Share

Bab 5 Wanita Pilihan

"Kenapa dia meneleponku?"

Bimbang. Saat ini Celine merasa bingung hanya karena telepon dari seseorang. Jarinya bergerak hendak menekan tombol hijau, tapi seketika diurungkannya.

"Aku jawab atau tidak?" gumam Celine yang terlihat bingung pada wajahnya.

Namun, ekspresi wajah Celine terlihat kehilangan ketika panggilan telepon tersebut berakhir dengan panggilan tak terjawab.

Seketika dia terkesiap tatkala melihat layar ponselnya kembali menyala dan menampilkan nama si penelepon. Tanpa sadar, jemari lentiknya menyentuh tombol hijau, sehingga panggilan telepon itu pun terjawab olehnya.

'Halo.'

Terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di telinganya. Tanpa sadar pun dia menjawab sapaan si penelepon.

"Halo, Dave."

'Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa kamu sedang hamil?'

Pertanyaan Dave membuat Celine tercengang. Tanpa sadar Celine pun bertanya balik padanya.

"Kenapa kamu bertanya, Dave?"

'Aku hanya ingin memastikan saja. Takutnya semalam--'

"Cukup, Dave!" sahut Celine dengan cepat.

Jantung Celine terasa berdegup kencang mendengar kakak iparnya membicarakan tentang kejadian semalam. Secepatnya dia menghentikan pembicaraan Dave, agar tidak lagi membahas kejadian yang membuatnya malu sekaligus selalu membayanginya.

'Hei! Aku hanya khawatir padamu. Kenapa kamu bersikap seperti ini?'

"Tentang semalam, lupakan saja," tutur Celine dengan susah payah mengatakannya.

Dalam hati, dia menginginkan agar Dave selalu mengingat malam itu. Akan tetapi, dia tidak bisa egois. Dia mengumpulkan keberanian untuk bisa mengatakannya.

'Lupakan? Kenapa begitu?'

"Ingat status kita," jawab Celine dengan ketus.

'Aku tahu itu. Hanya saja aku ingin kamu mengetahui, aku tidak bisa melupakan peristiwa semalam, karena terlalu indah untuk dilupakan. Bahkan semuanya masih bisa aku rasakan sekarang.'

Tanpa menanggapi perkataan dari kakak iparnya, Celine segera mematikan panggilan telepon tersebut. Jantungnya kembali berdegup kencang mendengar penuturan dari Dave.

"Kenapa dia jadi seperti ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Celine yang terlihat sangat cemas saat ini.

Pikirannya semakin kalut. Rasa bersalah pada suaminya selalu menghantuinya. Akan tetapi, rasa suka ketika melakukan hal itu dengan kakak iparnya pun tidak bisa dielaknya.

Namun, sekuat tenaga dia berjanji untuk menghilangkan memori tentang malam panas bersama dengan sang kakak ipar.

*************

Di dalam ruangan kantornya, Dave tersenyum tipis tatkala adik ipar yang sedang berbicara melalui telepon dengannya, kini menutup sepihak panggilan telepon tersebut.

"Dia sangat menggemaskan," ucap Dave seraya membayangkan wajah adik iparnya.

Sejak kepergian istrinya, Dave tidak pernah tertarik pada wanita mana pun, meski banyak sekali wanita cantik yang mendekatinya. Bahkan wanita yang bernama Sheila menggunakan segala macam cara untuk mendapatkannya.

Sayangnya hati Dave tidak pernah tergerak sedikit pun dengan semua yang dilakukan oleh Sheila, meskipun wanita tersebut menggoda Dave dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya.

"Dave, apa bisa kita teruskan meeting sekarang?"

Tiba-tiba Dave dikagetkan dengan suara seseorang yang menyadarkan dari lamunannya. Dia pun berbalik tanya pada orang tersebut.

"Apa kamu sudah makan siang, Dave?"

"Baru saja aku selesai makan siang dengan Mike. Jangan-jangan kamu belum makan siang, Dave?" tanya Sean sambil menatap dengan memicingkan matanya.

Dave menggerakkan kepalanya ke arah meja tamu, seolah memberikan kode pada adiknya. Di atas meja tersebut terlihat box makanan yang setengah terbuka, dan cup kopi yang bertuliskan nama coffee shop ternama.

"Kenapa tidak makan siang di luar?" tanya Sean setelah mengalihkan pandangannya dari arah meja tersebut.

"Tidak ada waktu," jawab Dave tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas yang sedang dipegangnya.

