanan dan minuman tersebut dengan harapan bisa mempercepat kehamilannya.Setelah Anna menghubungi dokter kandungan yang memeriksa Celine, dia memerintahkan pada semua pelayan agar tidak memperbolehkan Celine bergerak berlebihan dengan alasan agar sang menantu tidak kelelahan. Bahkan pada saat makan malam pun Anna terlihat sangat perhatian dan banyak mengatur menantunya.Tiga pria yang berada di meja makan itu pun merasa heran pada sikap Nyonya Besar rumah tersebut."Ada apa, Ma? Kenapa Mama tidak seperti biasanya?" tanya Sean pada mamanya."Apa ada yang aneh jika Mama memperhatikan menantu Mama?" tanya balik Anna dengan santainya."Ma, sikap Mama sekarang ini seolah-olah tidak memperbolehkan Celine untuk bergerak, dan juga Mama mengatur makanan untuknya," ujar Dave sambil menatap heran pada mamanya.Anna meletakkan sendok dan garpu yang dipegangnya di atas piringnya. Kemudian dia menatap Dave, dan berkata,"Mama hanya tidak ingin menantu Mama kelelahan, dan juga Mama ingin agar istri Sean bisa cepat hamil, karena itulah mulai dari sekarang Mama memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsinya."Seketika Sean merasa sedih. Dia menoleh ke arah istrinya yang duduk di kursi sebelah kirinya. Celine tampak menundukkan kepalanya, seolah tidak berani menatap semua orang yang ada di meja makan tersebut.Setelah makan malam usai, Celine segera masuk ke dalam kamarnya. Perasaan sedih karena belum juga mendapat keturunan, lagi-lagi menghampirinya."Sayang, sudahlah. Jangan dipikirkan perkataan Mama di meja makan tadi. Kamu tahu kan jika kemungkinan besar Mama melakukan itu karena kecewa pada--""Sayang, sebaiknya kamu periksa ke dokter, karena hasil pemeriksaan ku tadi tidak ada masalah. Atau kita berdua menjalani program kehamilan saja agar aku bisa cepat ha--""Aku sehat. Tidak ada masalah dengan kesuburan ku," sahut Sean yang terlihat kesal mendengar usulan istrinya.Celine menghela nafasnya. Dia meraih tangan suaminya, dan berkata dengan lembut."Tidak ada yang meragukan kesuburan mu, Sayang. Hanya saja aku mengharapkan kita agar mengikuti program kehamilan. Siapa tahu jika program itu sangat membantu kita untuk bisa segera mendapatkan keturunan."Sean melepaskan tangan istrinya. Dia beranjak dari duduknya, seraya berkata,"Aku sibuk. Aku tidak ada waktu untuk melakukan hal-hal konyol seperti itu."'Hal konyol? Kamu sangat egois! Kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan ketika mamamu menanyakan tentang kehamilanku. Kamu tidak merasakan kesedihanku ketika mamamu membicarakan tentang cucu,' batin Celine mengumpat suaminya.Celine memeluk suaminya, dan memohon padanya diiringi suara serak yang menandakan tangisnya."Sayang, aku mohon. Tidak ada salahnya kita mencoba hal konyol untuk bisa cepat mendapatkan keturunan."Sean melepaskan pelukan istrinya, dan menggendongnya menuju ranjang. Diletakkannya dengan perlahan tubuh sang istri dan menatap lembut manik matanya. Kemudian dia berbisik di telinganya,"I want you.""Mungkin aku akan lembur nanti," ucap Sean sambari memakai bajunya.Celine menatap suaminya dari cermin rias yang ada di hadapannya. Dia memperhatikannya, seraya berkata dalam hati,'Jelas sekali berbeda. Permainan ranjangnya sangat berbeda dengan Dave. Kenapa aku masih saja bisa merasakan sentuhan, ciuman dan permainannya? Oh Tuhan, ada apa denganku? Tolong jangan siksa aku dengan cara seperti ini. Jauhkan aku dari rasa suka pada Dave. Dia kakak iparku, Tuhan.""Sayang, ada apa? Kenapa kamu bengong seperti itu?" tanya Sean yang menatap istrinya dari tempatnya saat ini, melalui cermin yang ada di hadapan sang istri.Celine pun terkesiap. Dia gugup dan salah tingkah, seolah tertangkap basah sedang melakukan sesuatu."Tidak. Aku hanya merasa kesepian tiap kali kamu pulang terlambat dari bekerja," jawabnya dengan gugup.Sean tersenyum. Dia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya dari belakang."Maafkan aku, Sayang. Aku akan usahakan agar tidak lagi pulang terlambat," ucapnya lembut,
