Empat tahun dengan cepat telah berlalu, kehidupan di akademi sihir tidak terlalu berbeda.
Lancient yang tetap tak bisa menggunakan sihir tapi nilai akademiknya di bidang lain sangat unggul, lalu juga ada Aira yang telah tumbuh menjadi remaja yang cantik dan sering dijuluki sebagai “Si Gadis Jenius” karena pandai mengendalikan Mana.
Fennel cukup sering mengawasi mereka berdua.
Ada perubahan besar dalam hatinya yang perlahan sudah mulai terketuk, oleh debaran jantung yang selalu menggebu-gebu di dada saat melihat keatraktifan Aira.
Sekarang, Fennel mengerti kenapa Lancient selalu bilang padanya, kalau dia tergila-gila pada gadis polos itu.
Fennel menemukan dirinya sendiri juga terjerat ke dalam pesonanya Aira yang sangat luar biasa.
Akan tetapi, dia tidak boleh membiarkan perasaannya lepas kendali.
Dia tidak mau membiarkan dirinya menjadi tak tahu malu karena menyukai gadis yang sama dengan tuan mudanya itu.
Kalaupun memang perasaannya masih terus ada, maka dia hanya perlu mengambil langkah mundur dan mengalah saja.
Kehidupan dan kebahagiaan tuannya adalah dedikasi hidupnya.
Dia rela untuk berjalan di atas duri ataupun menyapu semua orang, sampai dirinya bermandikan oleh darah hanya demi menjadi pembawa kebahagiaan untuk sang tuan.
Dia tak pernah peduli sama sekali, jika memang tangannya akan terus melakukan pekerjaan kotor.
Apapun yang terjadi, seperti apapun kondisinya, Fennel dengan senang hati akan memprioritaskan kebutuhan orang yang ia layani daripada dirinya sendiri.
“Lancient, apa kau ada di dalam?”
Suara merdu semanis madu menginterupsi pendengaran Fennel.
Pintu kamar asramanya Lancient dibuka dari luar sehingga menampakkan sesosok gadis cantik, Aira.
Dia berdiri di ambang pintu, dengan kedua tangannya menenteng keranjang kecil berisi makanan ringan.
Fennel terdiam dari aktivitas membereskan tempat tidurnya Lancient.
Mata hijaunya bertemu dengan mata ivory milik Aira, mereka berdua saling menatap cukup lama sehingga menimbulkan kecanggungan.
“A-ah, ini … Sa-saya membuat beberapa camilan manis. Apa Anda tertarik untuk mencobanya, Sir Eglantine? Selagi makanannya masih hangat. Karena Lancient sedang tidak ada, maka bagaimana jika Anda saja yang memakannya? Makanan ini akan terasa tidak enak untuk di makan jika sudah menjadi dingin, jangan khawatirkan bagian Lancient, karena Saya akan segera membuatkan lagi yang baru untuknya.”
“Ah, itu ….”
Dengan malu-malu, Aira menyerahkan keranjang berisi makanan ringan buatannya kepada Fennel.
Hati Fennel kacau, dia dilanda kesulitan yang teramat sangat hanya untuk menentukan perasaan.
Di satu sisi, dia merasa tidak boleh terlibat dengan gadis itu lagi untuk kedepannya.
Akan tetapi, di sisi lain, … dia merasa tidak apa-apa untuk bersikap egois sesekali, karena dia juga seorang manusia normal yang mencari kasih sayang.
“Apa mungkin ini tidak sesuai dengan selera Anda? Kalau begitu tidak apa-apa, Saya akan membuangnya saja, jadi tidak perlu memaksakan diri.”
“Tidak, bukan seperti itu—!“
Dalam sekejap mata, Fennel secara alamiah mencegah Aira pergi dengan memegang pergelangan tangannya yang berukuran lebih kecil itu.
Sadar telah bertindak tidak sopan, segera saja Fennel melepaskan tangannya dan menunduk meminta maaf kepada Aira.
“Ah, My apologize. Maksud Saya adalah, Saya akan sangat menghargainya jika Anda memberikannya pada Saya. Padahal Anda sudah sangat bekerja keras dalam proses membuatnya, mengingat hasil kerja keras Anda akan di buang dalam sekejap mata, bukankah itu akan terasa sia-sia?”
“Te-hee, Anda sangat bermurah hati sekali, Sir Eglantine. Semua gadis muda pasti akan segera jatuh cinta pada Anda karena kesopanan Anda, begitu pun juga dengan Saya.”
