Share

Bab 4. Kebencian yang Mendalam

Nicole tersenyum samar seolah tak mengenali Oliver. Wanita cantik itu memilih membuang pandangannya, tak mau sama sekali melihat ke arah Oliver. Yang dia rasakan seakan telah ditikam belati tajam dari belakang. Menyakitkan, namun dia akan bertahan menahan sesak ini.

“Oh, astaga, Nicole. Kau temani Oliver lihat-lihat dulu wedding venue di sini, ya? Aku lupa tadi belum menghubungi sekretarisku.” Shania mengalihkan pandangannya, menatap Sadie. “Sadie tolong kau ambilkan brosur di marketing. Brosurku ketinggalan di kamarku. Aku lupa membawanya.” Lanjutnya lagi memberikan perintah.

“Baik, Nona Shania.” Sadie segera pergi dari tempat itu, bersama dengan Shania yang meninggalkan tempat itu.

Ya, kini hanya ada Nicole dan Oliver. Mereka sekarang saling melemparkan tatapan satu sama lain. Jika Oliver menatap Nicole dengan tatapan penuh arti, lain halnya dengan Nicole yang menatap Oliver dengan tatapan penuh kebencian dan amarah.

“Maaf, aku harus pergi.” Nicole hendak meninggalkan tempat itu, namun Oliver menahan lengan Nicole. Pria itu tak membiarkan Nicole pergi darinya.

“Lepas!” Nicole menepis kasar tangan Oliver, yang berani menyentuhnya.

Oliver menjauhkan tangannya, tak memaksa Nicole. “Shania meminta kita berkeliling tempat ini. Bersikaplah professional, Nicole.” Nada bicara pria itu tenang dan dingin.

Nicole mengatur emosinya. Wanita itu menyeka sudut mata yang hampir meneteskan air mata. “Alright, kita akan berkeliling melihat wedding venue ini.”

Nicole melangkah lebih dulu dari Oliver, melihat-lihat wedding venue yang akan disewa oleh Shania. Sialnya jalanan basah akibat terkena air hujan. Heels Nicole terpeleset dan nyaris tersungkur. Refleks, Oliver menangkap tubuh Nicole, tapi terlambat karena kaki Oliver pun terpeleset. Mereka berguling di tanah yang tak rata itu.

Oliver memeluk kepala Nicole erat, melindungi kepala Nicole agar tak terkena benturan. Hingga ketika tubuh mereka tak lagi berguling, tubuh wanita itu tepat berhenti di atas tubuh Oliver. Tampak keduanya masih bergeming. Posisi mereka begitu intim dan dekat. Bahkan tatapan mereka seakan hanyut satu sama lain, seakan tenggelam pada lautan luas.

Nicole terpaku membisu di atas tubuh Oliver. Manik mata silver-nya tak lepas menatap manik mata cokelat gelap Oliver. Tatapan mereka seakan hanyut tenggelam ke dalam aliran sungai yang entah berujung ke mana.

Nicole tak menyadari masih berada di atas Oliver. Bahkan Oliver pun sama sekali tak bergerak. Tangan kokoh Oliver masih melingkar di pinggang Nicole. Pun tatapan mereka tersirat bermakna dalam sampai membuat mereka melupakan keadaan sekitar.

Hingga kemudian tiba-tiba terdengar suara …

“Oliver? Nicole?” Shania yang baru saja selesai menghubungi sekretarisnya, terkejut melihat Nicole dan Oliver di tanah. Terlebih posisi intim dan dekat itu membuat Shania jauh lebih terkejut.

Tatapan Nicole dan Oliver langsung terhenti saat mendengar suara Shania. Buru-buru Nicole bangkit berdiri dari tubuh Oliver. Akan tetapi posisi Nicole sedikit kesulitan untuk bangkit berdiri. Detik itu juga, Oliver bangkit berdiri sambil membantu Nicole. Oliver memiliki tubuh yang tinggi dan gagah. Memudahkan pria itu untuk membantu Nicole berdiri.

