Share

Jadilah wanitaku

Pesawat pribadi itu mendarat di bandar internasional negara Spanyol.

Pengaturan perjalanan Alden dari Robert berjalan sesuai rencana. Tanpa banyak bicara, pria arogan itu turun dari pesawat dan langsung dijemput beberapa pengawalnya.

Mobil mewah berwarna hitam melaju kencang membelah jalanan pusat kota negara Spanyol. Menuju sebuah Mansion mewah yang terletak di pinggiran kota. Saat mobil berhenti tepat di depan gerbang, mansion mewahnya terlihat sepi.

Alden pun turun dari mobil, memasuki ruangan di mana sebuah peti mati berada di tengah-tengah.

"Tuan," sambut seorang pelayan paruh baya, bertubuh tinggi.

Pria arogan itu diam tak menjawab, dan hanya menatap tubuh kaku di dalam peti.

"Masih cantik, seperti dulu," gumamnya.

"Urus pemakaman ibu ku dengan baik. Aku ingin pemakaman ini dilakukan tertutup. Jangan sampai media setempat mengetahuinya."

"Baik tuan, perintah anda akan saya lakukan."

Setelah beberapa tradisi keagamaan diikuti, pemakaman sang ibu dilakukan di halaman belakang mansion mewah itu. Hanya saja, pemakaman itu dihadiri sang putra tunggalnya dan beberapa pelayan saja. Tidak ada yang lain, hingga akhirnya pemakaman itu diiringi oleh hujan deras.

Walau Alden tak menangis, semesta seakan tahu gemuruh isi hatinya. Seakan hujan itu mewakili kesedihannya, dengan petir yang menggelegar dan bertalu.

Hari semakin sore, rinai hujan masih menemani pria arogan yang tertunduk bersimpuh di bawah batu nisan.

[ Mathillda Barnett

Lahir tanggal 21 Agustus 1956 ]

Dua puluh tahun yang lalu dia sudah mengalami hari-hari yang berat, hingga akhirnya diputuskan oleh sang ayah untuk mengirimnya ke Rumah Sakit Jiwa. Pukulan terberat untuknya saat itu.

Saat itu, usianya masih 9 tahun--masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian tapi dia harus kehilangannya terpisah sejak saat itu dengan sang ibu.

"Beristirahatlah dalam damai ibu," bisiknya pada batu nisan yang masih dipeluknya erat.

"Aku tahu, kau sedang berbahagia di sana. Rencana pembalasan yang aku simpan sejak 20 tahun yang lalu, telah aku lakukan. Ini baru permulaan lihatlah apa yang akan aku lakukan, pada putri wanita yang telah menjadi awal kehancuranmu ibu," lanjutnya lagi sambil tersenyum licik--membayangkan penyiksaan apa lagi yang akan dia lakukan pada gadis bergaun satin di malam kemarin itu.

****

"Tuan Alden Barnett, selain aset dan kekayaan yang ditinggalkan sebagai warisan oleh ibu anda yang semuanya atas nama anda. Namun, ada sebuah surat yang ingin dia berikan untukmu. Sebelum dia menghembuskan napas yang terakhirnya, dia ingin kau membaca sebuah surat yang sangat ingin dia sampaikan padamu."

Seorang notaris telah duduk di hadapan 'Alden Barnett'--putra pewaris tunggal kerajaan bisnis Diamond Corporation. Tak akan ada yang sanggup untuk menyaingi kekayaannya.

"Surat?"

"Ya, saya diminta untuk memberikannya pada anda saat dia telah tiada." Notaris itu memberikan sepucuk surat bersampul merah jambu padanya.

Tanpa memperdulikan pembicaraan sang notaris itu lagi, Alden segera membuka dan membacanya.

[ Putraku Alden Barnett, saat kau membaca surat ini. Aku yakin kau masih meratapi kepergian ku.

Dalam surat ini aku ingin mengungkapkan sebuah rahasia di masa laluku. Yang adalah dosa yang aku bawa hingga aku kembali ke sang Pencipta.

Saat aku hidup, aku sangat malu untuk menceritakan hal ini kepadamu. Dan kini, saat yang sungguh tepat untukmu segera mengetahui kebenarannya.

Sebenarnya, aku ibumu telah melakukan kesalahan di masa lalu pada Viona, sahabatku, yang kini telah menjadi istri keluarga Dawson.

Aku telah merenggut cinta pertamanya, yang adalah ayah kandungmu. Mereka saling mencintai, namun aku memisahkannya.

Sungguh kesalahan itu membuat aku tersadar bahwa cinta ayahmu hanya kepada Viona. Semua membuat aku depresi dan stres atas rasa bersalahku pada Viona dan ayahmu yang kini telah berpulang terlebih dahulu dariku.

