"Kenapa dia meneleponku?"
Bimbang. Saat ini Celine merasa bingung hanya karena telepon dari seseorang. Jarinya bergerak hendak menekan tombol hijau, tapi seketika diurungkannya."Aku jawab atau tidak?" gumam Celine yang terlihat bingung pada wajahnya.Namun, ekspresi wajah Celine terlihat kehilangan ketika panggilan telepon tersebut berakhir dengan panggilan tak terjawab.Seketika dia terkesiap tatkala melihat layar ponselnya kembali menyala dan menampilkan nama si penelepon. Tanpa sadar, jemari lentiknya menyentuh tombol hijau, sehingga panggilan telepon itu pun terjawab olehnya.'Halo.'Terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di telinganya. Tanpa sadar pun dia menjawab sapaan si penelepon."Halo, Dave."'Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa kamu sedang hamil?'Pertanyaan Dave membuat Celine tercengang. Tanpa sadar Celine pun bertanya balik padanya."Kenapa kamu bertanya, Dave?"'Aku hanya ingin memastikan saja. Takutnya semalam--'"Cukup, Dave!" sahut Celine dengan cepat.Jantung Celine terasa berdegup kencang mendengar kakak iparnya membicarakan tentang kejadian semalam. Secepatnya dia menghentikan pembicaraan Dave, agar tidak lagi membahas kejadian yang membuatnya malu sekaligus selalu membayanginya.'Hei! Aku hanya khawatir padamu. Kenapa kamu bersikap seperti ini?'"Tentang semalam, lupakan saja," tutur Celine dengan susah payah mengatakannya.Dalam hati, dia menginginkan agar Dave selalu mengingat malam itu. Akan tetapi, dia tidak bisa egois. Dia mengumpulkan keberanian untuk bisa mengatakannya.'Lupakan? Kenapa begitu?'"Ingat status kita," jawab Celine dengan ketus.'Aku tahu itu. Hanya saja aku ingin kamu mengetahui, aku tidak bisa melupakan peristiwa semalam, karena terlalu indah untuk dilupakan. Bahkan semuanya masih bisa aku rasakan sekarang.'Tanpa menanggapi perkataan dari kakak iparnya, Celine segera mematikan panggilan telepon tersebut. Jantungnya kembali berdegup kencang mendengar penuturan dari Dave."Kenapa dia jadi seperti ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Celine yang terlihat sangat cemas saat ini.Pikirannya semakin kalut. Rasa bersalah pada suaminya selalu menghantuinya. Akan tetapi, rasa suka ketika melakukan hal itu dengan kakak iparnya pun tidak bisa dielaknya.Namun, sekuat tenaga dia berjanji untuk menghilangkan memori tentang malam panas bersama dengan sang kakak ipar. *************Di dalam ruangan kantornya, Dave tersenyum tipis tatkala adik ipar yang sedang berbicara melalui telepon dengannya, kini menutup sepihak panggilan telepon tersebut."Dia sangat menggemaskan," ucap Dave seraya membayangkan wajah adik iparnya.Sejak kepergian istrinya, Dave tidak pernah tertarik pada wanita mana pun, meski banyak sekali wanita cantik yang mendekatinya. Bahkan wanita yang bernama Sheila menggunakan segala macam cara untuk mendapatkannya.Sayangnya hati Dave tidak pernah tergerak sedikit pun dengan semua yang dilakukan oleh Sheila, meskipun wanita tersebut menggoda Dave dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya."Dave, apa bisa kita teruskan meeting sekarang?"Tiba-tiba Dave dikagetkan dengan suara seseorang yang menyadarkan dari lamunannya. Dia pun berbalik tanya pada orang tersebut."Apa kamu sudah makan siang, Dave?""Baru saja aku selesai makan siang dengan Mike. Jangan-jangan kamu belum makan siang, Dave?" tanya Sean sambil menatap dengan memicingkan matanya.Dave menggerakkan kepalanya ke arah meja tamu, seolah memberikan kode pada adiknya. Di atas meja tersebut terlihat box makanan yang setengah terbuka, dan cup kopi yang bertuliskan nama coffee shop ternama."Kenapa tidak makan siang di luar?" tanya Sean setelah mengalihkan pandangannya dari arah meja tersebut."Tidak ada waktu," jawab Dave tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas yang sedang dipegangnya."Seharusnya kamu makan siang bersamaku, agar tidak makan sendirian di