Thanks,” ucap Nicole datar sambil menjauh dari Oliver. Dress di tubuh Nicole sedikit kotor akibat terkena tanah. Dia berusaha untuk tenang dan memasang wajah dingin. Dia mengalihkan pandangannya pada Shania yang sejak tadi masih menatapnya.

“Lain kali kalau kau pilih wedding venue gunakan otakmu dengan baik! Kenapa kau memilih outdoor? Cuaca yang tidak bagus seperti sekarang tidak cocok untuk mengadakan pesta outdoor. Lihatlah sekarang aku jadi terlepeset jatuh akibat ide konyolmu itu!” seru Nicole kesal pada Shania.

Shania berdecak pelan  tak terima di kala Nicole menyudutkannya. “Kau saja jalan tidak hati-hati. Kenapa juga kau memakai heels? Harusnya kau memakai flatshoes, bukan malah memakai heels.”

Nicole menatap dingin Shania. Tatapan tersirat menahan emosi dalam dirinya. Entah kenapa kali ini Nicole seakan sangat membenci Shania. Namun, dia mati-matian menekan amarah dalam diri yang hampir meledak itu.

“Nona Nicole?” Sadie yang baru saja tiba membawa brosur cukup terkejut melihat noda dress Nicole. Dress yang dipakai Nicole berwarna putih. Jadi tak heran kalau noda itu sangat terlihat jelas di tubuh bosnya itu.

“Sadie, ambilkan aku sandal jepit di mobil. Jalanan di sini licin. Aku tidak mungkin masih memakai heels,” ucap Nicole dingin, memberikan perintah.

“Baik, Nona.” Sadie segera pamit undur diri dari hadapan Nicole.

Tak selang lama, ketika Sadie kembali, dia segera menyerahkan sandal jepit yang sudah dia bawa untuk Nicole. Pun Nicole mengganti heels-nya menggunakan sandal jepit yang diantar oleh asistennya itu.

Nicole menatap dingin Shania dan Oliver. Sejak tadi memang Oliver hanya diam tak banyak bicara. Namun, meski tak banyak bicara, tatapan mata pria itu tak lepas menatap Nicole.

“Kalau kalian ingin menikah dengan konsep outdoor, carilah musim yang cuacanya bagus. Tidak sekarang,” ucap Nicole dingin.

“Jadi maksudmu, kau meminta kami untuk menunda pernikahan?”  Shania membalas tatapan dingin Nicole. Perkataan kakak tirinya itu membuat emosi dalam dirinya tersulut.

Nicole mendesah kasar. “Shania, tidak heran kalau kau lulus kuliah dengan nilai yang pas saja. Otakmu itu ternyata memang benar-benar dangkal. Aku memintamu untuk berpikir ulang konsep pernikahan di outdoor, bukan untuk menunda pernikahanmu,” jawabnya penuh ketegasan.

Shania tak terima mendapatkan jawaban penuh hinaan dari Nicole. Dia hendak menjawab, namun Oliver sudah langsung menginterupsi …

“Apa yang dikatakan Nicole benar. Cuaca sedang tidak bagus. Kita tidak mungkin menikah dengan konsep pernikahan outdoor.” Oliver melerai perdebatan antara Nicole dan Shania.

Shania mendesah kasar. Walaupun dia sangat menginginkannya, namun apa yang dikatakan Oliver dan kakak tirinya benar. Cuaca sedang tidak bagus. Tidak mungkin konsep pernikahannya outdoor, dalam kondisi cuaca yang seperti ini.

“Baiklah, aku akan memikirkan lagi konsep pernikahan,” jawab Shania datar, akhirnya setuju.

Nicole melirik arloji sekilas. “Aku tidak memiliki waktu. Aku harus kembali ke hotel.”