"Seharusnya kamu makan siang bersamaku, agar tidak makan sendirian di dalam ruangan mu."

Dave mengalihkan pandangannya pada Sean yang berdiri tepat di hadapannya. Dia mengeluarkan smirk nya dan berkata,

"Apa hasil pemeriksaan istrimu sudah keluar?"

Dahi Sean mengernyit mendengar pertanyaan dari kakaknya.

"Dia tidak hamil. Mungkin hanya sedang tidak enak badan saja. Tumben sekali kamu menanyakannya. Tidak biasanya kamu ingin mengetahui urusan orang lain."

Dave kembali sibuk dengan kertas-kertas yang berada di tangannya, seraya berkata,

"Dia adik iparku, apa salah jika aku ingin mengetahui keadaannya? Lagi pula ini menyangkut bayi yang akan menghuni kediaman keluarga besar kita. Sepertinya semua orang menantikan suara tangis dan tawa bayi dalam rumah besar itu."

"Benar sekali. Kita semua menantikan suara bayi dalam rumah itu. Sayangnya aku belum bisa mewujudkannya. Dave, kenapa kamu tidak menikah lagi saja? Bisa saja kamu yang lebih dahulu mendapatkan keturunan."

Dave tersenyum tipis mendengar perkataan adiknya. Dia menatap adiknya dan berkata,

"Tidak segampang itu menemukan wanita yang diinginkan oleh hati dan tubuhku."

"Apa? Jadi selama ini kamu belum menemukannya?" tanya Sean menyelidik.

Dave pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan adiknya, tanpa mengatakan satu kata pun padanya.

"Lalu, bagaimana dengan Sheila atau wanita-wanita lain di sekelilingmu?" tanya Sean kembali dengan rasa penasarannya.

"Tidak ada yang spesial. Mereka semua sama, hanya sekumpulan wanita yang terobsesi padaku. Hanya ada satu wanita yang sepertinya diinginkan oleh hati dan tubuhku. Sayangnya dia sudah menjadi istri pria lain."

Jawaban dari Dave membuat sang adik tercengang. Dia tidak menyangka jika seorang Dave mempunyai masalah seperti itu. Selama ini dia mengira jika kakaknya selalu menikmati kehidupannya dengan para wanita cantik yang selalu mendekatinya sejak kematian istrinya.

"Kenapa kamu seperti itu? Kaget?" tanya Dave sambil tersenyum pada adiknya.

"Aku tidak menyangka, Dave. Ternyata kamu tidak bersenang-senang dengan mereka. Lebih baik kamu jelaskan pada Mama, karena setiap malam dia mencemaskan kamu."

"Diamlah. Tidak perlu mengatakan semuanya pada Mama. Jika dia tahu, pasti aku disuruhnya untuk mendapatkan wanita itu demi kebahagiaanku," ujar Dave dengan tatapan serius pada adiknya.

"Kenapa tidak? Mungkin dia tidak bahagia dengan suaminya."

"Dari mana kamu tahu?" tanya Dave sambil mengernyitkan dahinya.

Sean tersenyum lebar menampakkan deretan giginya. Kemudian dia berkata,

"Bagaimana tubuh dan hatimu bisa tahu jika wanita itu yang diinginkan, jika kalian tidak pernah berhubungan badan? Benar, bukan?"

Dave kembali memperlihatkan smirk nya. Diletakkannya kertas yang sedang dipegangnya. Kemudian dia menatap Sean dan bertanya padanya.

"Apa kamu juga mendukungku untuk mendapatkannya?"

Seketika Sean tertawa mendengar pertanyaan dari kakaknya. Menurutnya, Dave kini sangat lucu dan tidak bersikap tegas seperti biasanya.

"Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Dave dengan kesalnya.

"Dave, aku jadi penasaran. Wanita mana yang bisa membuatmu berubah seperti ini. Mana Dave yang selalu tegas dan tidak pernah bimbang dalam mengambil keputusan?" ucap Sean di sela kekehannya.

Dave besungut kesal melihat Sean sedang menertawakannya. Dia beranjak dari duduknya dan menatap kesal pada adiknya, seraya beranjak pergi dari ruangannya dan berkata dengan tegas.

"Ayo kita lanjut meeting."

Sean menghentikan tawanya. Dia menatap punggung Dave dan berkata,

"Dave, apa kamu marah?"

Dave tidak menjawabnya. Dia meneruskan langkahnya keluar dari ruangan, seraya berkata dalam hatinya,

'Andai kamu tahu siapa wanita yang aku maksud.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status