Senyum Celine seketika lenyap. Dia berdiri mematung di depan pintu ruangan suaminya. Kakinya terasa berat, tidak bisa digerakkan. Bahkan air matanya menetes dengan sendirinya. Brak!Tas yang berisi beberapa box makanan, terlepas dari tangannya, hingga isi dalam tas tersebut berserakan di lantai.Sontak saja Sean yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menoleh ke arah pintu. Secepat kilat dia mendorong tubuh wanita yang berada di pangkuannya, sehingga wanita tersebut jatuh di lantai dan berteriak kesakitan."Sayang!" seru Sean dari tempat duduknya, menatap kaget pada istrinya yang masih berdiri mematung di tempatnya.Seketika Celine tersadar. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya agar bisa meninggalkan tempat tersebut."Sayang, tunggu! Ini salah paham! Akan aku jelaskan semuanya!" seru Sean sembari beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istrinya.Celine berlari tanpa mendengarkan perintah suaminya. Bahkan air matanya mengiringi langkah kakinya meninggalkan ruangan sang suami
Dave menatap iba pada wanita cantik yang sedang berurai air mata di hadapannya. Tangisan adik iparnya itu, seolah mengiris hatinya. "Kenapa aku bisa mempunyai adik sebodoh dia? Bodoh sekali dia, menyia-nyiakan wanita secantik dan sebaik kamu," ujar Dave dengan kesalnya menatap pintu ruangannya.Jemari lentik Celine dengan cepatnya mengusap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya, tatkala mendengar ucapan dari kakak iparnya. Dalam hati dia sungguh menyesalkan kedatangannya ke kantor suaminya. Akan tetapi, ada rasa sedikit bersyukur karena dia memergoki suaminya bermesraan dengan wanita lain. "Lebih baik mengetahuinya sekarang daripada tidak sama sekali. Meskipun ini sangat menyakitkan, tapi aku harus bisa mengatasi rasa sakit ini sekarang. Mungkin Tuhan tidak memberikan kami anak hingga detik ini karena kasihan padaku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya apabila aku memergoki mereka pada saat aku dalam keadaan hamil atau sesudah melahirkan," ucap Celine dengan suara ya
Brak!"Apa dia marah padamu?" tanya wanita cantik bertubuh seksi yang sedang duduk di sofa ruangan Sean sambil menyilangkan kakinya.Sean menatap ke arah wanita tersebut setelah melampiaskan kemarahannya pada pintu. Dia menghela nafasnya, kemudian berkata,"Aku tidak bisa menemukannya. Entah ada di mana dia sekarang. Bahkan teleponku tidak diangkat olehnya."Wanita cantik itu tersenyum, dan beranjak dari duduknya. Dia berjalan berlenggak-lenggok menghampiri Sean, dan melingkarkan kedua tangannya pada leher pria tampan berstatuskan suami Celine."Tenanglah. Dia sudah dewasa. Aku yakin dia baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum, dan mengedipkan sebelah matanya. Sean melepaskan tangan wanita tersebut, seraya berkata,"Dia istriku. Sudah sewajarnya jika aku mengkhawatirkannya.""Lebih tepatnya istri yang tidak bisa memberikanmu seorang anak," ucap wanita tersebut, sambil menatap genit pada Sean."Raisa, jangan membahas itu lagi," tukas Sean disertai helaan nafasnya.Raisa, wanita cant