“Eh, maaf?”
Aira meraih tangan Fennel dan menaruhnya di tali keranjang, kemudian, ditaruhnya telapak tangan yang selembut sutra itu di atas punggung tangannya Fennel.
Dipandanginya wajah pemuda tinggi yang memiliki ekspresi kaku itu dengan senyuman lebar, lalu Aira pun kembali berkata.
“Saya menyukai Anda … Sir Fennel Eglantine.”
Fennel tidak tahu apakah dia berhak merasakan kebahagiaan sesaat ini atau tidak?
Jika dia berterus terang dan mengharapkan Aira Qianzy menjadi miliknya, lalu apa yang akan terjadi dengan Lancient?
Fennel tidak boleh salah paham.
Mungkin saja Aira bilang menyukainya dalam hal perlakuannya terhadap orang lain, bukan mengatakan menyukainya sebagai seorang pria.
Namun, terlepas dari alasan apapun itu, jujur saja kalau Fennel sangat senang mendengarnya.
“Saya merasa terhormat.”
“Nah kalau begitu Saya pamit permisi dulu, semoga harimu menyenangkan, Sir Eglantine.”
“Anda juga, Young Miss.”
Aira pergi menuju ke asramanya kembali.
Sementara itu, Fennel menyimpan keranjang pemberian dari Aira di atas meja kecil yang berada tak jauh dari ranjang tempat tidurnya Lancient.
Ditatapnya keranjang itu dengan mata berbinar, lalu diambilnya sekeping camilan itu dan memakannya dengan penuh rasa.
Walaupun Fennel tidak suka makanan manis, dia tetap bersikeras untuk memakannya karena itu adalah pemberian dari orang yang sangat spesial.
“Hei Fennel, ternyata kau ada di sini? Aku mencarimu kemana-mana sedari tadi! Oh, dan apa itu? Kelihatannya enak."
Lancient yang baru saja muncul dari ambang pintu itu langsung berjalan ke arah Fennel, dan melihat keranjang camilan dengan mulutnya yang mengiler.
Saat Lancient ingin mencomotnya sedikit, Fennel segera menjauhkan keranjang itu dari tangan Lancient, lalu menyembunyikannya ke belakang punggungnya.
“Ah kenapa?! Bukannya kau tidak suka makanan manis seperti itu? Berikan padaku saja, aku akan memakannya menggantikanmu."
“Anda salah. Sebenarnya, Saya juga suka memakan makanan manis seperti ini, hanya saja tidak terlalu sering,”
“Sepertinya bukan itu alasanmu untuk memakannya. Hng … mencurigakan.”
Lancient menyipitkan matanya dan melihat Fennel secara saksama dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Lalu, mata birunya yang sejernih lautan itu melirik ke arah keranjang yang berusaha disembunyikan oleh Fennel darinya.
Lancient menarik sudut bibirnya, matanya menjadi melengkung seperti bulan sabit dan pikirannya akan Fennel telah dipenuhi oleh berbagai macam strategi jahil untuk mengerjai saudara tirinya itu.
“Itu pasti dari seorang perempuan, ‘kan? Woah, sudah kuduga! Fennel kita memang sangat terkenal di kalangan gadis. Tidak mengherankan sih, selain wajah tampan dan tubuh yang bagus, kau dapat menarik hati seorang gadis dengan mudahnya hanya dengan menggunakan suaramu itu.”
“Anda mengatakan sesuatu yang tidak penting, Your Highness.”
“Hei, hei Fennel. Beritahu aku dong, siapa gadis yang memberimu makanan itu? Apa gadis itu adalah orang yang kau suka?”
Fennel tersentak, netra zamrud itu bergetar tidak karuan saat Lancient terus-terusan mendesaknya untuk memberitahu siapa gadis yang memberinya keranjang camilan.
Sudah pasti itu adalah Aira, satu-satunya gadis bangsawan yang Fennel tahu karena dia lumayan dekat dengannya.
Tetapi, bagaimana caranya dia menjelaskannya pada Lancient?
Mungkin saja Lancient akan kecewa terhadapnya setelah mendengarkan penjelasan darinya itu.
“Iya benar, ini adalah pemberian dari seorang gadis yang Saya sukai. Tapi sayangnya, sudah ada orang yang lebih pantas dari Saya untuk menyukai gadis itu," kata Fennel tenang setelah memikirkan kata-kata yang tepat dengan penuh kehati-hatian.
