Share

Bab 5. Ciuman Tak Disengaja

Tubuh Nicole terperosot jatuh menyentuh lantai dengan derai air mata yang berlinang deras. Hatinya sesak luar biasa mengingat dirinya kembali bertemu dengan Oliver. Sembilan tahun Nicole pergi menjauh dari London, tapi kenapa dirinya harus kembali di pertemukan dengan pria itu? Luka di masa lalunya belum sembuh, dan sekarang sudah menambah luka baru.

Hal yang tak pernah Nicole sangka adalah Oliver menjadi calon suami adik tirinya. Selama ini, Nicole memang sudah benar-benar meninggalkan kehidupannya di London. Termasuk tentang kehidupan keluarganya atau pun perusahaan keluarganya.

Nicole menyeka air mata yang menetes jatuh di pipinya. Nicole memiliki harapan keinginan agar dirinya tak lagi bertemu dengan Oliver, tapi apa mungkin? Posisi Oliver saat ini adalah calon suami Shania. Dia ingin sekali kembali ke Swiss, dan membatalkan menjadi wedding organizer adik tirinya itu, tetapi semua itu tak mungkin. Ayahnya pasti akan marah padanya.

Tak ada yang mengerti akan posisi Nicole. Pun kisahnya dengan Oliver telah ditutup rapat. Ayahnya tak pernah tahu, karena selama ini ayahnya sibuk memikirkan istri barunya. Nicole selalu terjebak di dalam sebuah kegelapan semu yang menyakitkan.

“Apa yang harus aku lakukan?” Nicole menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Selama ini wanita itu selalu berusaha di depan semua orang bahwa dirinya baik-baik saja, namun kenyataan yang ada adalah Nicole sangat rapuh. 

Hati Nicole sesak luar biasa kembali melihat Oliver. Berjuang menghapus bayang-bayang gelap di masa lalunya, tidaklah mudah. Hingga detik ini, Nicole belum pernah bisa untuk melupakan bayang-bayang gelap di masa lalu. 

Percakapan Oliver dengan teman-temannya, yang menjadikannya barang taruhan kerap terngiang di benak Nicole. Semua bagaikan seribu jarum yang menusuk tubuhnya. Rasa sakitnya telah menghancurkan kehidupannya.

Nicole mengatur napasnya berusaha untuk tenang. Perlahan wanita itu bangkit berdiri seraya menatap cermin—wajahnya kini memerah dan mata pun sembab. Sepasang iris mata silver Nicole menajam menatap lurus ke depan. Amarah dan kebenciannya semakin menjadi.

“Sejak kapan kau menjadi wanita lemah, Nicole?” gumam Nicole dengan penuh kebencian. Wanita itu meneguhkan dalam hatinya, bahwa dirinya mampu melewati semuanya.

Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Nicole mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Wanita itu menatap ke layar tertera nomor Sadie di sana. Dia menyeka air matanya. Ini bukan waktunya untuk bersedih. Tanpa pikir panjang, wanita itu menjawab panggilan telepon dari sang asisten.

“Ada apa, Sadie?” jawab Nicole dingin kala panggilan terhubung.

“Nona Nicole, maaf mengganggu Anda, tapi ada hal yang ingin saya sampaikan pada Anda, Nona,” ujar Sadie dari seberang sana.

Nicole mendesah panjang. “Katakan, apa yang ingin kau sampaikan padaku?”

“Begini, Nona. Nona Shania tadi baru saja menghubungi saya. Beliau bilang besok sore ini beliau mengajak Anda untuk melihat wedding venue indoor.”

“Apa harus besok sore?”

“Iya, Nona. Beliau meminta Anda mengantarnya besok sore.”

“Baiklah, kirimkan alamat wedding venue yang diinginkan Shania. Besok, aku akan segera ke sana.”

“Hm, Nona. Apa Anda ingin saya temani?”

“Tidak usah, aku sendiri saja. Kau selesaikan pekerjaan yang lain. Akhir tahun ini cukup banyak client yang meggunakan jasa kita, Kan?”

“Benar, Nona. Sepertinya sedang musim pernikahan.”

Nicole tersenyum samar. “Semua orang di dunia ini memang memiliki harapan menikah dan memiliki anak. Sayangnya, hidup terkadang tidak semanis dengan kenyataan yang ada.”

“Apa yang Anda katakan benar, Nona. Tapi bukankah setiap kehidupan memang selalu memiliki porsi masalah?”

“Ya, tapi tidak sedikit perselingkuhan dan perceraian, kan?”

Sadie langsung diam di kala Nicole menyinggung tentang ‘Perselingkuhan’ dan ‘Perceraian’.

“Aku tutup dulu. Aku ingin istirahat.” 

“Baik, Nona. Selamat beristirahat.”

Panggilan tertutup. Nicole kembali meletakan ponselnya ke tempat semula.

Nicole memejamkan mata sebentar seraya menyentuh dadanya. Rasa sakit dan nyeri itu begitu menyesakannya, namun Nicole berjanji akan menyelesaikan pekerjaannya di London dengan baik. Setelah semuanya selesai, maka dia akan kembali ke Swiss melanjutkan lagi kehidupannya di sana.

***

Nicole tak pernah merasa begitu berat menjalani pekerjaannya selain menangani pernikahan adik tirinya. Dia tak mungkin mundur. Semua akan rumit jika Nicole bersikeras untuk mundur. Ingin sekali dia meminta salah satu karyawannya untuk mengurus pernikahan adik tirinya itu, tapi tentu itu adalah hal yang tak mungkin. Shania pasti tak akan mungkin mau.

