Pesawat pribadi itu mendarat di bandar internasional negara Spanyol. Pengaturan perjalanan Alden dari Robert berjalan sesuai rencana. Tanpa banyak bicara, pria arogan itu turun dari pesawat dan langsung dijemput beberapa pengawalnya. Mobil mewah berwarna hitam melaju kencang membelah jalanan pusat kota negara Spanyol. Menuju sebuah Mansion mewah yang terletak di pinggiran kota. Saat mobil berhenti tepat di depan gerbang, mansion mewahnya terlihat sepi.Alden pun turun dari mobil, memasuki ruangan di mana sebuah peti mati berada di tengah-tengah."Tuan," sambut seorang pelayan paruh baya, bertubuh tinggi. Pria arogan itu diam tak menjawab, dan hanya menatap tubuh kaku di dalam peti."Masih cantik, seperti dulu," gumamnya."Urus pemakaman ibu ku dengan baik. Aku ingin pemakaman ini dilakukan tertutup. Jangan sampai media setempat mengetahuinya.""Baik tuan, perintah anda akan saya lakukan."Setelah beberapa tradisi keagamaan diikuti, pemakaman sang ibu dilakukan di halaman belakang
Alden mengeratkan rahangnya menahan amarah. Bagaimana pun ini di luar dugaannya. Bagaimana seorang gadis bisa berani melompat ke laut dengan ketinggian kapal lebih dari 50 meter. Alden mengacak rambutnya frustasi. Sambil berteriak meluapkan emosinya.Robert hanya menatap bingung pria 29 tahun di hadapannya. Tiga hari yang lalu dengan arogannya dia tak memperdulikan gadis itu, apa lagi saat dia meninggalkannya gadis itu dalam keadaan memprihatinkan. "Tuan, meja makan malam anda sudah di siapkan. Apa anda perlu penambahan fasilitas lagi?"Seorang pelayan restoran VIP datang menghamoiri Alden. Karena dia tak ingin sesuatu kesalahan akan terjadi. Jadi, dia ingin memastikan apa yang dia siapkan sudah seperti keinginan sang Tuan."Batalkan semuanya!"Teriak Alden penuh emosi.Tanpa berkata lagi, pelayan itu memundurkan tubuhnya lalu berbalik pergi. Tak ingin mengambil resiko menjadi tujuan pelampiasan emosi sang Tuan."Tenanglah Alden, apa yang kau lakukan? Hanya karena gadis eh, bukan wan
Tiga malam sebelumnya.Zanet mendengar suara pria yang sudah menodainya semalam. Namun tubuhnya sangat sulit di gerakkan. Tubuhnya dipenuhi lebam, apalagi wajahnya. "Tuan, bagaimana dengan wanita ini. Apa yang saya harus lakukan untuknya?"Terdengar siara asistrn pribadinya bertanya. "Terserah." Jawaban singkat pria itu mampu mengiris-iris hati Zanet.Lima belas menit kemudian, tak terdengar apa pun lagi setelah bunyi pintu tertutup.Zanet berusaha membuka matanya, namun matanya terasa sangat perih. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya agar bisa berbaring miring. Sekuat tenaga, dia berusaha untuk bangun, namun apa daya kekuatanya selemah itu.Zanet menangis, meratapi nasibnya. Sungguh kelakuan Isabel sangat tak manusiawi. Jika dia merebut Gio darinya, Zanet sudah merelakannya. Siapa sangka perbuatannya saat ini sungguh di luar dugaan.Menjualnya pada pria arogan. Dan berakhir di atas ranjang yang sungguh kemewahan kamar ini sempat membuatnya takjub, tapi tidak lagi. Satu kata yang
ByuurrrrrTubuh Zaneta mendarat dengan sempurna di air laut. "Kau apa yang kamu lakukan di sini," gertak seorang pria pada Sarah."Maaf tuan, aku sudah berusaha untuk mencegahnya, namun dia masih berusaha untuk melompat." Sarah memberi alasan yang masuk akal."Ya sudah, kembalilah bekerja, mungkin gadis itu sudah bosan hidup, dia terjun ke laut."Diamond Cruises telah berlabuh kembali. Sememtara Zanet berusaha berenang ke tepi.Zanet berusaha berenang sebisa mungkin. Berenang memang kesukaannya sejak kecil. Namun berenang dengan tenaga yang masih belum pulih sepenuhnya membuat dia hanya bisa menggerakkan tanganya ke atas dan kebawah. Lama-lama tenaganya semakin lemah dan kemudian berhenti bergerak.****Di sebuah restoran di pinggir pantai seorang wanita paruh baya, berpenampilan cantik dan anggun sedang duduk menikamati kopinya.Dia menyesap capucino miliknya dengan perlahan."Hai mom, apa sudah lama menungguku?"Seorarng pria tampan datang menghampiri wanita paruh baya tadi yang ma