“Woah, ternyata Fennel juga bisa jatuh cinta.”
“Tentu saja, Anda pikir … Saya itu apa?”
Lancient tertawa ringan dan menepuk-nepuk bahu Fennel bermaksud mengajaknya bercanda, karena saudara tiri sekaligus pengawal pribadi dan juga pelayannya itu, terlalu serius saat menanggapi semua pertanyaan darinya.
“Tapi Fennel, bukankah kau terlalu cepat menyerah? Jika kau memang menyukai gadis itu, maka seharusnya kau berusaha keras untuk mendapatkannya! Tak peduli siapa pun sainganmu.”
Fennel mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
Dilihatnya Lancient, yang telah tumbuh menjadi seorang remaja itu dengan mata lebar.
Dia tidak pernah menyangka kalau anak kecil yang selalu bermanja-manja padanya saat masih bocah, kini telah menjadi orang yang memberinya banyak saran selayaknya orang dewasa.
Kelegaan dan kebahagiaan yang dirasakan di dalam dadanya pun, naik ke atas wajahnya dan menciptakan segaris senyuman tulus.
“Bagaimana bisa Saya melakukannya? Lebih baik melajang selamanya ketimbang harus melakukan hal kejam seperti itu terhadap orang yang Saya hormati di dunia ini.”
“Huh? Sebenarnya, dari tadi itu … kau lagi membicarakan siapa sih? Membuatku bingung saja.”
“Bukan siapa-siapa, hanya mungkin … calon pemimpin suatu negara yang sangat hebat di masa mendatang?”
“Apa-apaan kau ini, tidak jelas,” cibir Lancient pada Fennel, karena tidak paham akan jalan pikirannya.
“KYAAAH—!“
Jeritan seorang gadis yang berasal dari halaman depan asrama putra terdengar sampai ke telinga Lancient dan Fennel
Mereka berdua langsung berdiri saking terkejutnya saat mendengar suara itu, karena mereka sangat mengenali betul siapa pemilik suara tersebut.
Banyak anak murid perempuan dan laki-laki yang berkumpul mengerubuti seorang gadis berambut hijau lumut panjang, yang tengah tersungkur di atas tanah memegangi kakinya yang terkilir.
Di sampingnya, berdirilah seorang gadis anggun bersurai biru cerah dan bermata emas berkilau, menatap gadis yang terduduk itu dengan rasa jengkel.
“Oh, bukankah gadis yang terkilir itu si jenius Miss Qianzy sang pemilik sihir cahaya? Dan gadis bermata emas itu adalah si pengendali sihir api yang terkenal akan keanggunan dan kepintarannya dalam berbagai aspek?!”
“Tapi, apa yang terjadi? Apakah putri bungsu dari keluarga Marquess Eiren yang terhormat itu sedang mencari masalah dengan Putri Viscount yang tak bersalah?”
“Sepertinya, Miss Eiren merendahkan Miss Qianzy. Bagaimana bisa orang berkuasa sepertinya menindas orang yang lebih lemah? Saya sangat mengasihani Miss Qianzy.”
Omong kosong tidak berguna dari orang-orang yang memperhatikan mereka berdua keluar begitu saja.
Padahal mereka sama sekali tidak tahu apapun mengenai kejadian yang sebenarnya. Namun, malah seenaknya menyimpulkan kejadian dan menyalahkan orang begitu mudah.
Sepasang mata emas gadis muda dari keluarga Eiren itu menatap tajam Aira dengan tatapan dingin.
Tangannya ia simpan di depan perut, dan dagunya ia angkat sedikit lebih tinggi.
Demikian itu adalah penampilan yang sangat berwibawa untuk seorang anak perempuan, yang usianya terbilang masih sangat muda.
“Bangunlah dan berhenti merengek seperti anak kecil, Miss Qianzy. Tingkah laku Anda yang sangat kekanak-kanakan itu, akan membuat semua orang salah paham terhadap orang yang ada di dekatmu ini. Jangan bilang … kalau Anda memang sengaja ingin membuat orang-orang ini salah paham terhadap Saya?”
“Uh … bu-bukan seperti itu, Sa-saya itu---“
“Ada apa ini?!”
Aira yang tengah menangis sesenggukan, merasa lega saat mendengar suara familiar yang semakin mendekat dan menghampirinya segera setelah melihat kondisinya. Itu adalah Lancient dan Fennel.