dalam ruangan mu."Dave mengalihkan pandangannya pada Sean yang berdiri tepat di hadapannya. Dia mengeluarkan smirk nya dan berkata,"Apa hasil pemeriksaan istrimu sudah keluar?"Dahi Sean mengernyit mendengar pertanyaan dari kakaknya."Dia tidak hamil. Mungkin hanya sedang tidak enak badan saja. Tumben sekali kamu menanyakannya. Tidak biasanya kamu ingin mengetahui urusan orang lain."Dave kembali sibuk dengan kertas-kertas yang berada di tangannya, seraya berkata,"Dia adik iparku, apa salah jika aku ingin mengetahui keadaannya? Lagi pula ini menyangkut bayi yang akan menghuni kediaman keluarga besar kita. Sepertinya semua orang menantikan suara tangis dan tawa bayi dalam rumah besar itu.""Benar sekali. Kita semua menantikan suara bayi dalam rumah itu. Sayangnya aku belum bisa mewujudkannya. Dave, kenapa kamu tidak menikah lagi saja? Bisa saja kamu yang lebih dahulu mendapatkan keturunan."Dave tersenyum tipis mendengar perkataan adiknya. Dia menatap adiknya dan berkata,"Tidak segampang itu menemukan wanita yang diinginkan oleh hati dan tubuhku.""Apa? Jadi selama ini kamu belum menemukannya?" tanya Sean menyelidik.Dave pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan adiknya, tanpa mengatakan satu kata pun padanya."Lalu, bagaimana dengan Sheila atau wanita-wanita lain di sekelilingmu?" tanya Sean kembali dengan rasa penasarannya."Tidak ada yang spesial. Mereka semua sama, hanya sekumpulan wanita yang terobsesi padaku. Hanya ada satu wanita yang sepertinya diinginkan oleh hati dan tubuhku. Sayangnya dia sudah menjadi istri pria lain."Jawaban dari Dave membuat sang adik tercengang. Dia tidak menyangka jika seorang Dave mempunyai masalah seperti itu. Selama ini dia mengira jika kakaknya selalu menikmati kehidupannya dengan para wanita cantik yang selalu mendekatinya sejak kematian istrinya."Kenapa kamu seperti itu? Kaget?" tanya Dave sambil tersenyum pada adiknya."Aku tidak menyangka, Dave. Ternyata kamu tidak bersenang-senang dengan mereka. Lebih baik kamu jelaskan pada Mama, karena setiap malam dia mencemaskan kamu.""Diamlah. Tidak perlu mengatakan semuanya pada Mama. Jika dia tahu, pasti aku disuruhnya untuk mendapatkan wanita itu demi kebahagiaanku," ujar Dave dengan tatapan serius pada adiknya."Kenapa tidak? Mungkin dia tidak bahagia dengan suaminya.""Dari mana kamu tahu?" tanya Dave sambil mengernyitkan dahinya.Sean tersenyum lebar menampakkan deretan giginya. Kemudian dia berkata,"Bagaimana tubuh dan hatimu bisa tahu jika wanita itu yang diinginkan, jika kalian tidak pernah berhubungan badan? Benar, bukan?"Dave kembali memperlihatkan smirk nya. Diletakkannya kertas yang sedang dipegangnya. Kemudian dia menatap Sean dan bertanya padanya."Apa kamu juga mendukungku untuk mendapatkannya?"Seketika Sean tertawa mendengar pertanyaan dari kakaknya. Menurutnya, Dave kini sangat lucu dan tidak bersikap tegas seperti biasanya."Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Dave dengan kesalnya."Dave, aku jadi penasaran. Wanita mana yang bisa membuatmu berubah seperti ini. Mana Dave yang selalu tegas dan tidak pernah bimbang dalam mengambil keputusan?" ucap Sean di sela kekehannya.Dave besungut kesal melihat Sean sedang menertawakannya. Dia beranjak dari duduknya dan menatap kesal pada adiknya, seraya beranjak pergi dari ruangannya dan berkata dengan tegas."Ayo kita lanjut meeting."Sean menghentikan tawanya. Dia menatap punggung Dave dan berkata,"Dave, apa kamu marah?"Dave tidak menjawabnya. Dia meneruskan langkahnya keluar dari ruangan, seraya berkata dalam hatinya,'Andai kamu tahu siapa wanita yang aku maksud.'"