Nicole menatap sebuah hotel mewah yang ada di pusat London. Sore ini Nicole harus menemani Shania untuk melihat-lihat wedding venue. Entah Shania membawa Oliver atau tidak, dia memang tak mau bertanya. Dia telah memutuskan untuk menganggap tak pernah mengenal Oliver Maxton.

Nicole mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam ballroom hotel. Langkah anggun dengan kepala yang sedikit mendongak ke atas. Dan di kala Nicole baru saja tiba di depan ballroom hotel, seorang staff hotel melangkah menghampiri Nicole.

“Maaf, apa benar Anda Nona Nicole Tristan?” ujar salah satu staff hotel penuh sopan.

Nicole mengangguk. “Ya, aku Nicole Tristan.”

“Mari ikut saya ke dalam, Nona.” Staff hotel itu mempersilahkan Nicole untuk masuk ke dalam ballroom yang telah dipesan oleh Shania. Pun Nicole segera masuk ke dalam lobby hotel tersebut.

Namun, di kala baru saja Nicole masuk ke dalam ballroom, betapa terkejutnya wanita itu melihat Oliver Maxton berdiri sendiri tak jauh darinya. Raut wajah Nicole memucat. Dia membenci dengan kondisi di mana dirinya hanya berdua dengan Oliver.

“Tuan Maxton, Nona Tristan sudah datang,” ucap staff hotel itu pada Oliver.

Oliver mengangguk singkat. “Kau boleh pergi. Aku akan berkeliling ballroom ini dengan Nicole.”

“Baik, Tuan. Saya permisi, Tuan, Nona.” Staff hotel itu pamit undur diri dari hadapan Oliver dan Nicole.

“Hey, tunggu—” Nicole hendak mencegah staff hotel pergi, tapi Oliver sudah lebih dulu menahan lengan Nicole.

“Lepas!” Nicole menepis kasar tangan Oliver. 

Oliver melepaskan tangan Nicole sambil berkata, “Shania memiliki meeting mendadak. Dia harus menggantikan ayahmu meeting. Itu kenapa aku dia tidak bisa datang.”  

“Jadi maksudmu, hanya kita berdua di sini?” seru Nicole dengan sorot mata tajam.

Oliver mengangkat bahunya tak acuh. “Seperti yang kau lihat. Hanya kita berdua di sini. Shania tidak mungkin bisa datang.”

Nicole menahan rasa kesalnya. Wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas, dan segera menghubungi nomor Shania. Nicole butuh penjelasan langsung dari adik tirinya itu. Namun, sayangnya berkali-kali Nicole menghubungi adik tirinya itu, malah ada jawaban.

‘Shania sialan!’ uampat Nicole dalam hati.

Nicole mendengkus, dan menatap Oliver dingin. “Aku tidak akan lama di sini. Cepat kita berkeliling tempat ini!”

Oliver mengangguk setuju. Pria itu melangkah bersama dengan Nicole menelusuri ballroom hotel yang besar dan megah itu. Sebelumnya, OIiver sudah lebih dulu berkeliling ballroom ini dengan staff hotel.

“Berapa tamu undangan yang akan kau undang nanti?” tanya Nicole dingin.

“Mungkin 5.000 tamu. Aku belum bisa memastikan, ayahku dan kakekku memiliki banyak rekan bisnis. Ditambah keluargamu,” jawab Oliver datar.

“Konsep apa yang kau dan Shania inginkan?”

“Aku menyerahkan sepenuhnya padamu. Kau pasti jauh lebih tahu.”

“Tempat ini bagus. 5.000 tamu pasti sangat cukup. Tapi kalau kapasitas lebih dari 5.000 tamu, aku rasa tempat ini kurang cocok.”

“Kenapa kau pindah ke Swiss, Nicole?” Tiba-tiba saja Oliver menanyakan ini pada Nicole. Pria itu tak lagi membahas tentang pernikahan.

Nicole terdiam sebentar mendengar pertanyaan Oliver. “Aku pindah ke mana pun adalah hakku. Jangan mencampuri urusan pribadi dengan urusan pekerjaan.”

“Kau masih membenciku karena kejadian dulu?” Oliver bertanya dengan serius.

Nicole menatap dingin Oliver. “Kejadian apa maksudmu? Sebaiknya kita tidak membicarakan hal lain, selain seputar pernikahanmu.”

Nicole berbalik, dan hendak pergi meninggalkan Oliver, namun seketika Nicole terperanjat terkejut kala lampu mati. Dia langsung bersimpuh di lantai dengan teriakan melingking ketakutan.

“Akhh!” Nicole berteriak keras seraya meremas rambutnya. Bahu Nicole bergetar melihat dirinya berada tempat gelap gulita. Teriakan bercampur tangis itu sontak membuat Oliver terkejut.

“Nicole.” Oliver menghampiri Nicole, pria itu bersimpuh dan berusaha menenangkan Nicole. Tapi sayang, Nicole tetap menjerit keras ketakutan seakan dirinya berada dalam bahaya.

“Nicole, ini hanya mati lampu. Tenanglah. Sebenyar lagi lampu akan menyala.” Oliver kini memeluk Nicole agar wanita itu jauh lebih tenang.

Nicole terus berteriak, menangis histeris. Sekalipun, Oliver sudah memeluknya tapi tetap wanita itu ketakutan. Detik itu juga, Oliver menangkup kedua pipi Nicole dan membungkan bibir Nicole dengan bibirnya.

Perlahan jeritan Nicole tak lagi terdengar kala Oliver melumat bibir Nicole. Bibir Oliver memagut bibir Nicole atas dan bawah bergantian. Lidah pria itu mendesak masuk membelai langit-langit bibir Nicole.

Nicole berusaha untuk melepaskan diri dari lumatan bibir Oliver, namun pria itu tidak membiarkannya. Hingga dirinya hampir saja terhanyut ke dalam jeratan pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status