*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
“Nicole, kau sendirian?”Dua orang pemuda asing menghampiri seorang gadis cantik bernama Nicole. Mereka berdiri di sisi kanan dan kiri Nicole—seakan memblokir jalan gadis itu. Terlihat jelas tatapan mata Nicole menatap dingin dua pemuda asing yang mendekatinya.“Siapa kalian? Kenapa kalian bisa tahu namaku?” tanya Nicole sedikit bingung. Dia merasa dua laki-laki asing ini bukanlah teman sekelasnya, juga bukan kakak kelasnya. Gadis cantik itu berada di tengah-tengah pesta ulang tahun teman sekolahnya, namun tak menyangka ada banyak orang yang hadir.“Well, kami jelas saja tahu namamu, Nicole. Para laki-laki di sini banyak yang membicarakanmu. Mereka mengagumi kecantikanmu,” bisik salah satu pemuda itu. Nicole menatap tajam dua pemuda itu. “Tolong jangan ganggu aku. Aku tidak ingin diganggu.” Lalu, gadis itu memilih beranjak dan hendak pergi meninggalkan pesta, namun tangan Nicole dicengkram kuat oleh salah satu laki-laki di sisi kanannya.“Come on, Nicole. Kau bisa habiskan pesta bers
Nicole merasakan pusing luar biasa kala membuka mata. Tubuh gadis itu terasa remuk seperti tengah melakukan aktivitas berat. Sesekali, Nicole meringis merasakan titik sensitive-nya begitu perih dan sangat sakit. Gadis itu seakan mendapatkan pukulan keras hingga menimbulkan rasa sakit luar biasa.Perlahan ketika mata Nicole mulai terbuka, tatapan gadis itu terkejut melihat dirinya berada di sebuah kamar asing yang tak pernah dikenalinya. Raut wajah Nicole menegang penuh ketakutan. Detik selanjutnya, Nicole memberanikan diri melihat tubuhnya sendiri.Bagai tersambar petir, betapa terkejutnya Nicole mendapati tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Nicole melihat ke samping—menatap di sampingnya sudah kosong. Tak ada siapa pun di sana. Napasnya memberat. Debar jantungnya semakin berpacu kencang.Raut wajah Nicole pucat pasi. Ingatan gadis itu tergali mengingat dirinya mendatangi pesta, dan Oliver menghampirinya. Nicole meremas-remas rambutnya. Ingatan lainnya muncul di mana dirinya memi
“Nona Nicole, adik Anda meminta pesta pernikahan diadakan di outdoor. Beliau tidak mau di gedung,” ujar Sadie—asisten Nicole—memberi tahu.Nicole mengembuskan napas kasar. “Menyusahkan saja. Cuaca mendung seperti ini, aku harus melihat lokasi di outdoor. Apa tidak ada pilihan wedding venue lain?” Raut wajah Nicole menunjukkan kekesalan. Jika adik tirinya memilih wedding venue di outdoor dalam kondisi cuaca yang tak bagus, maka itu sama saja menyusahkan dirinya.Sudah sembilan tahun Nicole meninggalkan kota London. Sebuah kota yang memang Nicole tak ingin lagi untuk ditinggali. Nicole mendatangi kota London, demi permintaan Shania—adik tirinya—yang memintanya menjadi wedding organizer di pernikahan adik tirinya itu. Dia sudah menolak, tapi ayahnya terus mendesaknya.Selama ini, Nicole tak pernah memiliki hubungan baik dengan adik tirinya. Sejak kepergian ibunya, Nicole cenderung lebih tertutup. Luka di masa lalu meninggalkan kesesakan baginya hingga membuatnya meninggalkan kota London.
Nicole tersenyum samar seolah tak mengenali Oliver. Wanita cantik itu memilih membuang pandangannya, tak mau sama sekali melihat ke arah Oliver. Yang dia rasakan seakan telah ditikam belati tajam dari belakang. Menyakitkan, namun dia akan bertahan menahan sesak ini.“Oh, astaga, Nicole. Kau temani Oliver lihat-lihat dulu wedding venue di sini, ya? Aku lupa tadi belum menghubungi sekretarisku.” Shania mengalihkan pandangannya, menatap Sadie. “Sadie tolong kau ambilkan brosur di marketing. Brosurku ketinggalan di kamarku. Aku lupa membawanya.” Lanjutnya lagi memberikan perintah.“Baik, Nona Shania.” Sadie segera pergi dari tempat itu, bersama dengan Shania yang meninggalkan tempat itu.Ya, kini hanya ada Nicole dan Oliver. Mereka sekarang saling melemparkan tatapan satu sama lain. Jika Oliver menatap Nicole dengan tatapan penuh arti, lain halnya dengan Nicole yang menatap Oliver dengan tatapan penuh kebencian dan amarah.“Maaf, aku harus pergi.” Nicole hendak meninggalkan tempat itu, na
Tubuh Nicole terperosot jatuh menyentuh lantai dengan derai air mata yang berlinang deras. Hatinya sesak luar biasa mengingat dirinya kembali bertemu dengan Oliver. Sembilan tahun Nicole pergi menjauh dari London, tapi kenapa dirinya harus kembali di pertemukan dengan pria itu? Luka di masa lalunya belum sembuh, dan sekarang sudah menambah luka baru.Hal yang tak pernah Nicole sangka adalah Oliver menjadi calon suami adik tirinya. Selama ini, Nicole memang sudah benar-benar meninggalkan kehidupannya di London. Termasuk tentang kehidupan keluarganya atau pun perusahaan keluarganya.Nicole menyeka air mata yang menetes jatuh di pipinya. Nicole memiliki harapan keinginan agar dirinya tak lagi bertemu dengan Oliver, tapi apa mungkin? Posisi Oliver saat ini adalah calon suami Shania. Dia ingin sekali kembali ke Swiss, dan membatalkan menjadi wedding organizer adik tirinya itu, tetapi semua itu tak mungkin. Ayahnya pasti akan marah padanya.Tak ada yang mengerti akan posisi Nicole. Pun kisa