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Celine?" Suara sang ibu mertua menghentikan langkah Celine ketika hendak berjalan menuju kamarnya. Celine pun mendekati sang mertua dan memegang kedua tangannya, menampakkan wajah sedihnya dengan matanya yang berkaca-kaca, seraya berkata,"Maaf, Ma. Celine belum bisa memberikan cucu pada Mama."Senyum Anna pudar. Terlihat raut kekecewaan di wajah cantiknya meskipun sudah berusia senja. "Tidak masalah. Ini bukan salahmu. Mungkin belum saatnya Tuhan memberikan keturunan pada keluarga ini," tutur Anna dengan lemah lembut pada menantunya.Celine memeluk tubuh ibu mertuanya dengan air matanya yang menetes. Dalam hati dia meminta maaf padanya, karena melakukan malam panas dengan kakak iparnya di dalam kamarnya. Anna mengurai pelukan mereka. Diusapnya air mata sang menantu dengan lembut, seraya bertanya padanya."Lalu, kenapa tadi merasa mual dan sedikit pucat? Apa kamu sakit? Apa dokter sudah memberikanmu obat?" Celine menganggukkan kepalanya tanpa menjaw
"Mungkin aku akan lembur nanti," ucap Sean sambari memakai bajunya.Celine menatap suaminya dari cermin rias yang ada di hadapannya. Dia memperhatikannya, seraya berkata dalam hati,'Jelas sekali berbeda. Permainan ranjangnya sangat berbeda dengan Dave. Kenapa aku masih saja bisa merasakan sentuhan, ciuman dan permainannya? Oh Tuhan, ada apa denganku? Tolong jangan siksa aku dengan cara seperti ini. Jauhkan aku dari rasa suka pada Dave. Dia kakak iparku, Tuhan.""Sayang, ada apa? Kenapa kamu bengong seperti itu?" tanya Sean yang menatap istrinya dari tempatnya saat ini, melalui cermin yang ada di hadapan sang istri.Celine pun terkesiap. Dia gugup dan salah tingkah, seolah tertangkap basah sedang melakukan sesuatu."Tidak. Aku hanya merasa kesepian tiap kali kamu pulang terlambat dari bekerja," jawabnya dengan gugup.Sean tersenyum. Dia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya dari belakang."Maafkan aku, Sayang. Aku akan usahakan agar tidak lagi pulang terlambat," ucapnya lembut,
Senyum Celine seketika lenyap. Dia berdiri mematung di depan pintu ruangan suaminya. Kakinya terasa berat, tidak bisa digerakkan. Bahkan air matanya menetes dengan sendirinya. Brak!Tas yang berisi beberapa box makanan, terlepas dari tangannya, hingga isi dalam tas tersebut berserakan di lantai.Sontak saja Sean yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menoleh ke arah pintu. Secepat kilat dia mendorong tubuh wanita yang berada di pangkuannya, sehingga wanita tersebut jatuh di lantai dan berteriak kesakitan."Sayang!" seru Sean dari tempat duduknya, menatap kaget pada istrinya yang masih berdiri mematung di tempatnya.Seketika Celine tersadar. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya agar bisa meninggalkan tempat tersebut."Sayang, tunggu! Ini salah paham! Akan aku jelaskan semuanya!" seru Sean sembari beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istrinya.Celine berlari tanpa mendengarkan perintah suaminya. Bahkan air matanya mengiringi langkah kakinya meninggalkan ruangan sang suami
Dave menatap iba pada wanita cantik yang sedang berurai air mata di hadapannya. Tangisan adik iparnya itu, seolah mengiris hatinya. "Kenapa aku bisa mempunyai adik sebodoh dia? Bodoh sekali dia, menyia-nyiakan wanita secantik dan sebaik kamu," ujar Dave dengan kesalnya menatap pintu ruangannya.Jemari lentik Celine dengan cepatnya mengusap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya, tatkala mendengar ucapan dari kakak iparnya. Dalam hati dia sungguh menyesalkan kedatangannya ke kantor suaminya. Akan tetapi, ada rasa sedikit bersyukur karena dia memergoki suaminya bermesraan dengan wanita lain. "Lebih baik mengetahuinya sekarang daripada tidak sama sekali. Meskipun ini sangat menyakitkan, tapi aku harus bisa mengatasi rasa sakit ini sekarang. Mungkin Tuhan tidak memberikan kami anak hingga detik ini karena kasihan padaku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya apabila aku memergoki mereka pada saat aku dalam keadaan hamil atau sesudah melahirkan," ucap Celine dengan suara ya