Lancient mendekap Aira erat dalam upaya menenangkan tubuh ramping gadis itu yang terasa gemetaran.
Sementara itu, Fennel berjalan ke arah “The Honourable Young Lady From Marquess Eiren’s Residence", lengkap dengan tatapannya yang mengancam.
“Apakah Anda bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi? Yang terhormat, Miss Darissa Na Eiren?”
Darissa Na Eiren, nona muda dari rumah Marquess Eiren yang terkenal akan mata emasnya itu menatap Fennel tanpa ekspresi yang jelas.
Sebagai putri kedua dari keluarga terpandang, dia selalu melakukan tindakan sekecil apapun itu dengan sangat baik agar tidak menimbulkan masalah atau gangguan kepada siapa pun, baik dirinya maupun orang lain.
Namun kini, orang-orang mencurigainya hanya karena ada gadis cengeng yang menangis di dekatnya, lalu menyimpulkan kalau dia adalah orang yang telah membuat gadis itu menangis?
Ha! Apa nona muda Qianzy itu sedang membuat lelucon? Itu sama sekali tidak membuatnya tertawa, melainkan membuatnya semakin merasa jengkel.
“My apologize, Sir Eglantine. Bukannya bermaksud menghindari masalah atau menyangkal sesuatu yang tak pernah Saya lakukan, akan tetapi, sepertinya … apapun yang akan Saya bilang, pasti tidak akan ada yang mempercayainya. Kalian semua akan terus menyalahkan Saya. Itu akan sangat membuat Saya merasa terhina. Melakukan hal yang sia-sia ini, tidak akan berguna sama sekali untuk keuntungan pribadi Saya. Bukankah Saya benar, Sir Eglantine?”
“Itu benar sekali, Young Miss! Anda tidak perlu membela diri jika dari awal memang tidak bersalah," tambah Maid pribadi Darissa yang ikut mendukungnya.
“Sepertinya Miss Qianzy ini masih ceroboh untuk seorang nona muda. Apa Anda tidak pernah belajar berjalan dengan benar? Atau itu memanglah hobi Anda untuk menginjak dan tersandung dengan apa yang Anda pijak? Baiklah, kita anggap jika Anda memang sering terjatuh tanpa keinginan Anda. Tetapi, untuk menangis kencang akibat luka yang Anda buat sendiri, bukankah itu sangat memalukan?”
Wajah sembab Aira memerah sempurna bagaikan sebuah tomat.
Aira lekas memeluk Lancient dan menangis di dekapannya yang hangat, karena merasa diperlakukan tidak adil dan dipermalukan di depan umum oleh Darissa.
Fennel mengepalkan tangannya, menahan kesal karena sudah dikalahkan oleh seorang gadis kecil yang menggunakan sepatah dua patah kata untuk memojokkannya.
Setelah berpamitan kepada Lancient, selaku orang yang berpangkat paling tinggi di antara kerumunan orang-orang sana, Darissa pun pergi melewati mereka tanpa lupa menanggalkan perkataan menusuk hati, bagi siapa pun yang mendengar.
“Waktu berhargaku terlewatkan begitu saja gara-gara orang pencari perhatian, ugh! Ayo pergi Poppy, perutku terasa mual jika berlama-lama di sini.”
“Seperti permintaan Anda, My Honourable Young Miss,” patuh Poppy sang maid yang merasa bangga akan nona yang dilayani.
“….”
“Hiks … uww … uwaaah!”
“Aira? Apa Kau merasa kesakitan? Mana yang sakit? Ayo kita segera obati lukamu!”
Lancient segera menggendong Aira ala seorang putri, dan membawanya menuju ruang perawatan dengan tergesa-gesa.
Sementara itu, Fennel mengikuti mereka dengan raut muka yang terasa pahit, akibat berusaha menyembunyikan perasaan perih dari dalam dadanya.
Ada keinginan kecil dalam lubuk hatinya yang tak bisa dia sembunyikan selamanya.
Andai saja dia datang lebih cepat, maka mungkin saja … dialah yang akan membawa dan merawat Aira, seperti yang dilakukan oleh Lancient sekarang.
•••
Darissa kembali beristirahat di kamarnya setelah seharian belajar mengendalikan Mana, untuk segera bisa menggunakan sihir api.