"Berani-beraninya Sean melakukan itu di dalam ruangan kantornya!" Dave mengeram kesal melihat apa yang dilakukan adiknya bersama dengan wanita yang sangat dikenalnya. Tidak heran jika Dave mengenal Raisa. Sejak wanita itu berpacaran dengan Sean, hampir setiap wanita tersebut berada di rumah keluarga Mayer. Bahkan semua anggota keluarga mereka sangat mengenalnya.Beberapa detik kemudian, Dave tersenyum licik. Pandangan matanya tidak lepas dari layar laptopnya. "Tidak ku sangka, seorang Sean bisa melakukan ini dengan wanita yang bukan istrinya," ucapnya disertai seringainya.Tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara dering ponselnya. Diambilnya ponsel itu, dan segera diangkatnya, setelah melihat nama si penelepon ya g tertera pada layar ponselnya."Halo."'Dave, apa kamu berada di kantor bersama dengan Sean dan istrinya?' tanya seorang wanita dari seberang sana."Iya, Ma. Kemungkinan besar kita akan tidur di kantor."'Kenapa kalian harus menghabiskan hidup kalian sepanjang hari di kanto
"Apa kamu akan kembali dengannya?" tanya Dave dengan tatapan menyelidik pada adiknya.Sean menatap dingin manik mata kakak kandungnya. Dia merasa sedang dihakimi saat ini."Aku tidak mengerti maksudmu, Dave. Lebih baik kamu kembali saja ke ruangan mu.""Kamu mengusirku, Sean?" tanya Dave sambil menyeringai.Sean menghela nafasnya. Dia mengalihkan perhatiannya pada pekerjaannya, dan berkata,"Tidak mungkin seorang , Mayer bisa bersantai tanpa mengerjakan apa pun.""Aku memang sibuk, tapi aku menyempatkan diri untuk memperingatkan adikku tercinta agar tidak menyesal jika kehilangan wanita baik yang selama ini berada di dekatnya."Setelah mengatakan hal itu, Dave dengan segera beranjak keluar ruangan tersebut, meninggalkan adiknya yang masih tercengang mendengar ucapannya.Sean menatap punggung kakaknya dengan penuh tanya, seraya berkata lirih,"Apa dia tahu kedatangan Raisa di ruanganku?" ******************Di tempat lain, seorang wanita cantik berdiri di depan jend
'Sayang, cepat transfer uang sejumlah yang aku minta tadi,' rengek Raisa melalui telepon."Kenapa jumlahnya begitu besar, Sayang?" tanya Sean mengingat nominal angka pada pesan yang dikirimkan Raisa padanya.'Kamu perhitungan sama aku?' tanya Raisa yang terdengar sedang kesal padanya."Bukan begitu, Sayang. Hanya saja--"'Pelit sekali kamu. Baru juga segitu, tapi kamu sudah mengeluh. Bagaimana jika kita menikah? Pasti kamu akan melarang ku untuk membeli ini dan itu.'Mendengar keluhan kekesalan Raisa, membuat Sean teringat akan Celine. Istri sahnya itu, tidak pernah sama sekali meminta uang dengan jumlah sebesar yang diminta Raisa padanya. Dia hanya menerima uang yang diberikan oleh Sean, tanpa mengeluh kurang atau pun meminta lebih.'Sayang! Cepat transfer! Apa aku harus ke kantormu untuk mengambil uangnya?' rengek Raisa dari seberang sana."Baiklah, akan aku transfer sekarang," ucap Sean diiringi dengan helaan nafasnya.Tanpa mendengarkan perkataan dari sang mantan, Sean segera meng
"Tidak," ucap Sean dengan tegas.Dave menoleh ke arah adiknya. Dia menyeringai, dan berkata,"Kenapa? Apa ada yang membuatmu tidak rela meninggalkan kota ini?" "Tutup mulutmu, Dave!" sentak Sean seraya menatap tajam pada sang kakak."Jaga sikap kalian!" seru Antonio dengan tegas, dan memperlihatkan wajah garangnya, sehingga tidak ada yang berani mengatakan apa pun saat ini."Kita makan dulu. Nanti kita akan membahasnya kembali di ruang keluarga," tutur Anna seraya menggerakkan sendok dan garpunya.Semua orang yang berada di meja makan tersebut pun mengikuti Anna. Mereka mulai menggerakkan peralatan makannya, dan menyantap makanan yang ada di piring masing-masing.Di dalam sebuah ruangan dengan interior mewah, mereka semua berkumpul untuk membahas acara liburan yang direncanakan oleh sang mama. Di hadapan mereka terhidang kopi, teh, beserta makanan ringan."Sean banyak kerjaan, dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja," tukas Sean menolak ajakan mamanya untuk berlibur."Sean,