Brak!"Apa dia marah padamu?" tanya wanita cantik bertubuh seksi yang sedang duduk di sofa ruangan Sean sambil menyilangkan kakinya.Sean menatap ke arah wanita tersebut setelah melampiaskan kemarahannya pada pintu. Dia menghela nafasnya, kemudian berkata,"Aku tidak bisa menemukannya. Entah ada di mana dia sekarang. Bahkan teleponku tidak diangkat olehnya."Wanita cantik itu tersenyum, dan beranjak dari duduknya. Dia berjalan berlenggak-lenggok menghampiri Sean, dan melingkarkan kedua tangannya pada leher pria tampan berstatuskan suami Celine."Tenanglah. Dia sudah dewasa. Aku yakin dia baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum, dan mengedipkan sebelah matanya. Sean melepaskan tangan wanita tersebut, seraya berkata,"Dia istriku. Sudah sewajarnya jika aku mengkhawatirkannya.""Lebih tepatnya istri yang tidak bisa memberikanmu seorang anak," ucap wanita tersebut, sambil menatap genit pada Sean."Raisa, jangan membahas itu lagi," tukas Sean disertai helaan nafasnya.Raisa, wanita cant
"Berani-beraninya Sean melakukan itu di dalam ruangan kantornya!" Dave mengeram kesal melihat apa yang dilakukan adiknya bersama dengan wanita yang sangat dikenalnya. Tidak heran jika Dave mengenal Raisa. Sejak wanita itu berpacaran dengan Sean, hampir setiap wanita tersebut berada di rumah keluarga Mayer. Bahkan semua anggota keluarga mereka sangat mengenalnya.Beberapa detik kemudian, Dave tersenyum licik. Pandangan matanya tidak lepas dari layar laptopnya. "Tidak ku sangka, seorang Sean bisa melakukan ini dengan wanita yang bukan istrinya," ucapnya disertai seringainya.Tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara dering ponselnya. Diambilnya ponsel itu, dan segera diangkatnya, setelah melihat nama si penelepon ya g tertera pada layar ponselnya."Halo."'Dave, apa kamu berada di kantor bersama dengan Sean dan istrinya?' tanya seorang wanita dari seberang sana."Iya, Ma. Kemungkinan besar kita akan tidur di kantor."'Kenapa kalian harus menghabiskan hidup kalian sepanjang hari di kanto
"Apa kamu akan kembali dengannya?" tanya Dave dengan tatapan menyelidik pada adiknya.Sean menatap dingin manik mata kakak kandungnya. Dia merasa sedang dihakimi saat ini."Aku tidak mengerti maksudmu, Dave. Lebih baik kamu kembali saja ke ruangan mu.""Kamu mengusirku, Sean?" tanya Dave sambil menyeringai.Sean menghela nafasnya. Dia mengalihkan perhatiannya pada pekerjaannya, dan berkata,"Tidak mungkin seorang , Mayer bisa bersantai tanpa mengerjakan apa pun.""Aku memang sibuk, tapi aku menyempatkan diri untuk memperingatkan adikku tercinta agar tidak menyesal jika kehilangan wanita baik yang selama ini berada di dekatnya."Setelah mengatakan hal itu, Dave dengan segera beranjak keluar ruangan tersebut, meninggalkan adiknya yang masih tercengang mendengar ucapannya.Sean menatap punggung kakaknya dengan penuh tanya, seraya berkata lirih,"Apa dia tahu kedatangan Raisa di ruanganku?" ******************Di tempat lain, seorang wanita cantik berdiri di depan jend
'Sayang, cepat transfer uang sejumlah yang aku minta tadi,' rengek Raisa melalui telepon."Kenapa jumlahnya begitu besar, Sayang?" tanya Sean mengingat nominal angka pada pesan yang dikirimkan Raisa padanya.'Kamu perhitungan sama aku?' tanya Raisa yang terdengar sedang kesal padanya."Bukan begitu, Sayang. Hanya saja--"'Pelit sekali kamu. Baru juga segitu, tapi kamu sudah mengeluh. Bagaimana jika kita menikah? Pasti kamu akan melarang ku untuk membeli ini dan itu.'Mendengar keluhan kekesalan Raisa, membuat Sean teringat akan Celine. Istri sahnya itu, tidak pernah sama sekali meminta uang dengan jumlah sebesar yang diminta Raisa padanya. Dia hanya menerima uang yang diberikan oleh Sean, tanpa mengeluh kurang atau pun meminta lebih.'Sayang! Cepat transfer! Apa aku harus ke kantormu untuk mengambil uangnya?' rengek Raisa dari seberang sana."Baiklah, akan aku transfer sekarang," ucap Sean diiringi dengan helaan nafasnya.Tanpa mendengarkan perkataan dari sang mantan, Sean segera meng