Kini setiap hari Edric semakin sering mengunjungi vila. Membuat nyonya Grasia dan suaminya menggeleng tak mengerti."Ada apa dengan putra kita, Grasia?"Nyonya Grasia menggeleng tak tahu harus menjawab apa pertanyaan suaminya.Ini hari ketiga Edric datang lagi mengunjungi Vila."Bagaimana keadaan gadis itu bu?""Masih sama sayang, dia belum juga sadarkan diri. Sementara ibu sudah menyuruh para suruhan ibu untuk mencari tahu latar belakang gadis itu. Tetap saja sama, tak ada yang mengenalnya sama sekali. Mungkin dia dari tempat yang jauh dari kota ini," ucap nyonya Grasia.Edric mengangguk tanda setuju. Tak ada tanda-tanda gadis itu mau bangun dari tidurnya.Edric masuk ke kamar di mana gadis itu tertidur."Sudah tiga hari, tapi kau masih belum mau bangun. Apa kau begitu lelah hingga matamu masih terus ingin tertidur. Kasihan sekali hidupmu. Seberapa berat hidupmu hingga kau begitu hebat menanggungnya, dan kemudian berakhir di sini?"Edric menatap wajah gadis yang masih terbaring itu. E
Tenaga Zanet masih melemah, sepertinya uncle Bily menyuntikkan sesuatu yang membuat dirinya kembali merasa mengantuk. Matanya perlahan terpejam kembali. Hingga mimpi datang menyapa tidurnya."Kenapa dia tertidur uncle? Sudah satu minggu ini kenapa dia belum juga sadar?""Biarkan dia beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaganya. Semakin lama beristirahat, akan lebih baik untuk pemulihannya.""Bagaimana keadaan gadis ini, maksudku apa pikirannya masih waras. Mungkin saja gadis ini lari dari rumah sakit jiwa. Kita tak ada yang tahu asal usulnya. Bagaimana bisa kalian dengan mudahnya membawanya masuk ke dalam rumah ini," ucap istri uncle Bily yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar dimana Zanet terbaring."Tenanglah Liza, aku yakin gadis ini normal," jawab nyonya Grasia yang tak suka kakak iparnya datang dan berbicara mengada-ada.Nyonya Grasia tak pernah memiliki perasan negatif pada orang lain."Sudahlah, biarkan gadis ini beristirahat." Suami Grasia menenangkan dan meminta semua orang y
Edric mengernyitkan dahinya. Tak percaya seorang Alden menyebut kata gadis di bibirnya. Sungguh Edric merasa ada sesuatu yang terjadi pada Alden. Hingga dia berubah total. Jika biasanya pertemuan Alden dan Edric berbicara seputaran bisnis dunia, kali ini Edric harus merasa penasaran, urusan bisnis berhasil disingkirkan dengan sebutan seorang gadis."Seorang Alden menyebut 'mencari gadis' apa aku tak salah mendengar?" Sindir Edric secara halus.Alden menggeleng, kali ini dia benar-benar kehilangan fokusnya.Tapi melihat ekspresi wajah Alden, dia memang sedang resah memikirkan apa yang ada di dalam pikirannya. Sosok gadis seperti apa yang sanggup membuat Alden menjadi orang lain malam ini. Sifat arogan yang dominan berteriak keras di hadapan wajah orang dengan kasar, membuat Alden seakan membentengi dirinya dengan para gadis yang berusaha menggodanya. Tapi tidak untuk kali ini."Aku semakin penasaran, gadis seperti apa yang sedang kau pikirkan Alden. Tapi sebenarnya aku ragu, apakah gad
"Zanet, bangun sayang. Apa kau baik-baik saja?" Suara lembut nyonya Grasia di telinganya membuat perlahan Zanet membuka matanya.Dikeliling ranjangnya keluarga Dixton menunggu Zanet sadar sudah lebih dari tiga puluh menit."Grasia, bisakah kau mengikuti aku sebentar?"Nyonya Grasia menatap penuh tanya pada uncle Bily.Di ruang kerja milik Marko uncle Bily duduk dan meminta nyonya Grasia mendengarkannya."Sepertinya, nona Zanet sedang mengandung. Namun dia belum menyadarinya. Aku membutuhkan seorang dokter kandungan agar bisa memeriksa kehamilannya."Mata nyonya Grasia membola. Rasa iba dan kasihan menjalar di dalam hatinya. Tak menyangka jika Zanet akan mengalami hal seberat ini. Usianya masih sangat muda. Tapi dia sudah merasakan kepahitan yang luar biasa."Saat ini Zanet membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya. Kondisinya saat ini sedang tak baik-baik saja, ada tanda tanda dia mengalami trauma berat. Jika tak segera ditangani, bisa saja dia akan depresi dan berakhir di rumah sa