Hari ini jauh lebih melelahkan dari biasanya.
Mungkin, karena ada kejadian menjengkelkan tadi sore, sehingga darahnya terasa mendidih sampai rasa letih pada tubuhnya pun meningkat dua kali lebih banyak.
Saking kesalnya tadi, hampir saja dia benar-benar memukuli gadis sok polos itu menggunakan parasol miliknya.
Dia dicurigai telah mendorong gadis itu sampai-sampai membuat kakinya bengkak akibat terkilir, padahal itu salahnya sendiri yang jatuh akibat kecerobohannya dan tersungkur tepat di belakang Darissa.
Jika memang ujung-ujungnya dia akan tetap disalahkan seperti ini atas perbuatan yang tak pernah ia lakukan, akan lebih baik … jika dia sekalian menampar wajah yang dialiri air mata buaya itu menggunakan kipas lipatnya tadi.
“Miss, ada surat untuk Anda dari Lady Alesya.”
Poppy muncul membawa nampan berisi sepoci teh dan beberapa makanan ringan, tak terkecuali ada sepucuk surat juga terlibat di atas.
“Dari kakakku? Benarkah?”
Ekspresi mendung Darissa barusan, mendadak berubah drastis setelah mendengar nama kakak perempuannya disebutkan. Itu adalah surat dari kakaknya yang tersayang.
Penerus kekuasaan Marquess dan calon Marchioness muda, namanya adalah … Alesya Eilaira Na Eiren.
BRAKK!Suara meja rias yang digebrak, memenuhi ruangan tempat Aira menempati kamar tidur yang ia huni hanya untuk diri sendiri di tingkatan kelas 3-1 ini.Semakin ke sini, ia dibuat semakin kesal.Alih-alih dunia dan aturan di dalamnya mengikuti kehendaknya sebagai “tokoh utama” dalam semesta yang dipercayainya sebagai novel “Tame my possessive Fiancé” ini, gadis berambut hijau lumut itu malah semakin menjauh.“Grkk! Sialan!”Jangankan keinginannya semua tokoh laki-laki di dunia novel ini menyukainya.Satu saja yang sekiranya dapat ia goda, sungguh benar-benar tidak tersisa.“Semua ini, pasti gara-gara Eiren!”Awalnya, Aira tak dapat memungkiri itu.Dia tahu alasan mengapa putri bungsu Marquess Eiren yang masih bersekolah di akademi ini sama sepertinya, mendekati Pangeran Kerajaan Aethelred, Lancient, dengan lebih terang-terangan dan bukan karena memang sekadar teman dekat.Melainkan, dia seolah-olah ingat kehidupan masa lalu juga, dan mengambil langkah penuh kehati-hatian untuk antis
“Dengan ini aku mengesahkan, Pangeran Fennel sebagai kepala keluarga Eglantine yang sah.”Saat ini, Fennel tengah menekuk satu lututnya dengan sigap, menghadap kakak tirinya, Zelvin Re Aethelred dengan patuh, dan mendengarkan dengan saksama akan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutnya sebagai seorang raja.“Sambutlah rekan kebangsawanan kita, … His Grace, the Grand Duke of Eglantine.”Lalu, begitu mendengar penyambutan itu, Fennel pun lekas membangkitkan dirinya.Tak lama kemudian, ia memberikan salam kehormatan penuh kepada matahari Kerajaan Aethelred tersebut, seterusnya berbalik memberi salam kepada seluruh bangsawan lain.Termasuk di antaranya ….“Semoga keselamatan dan kebahagiaan, senantiasa memberkati Anda selalu, ….”… Alesya yang mengulas senyum bangga sembari sedikit menurunkan silangan lulutnya yang ditekuk, sebab tak bisa memberikan salam kehormatan ala biasanya akibat gaunnya terlalu ketat nan mencetak lekuk tubuh.“… Grand Duke.”Menyadari salam dari Alesya itu, F