“Kenapa kau tidak pulang ke mansion, Nicole? Dad menanyakanmu,” ujar Shania seraya menatap Nicole.

“Katakan pada Dad, aku akan segera mengunjunginya, tapi tidak sekarang.”

“Apa sekarang kau sudah memiliki kekasih, Nicole?”

Pertanyaan Shania sukses membuat Oliver menatap Nicole dengan tatapan yang berbeda. Tatapan yang seolah menunjukkan bahwa Oliver ingin tahu lebih dalam tentang kehidupan pribadi Nicole.

Nicole tersenyum samar dan anggun mendengar pertanyaan Shania. “Tidak ada alasan untuk aku membuka kehidupan pribadiku. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama. Aku harus pergi dulu.”

Nicole berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Oliver dan Shania bersama dengan sang asisten. Tampak tatapan mata Oliver terus menatap punggung Nicole yang mulai lenyap dari pandangannya. Oliver masih tetap diam kala Nicole mengaku telah memiliki ‘Kekasih’.

“Ck! Kakak tiriku itu menyebalkan, Oliver. Jika saja, dia tidak memiliki hubungan darah denganku, aku malas sekali bertemu dengannya,” seru Shania kesal mengeluh pada Oliver.

Oliver terdiam mendengar keluhan dari Shania. Pria itu cukup dibuat terkejut akan perubahan sifat Nicole. Sosok gadis yang pendiam dan tak banyak bicara berubah menjadi wanita arogan dan tak tersentuh. Nicole seakan memasang pagar besi tinggi yang tak bisa tertembus oleh apa pun.

Oliver menatap Shania dingin. “Kenapa kau bisa menjadi adik tiri Nicole, Shania?” tanyanya ingin tahu. Selama ini yang Oliver tahu Nicole adalah anak tunggal.

“Alexa Tristan, ibu Nicole sudah meninggal sembilan tahun lalu karena sakit keras. Tidak lama ibu Nicole meninggal, ayah Nicole menikah dengan ibuku. Usiaku dan Nicole hanya berbeda satu tahun. Aku sudah ada sebelum ibu Nicole meninggal. Lebih tepatnya, sejak dulu ayahku dan ibuku berselingkuh di belakang ibu Nicole.”

“Jadi kau jangan heran kalau Nicole seperti membenciku. Dia masih belum bisa menerima kehadiranku. Membujuknya untuk kembali ke London saja sulit sekali. Dia selalu beralasan agar tidak kembali ke London. Sekarang, kalau kau bisa melihatnya ke London semua berkat ayahku yang memaksa Nicole untuk pulang. Kalau saja tidak ada bantuan ayahku, mana mungkin Nicole mau kembali ke London.”

Lagi, Oliver dibuat terdiam. Ternyata ibu Nicole sudah meninggal dunia. Setelah lulus sekolah menengah atas, Oliver memutuskan untuk ke Boston melanjutkan kuliah dan meninggalkan London cukup lama. Tak heran jika Oliver memang tak tahu sama sekali kabar tentang Nicole.

“Sejak kapan Nicole tinggal di Swiss?” tanya Oliver lagi. Harusnya pria itu tak peduli, tapi entah kenapa hatinya seakan mendorongnya ingin tahu tentang kehidupan Nicole dulu.

“Tidak lama setelah ibu Nicole meninggal dunia, Nicole pindah ke Swiss,” jawab Shania sambil memeluk Oliver. “Sudahlah, Sayang. Jangan lagi membahas kakak tiriku yang menyebalkan itu. Aku malas membahas tentangnya. Lagi pula hidupnya juga tidak ada yang menarik untuk dibahas. Lebih baik kita pergi sekarang. Aku ingin makan malam romantis denganmu.”

Oliver mengangguk merespon ucapan Shania. Pria itu melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Namun, tak bisa tertutupi wajah Oliver begitu menunjukkan tengah memikirkan sesuatu yang telah berhasil mengusik hati dan pikirannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status