Saat ini, aku meminta padamu, untuk pertama dan yang terakhir kalinya. Untuk menebus kesalahanku pada Viona dan almarhum ayahmu, carilah putri Viona. Jadikan dia ratu dalam hidupmu.

Perlakukan dia seperti kau memperlakukan mommy dengan penuh kasih sayang. Dan, bersumpahlah atas nama ibu, jangan pernah membuat gadis putri Viona itu menangis. Jadikan air matanya berharga seperti berlian dan permata, yang tak boleh jatuh di pipinya bagimu."

Ibu yakin, kamu pasti bisa melakukannya untukku.

Salam sayangku untuk putraku Alden Barnett. ]

Tanpa disadari, sebuah tetesan air mata lolos begitu saja di sudut mata seorang Alden Barnett.

Sambil meremas surat pemberian ibunya, dia memukul meja kerjanya dengan begitu keras. Bahkan, tindakannya membuat notaris yang sejak tadi duduk di hadapannya terkejut.

"Tuan Alden apa ada masalah?"

Tanpa menjawab dia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Robert, asisten pribadinya.

"Halo tuan."

"Katakan padaku, di mana posisi Diamond Cruises sekarang!"

"Sepertinya, setelah Anda turun dari kapal, Diamond Cruises langsung berlabuh kembali tuan."

"Segera siapkan helikopter, bawa aku ke sana," perintahnya dingin.

"Ada apa tuan, apa ada masalah?"

"Lakukan perintahku, atau aku akan memukulmu dengan tanganku," teriak Alden dengan keras penuh emosi.

"Baik, tuan. Akan saya lakukan."

Robert sudah sangat mengenal sikap arogan dan kasar sang tuannya. Dia tetap tenang menyikapi perintah tuannya itu.

Satu jam kemudian, Alden Barnett telah berada di sebuah helikopter menuju kapal pesiar mewah yang sedang berada di tengah samudera--membawa para penumpangnya menuju keliling dunia impian dengan kemewahan yang disajikan.

Sepanjang perjalanan, hatinya merasa tak tenang.

Dia terus menggigit jarinya. Baru pertama kalinya dia merasa gugup, apa yang harus dia lakukan jika bertemu wanita yang terakhir kalinya dia biarkan begitu saja terbaring tanpa busana di atas ranjangnya?

Kalimat permintaan maaf seperti apa yang harus dia katakan jika akan berhadapan kembali dengan gadis itu?

Seumur hidupnya, dia tak pernah mengucapkan permintaan maaf pada siapapun. Bahkan, pada sang ibu yang sangat dia cintai sekali pun.

"Jadilah wanitaku, dan aku akan membantumu membalaskan dendam kamu pada saudari tiri yang telah menjualmu padaku," lirih Alden seolah latihan.

"Ya, tepat!" teriaknya mendapat ide.

"Tuan, apa ada masalah?" Robert bertanya tak mengerti dengan teriakan tuannya.

Namun, pria arogan itu hanya mengangguk, tersenyum, lalu menjentikkan jarinya ke kursi tempat duduknya.

Merasa ada jalan keluar untuknya saat ini, dia bisa memejamkan matanya walau untuk sebentar.

Perasaan opitimis untuk bisa memperbaiki keadaan.

****

Helikopternya sudah mendarat dia atas landasan milik Diamond Cruises.

Alden Barnett turun lalu berniat menuju kamar royal suite milik pribadinya. Dimana gadis yang dinodainya tiga malam yang lalu berada.

"Robert, siapkan bagiku makan malam romantis dan jangan ada satu pun kesalahan yang kau buat," pintanya pada asisten kepercayaannya sejak dia berusia 17 tahun.

Robert hanya mengangguk patuh dan menuruti keinginan tuannya.

Saat Alden Barnett membuka pintu kamarnya, tak ada tampak apa pun di sana.

"Robert, tanyakan pada pelayan di mana gadis yang berada di kamar ini berada. Apa dia sedang jalan-jalan mengelilingi kapal?"

Tanpa bersuara Robert lalu memanggil bawahannya.

"Maaf tuan, apa gadis yang tuan maksud adalah gadis yang melompat terjun ke laut saat kapal mulai berlabuh kembali di pelabuhan Yunani?"

Suara pelayan itu langsung mengganggu pikiran seorang Alden Barnett, yang secara langsung mendengarnya.

Robert hanya mengendikkan bahunya. "Bukankah, saat aku bertanya apa yang harus aku lakukan pada gadis itu, tuan tak ingin memperdulikannya lagi?"

Mata Alden Barnett mendadak menjadi merah menyala, menahan amarah. "Apa kau bilang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status