GLODAK~! GLODAK~!Suara gemuruh dari roda kereta kuda yang berpacu dengan kecepatan sedang, membelah hiruk pikuk keramaian kota.Terdapatlah di dalamnya, putri sulung Marquess Eiren yang duduk sambil meremas rok gaunnya secara erat, dengan wajah bersemu begitu merah.Netra kuning keemasan seindah emas dihujani madu matang itu bergulir sejenak ke arah suatu benda pipih di sampingnya.Yakni, sebuah lukisan yang ia dapatkan sebelum memutuskan untuk pulang bersama sang pelayan pribadi.“….”Yakni, sebuah lukisan yang memuat gambaran suatu adegan, yang berhasil membuat wajahnya memerah lagi dan lagi setiap kali mengingat kejadian manis itu.Yaitu, adegan saat Grand Duke muda Eglantine mengecup ujung rambutnya yang setengah dikepang.“Bagaimana? Anda menyukainya, kan?” Tanya Poppy, pelayan pribadi Alesya di seberang tempat duduk, memasang ekspresi wajah yang jahil.“H-Huh?! A-apanya?” Tentunya, atas pertanyaan yang tiba-tiba lagi terdengar ambigu itu, telah membuat Alesya gelagapan tidak m
“Akan terasa tidak nyaman jika rambut Anda menjuntai selagi asyik memakan camilan, bukan? Oleh sebab itu, akan lebih baik jika Anda mengikatnya untuk sementara waktu.” Alesya kira apa, ternyata ini toh yang dimaksudkan untuk dipakai olehnya tadi? “Apa Anda ingin memanggil pelayan pribadi tadi, dan membiarkannya membantu memakaikan ini?” SRAKK~! Fennel membuka dan mengeluarkan isi dari kantung kain itu. Terdapat banyak manik-manik kecil berbentuk bunga krisan, satu sisir kecil, dan juga pita berwarna kuning cerah supaya serasi dengan warna gaun yang saat ini tengah dikenakan oleh Alesya. “Poppy ya? Dia pergi ke suatu tempat dan akan kembali lumayan lama, jadi … Saya pikir ….” Alesya menggantung kalimatnya sejenak, tuk menundukkan wajahnya yang terasa mulai bersemu kembali. Dia juga menempatkan kedua telapak tangannya di bawah meja, untuk meremas rok gaun demi menyalurkan rasa gugup tak menentu. Dengan suara yang samar lagi terdengar seperti melirih, gadis itu pun lanjut berkat
“….”Untuk beberapa waktu, Fennel mengerjapkan matanya beberapa kali selagi menahan nafasnya akibat merasa kaget.Sejujurnya, pemuda itu merasa bingung.Bukankah seharusnya Alesya merasa senang? Lantas, mengapa dia malah meresponsnya dengan meninggikan suara, serta menodongkan kepalan tangan kanan di depan mukanya sekarang???“Poppy?”“Ya? Saya mendengarkan.”Akhirnya, Fennel bisa bernafas lega kembali sewaktu Alesya menarik kepalan tangan dari depan muka, dan membalikkan badannya tuk menghadap lurus sang pelayan pribadi bernama Poppy.“Aku akan berada dalam pengawasan Tuan muda Eglantine, jadi … aku harap kau mengerti."Pelayan berambut merah ati dam bermata hijau apel muda itu menyunggingkan senyuman tipis.Dengan menundukkan kepala dan merundukkan sedikit badan, Poppy menekuk kakinya sedikit selagi mengangkat masing-masing sisi rok, tanda bahwa ia langsung menuruti titahan tanpa perlu mendengarkan penjelasan secara menyeluruh.“Selamat bersenang-senang, Milady.”Mendapati respons
“Mohon tunggu sebentar ya? Saya harus melayani beberapa pelanggan yang sudah datang lebih awal terlebih dahulu.”Sekali lagi, keadaan yang membuat suasana menjadi begitu canggung pun terjadi.Malahan, suasananya benar-benar menjadi jauh lebih kaku dari pada di luar tadi.“….”“….”Dikarenakan tempat duduk lain sudah dipadati oleh banyaknya pelanggan butik ini yang telah datang lebih awal, akhirnya … Fennel dan Alesya pun, berakhir duduk bersebelahan dalam satu sofa.Walau, yah … mereka agak menyisakan tempat kosong di tengah-tengah, sebagai sebuah jarak pemisah.GRTT~!Dalam waktu bersamaan, seperti saling berbagi pikiran, keduanya memalingkan muka masing-masing tuk melihat ke arah lain, … dengan kedua telapak tangan mengepal gugup di atas lutut.Meski begitu, sesekali … baik itu Alesya atau bahkan Fennel, keduanya sempat mencuri-curi pandang terhadap satu sama lain.Fennel terpana dengan betapa lucunya hidung Alesya yang kecil seperti hidung kucing. Sedangkan Alesya sendiri, dia terp