[”Waktu cepat sekali berlalu ya?
Lihatlah keluar!
Musim panas sekarang sudah menjadi kesekian kalinya yang aku lalui, tanpa keberadaanmu selama 4 tahun terakhir ini.
Ah, Aku kesepian tanpamu.
Kapan sih, adik kecilku yang manis itu kembali ke pelukan kakaknya yang cantik jelita ini?”]
“Hihi, kakak masih sama seperti biasanya. Selalu memuji dirinya sendiri di setiap surat yang ia berikan padaku! Apa dia tidak memikirkan kata-kata lain selain ini?”
Darissa terkikik kecil membaca surat dari kakaknya itu, sepucuk surat yang menjadi penebus rindu.
[”Kesehatanku sudah mulai membaik daripada sebelumnya.
Sekarang, aku tidak terlalu sering berbaring di kasur dan mengurung diri di kamar tahu!
Setelah kamu lulus dari akademi, ayo lakukan semua hal yang ingin kamu lakukan bersamaku dulu!
Seperti piknik di musim panas, menanam dan melihat bunga-bunga cantik di musim semi, berjalan bersama saling bergandengan tangan di bawah pepohonan yang daunnya mulai rontok di musim gugur, lalu membuat boneka salju di musim dingin!”]
Darissa tersentuh, sampai-sampai, ujung ekor matanya pun dibuat lembap.
Hal-hal yang disebutkan itu adalah semua yang ingin dia lakukan bersama kakaknya sewaktu kecil.
Namun, ia tidak bisa melakukannya karena kakaknya sering sakit-sakitan.
Darissa juga tak bisa sering bermain dengannya, karena Alesya lebih menghabiskan banyak waktu untuk beristirahat.
Alesya memiliki jantung yang lemah.
Terkadang, dia akan langsung jatuh sakit jika terlalu banyak bergerak atau berjalan sebentar, meskipun hanya beberapa meter.
Makanya, Alesya sering disuruh beristirahat dan berdiam diri di kamar saja, agar kondisinya tidak menjadi parah.
Bahkan di hari keberangkatan Darissa ke akademi pun, Alesya tak melangkahkan sejengkal dari kakinya tuk turun dari ranjang.
“Kakak lebih baik sekarang? Syukurlah kalau begitu. Aku sangat merindukan Kakak.”
[”Seperti apa yah penampilanmu sekarang?
Apa kamu jadi lebih mirip dengan ayah? Err … kurasa tidak.
Hm, mungkin mirip ibu? Atau malah mirip denganku?!
Ugh! Aku benar-benar tidak sabar menantimu pulang.
Seingatku, tinggimu dulu hanya sebatas bahuku, lalu bagaimana dengan sekarang? Apa kamu tumbuh lebih tinggi?
Aku dengar kalau biasanya, anak yang paling muda akan tumbuh menjadi lebih tinggi melampaui kakaknya.
Apakah itu berlaku juga padamu?”]
“Hm, coba kupikir dulu. Sepertinya kalau soal tinggi badan, … kakak masih tetap tinggi dariku.”
[”Darissa, apa kamu tahu?
Hari demi hari, ayah kita dilanda kegelisahan ketika memikirkanmu.
Dia selalu meminta pendapat kepada kami berdua soal apa yang harus dia lakukan jika suatu hari nanti, kamu pulang dari akademi membawa calon menantu.
Huh, padahal adik kecilku ini masih sangat muda untuk menikah.
Tapi, jika kamu membawa calon adik ipar untukku yang berkelakuan baik padamu, mungkin aku akan menyetujuinya!
Jangan terlalu dipikirkan, tapi … membayangkan memiliki keponakan perempuan yang mirip denganmu, sepertinya akan terasa menyenangkan!”]
“Apa-apaan mereka itu!” cicit Darissa kecil dengan wajah memerah.
[”Kamu akan pulang dalam 2 tahun lagi, kan?
Pasti debutante-mu di dunia sosialita aristokrat akan jatuh pada ulang tahunmu yang ke-16.
Ibu bilang, dia tidak sabar untuk mendandanimu dengan sangat cantik, tentu saja aku juga ingin ikut serta dalam pesta.
Membayangkan pergi ke pesta dansa bersamamu dengan memakai gaun yang berpasangan berdua saja, sudah membuatku gembira!
Makanya, belajarlah yang rajin lalu pulanglah dengan cepat. Kami sangat menantikan hari kepulanganmu!”]
["Dengan penuh cinta, untuk adikku yang tersayang.
Jaga dirimu baik-baik dan tetap sehat selalu, kakak mencintaimu.”]
“Alesya Eilaira Na Eiren,” gumam Darissa membaca nama yang tertulis dipojok surat, nama kakaknya yang dia kagumi.
•••
“Syarat untuk mewarisi gelar ayahku adalah memiliki pasangan dan menikah? Tidak masuk akal! Padahal ‘kan, Aku cukup mampu untuk mewarisi gelar itu tanpa harus menikahi seseorang!”
Di bawah temaramnya cahaya bulan, ada seorang pemuda yang sebentar lagi memasuki usia dewasa menurut peraturan kerajaan Aethelred, … yakni berumur 18 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
Rambut perak platinum yang warnanya tampak menyatu dengan sinar rembulan itu, terseok-seok secara acak dihembus angin dari jendela kamarnya yang sengaja ia buka.
Manik mata ungu amethyst kepunyaannya memandangi bulan yang menampakkan diri, menerangi bumi dalam wujud separuhnya saja.
“Dengan menikah, Anda bisa memperkuat kekuatan politik Anda karena terbantu oleh kekuatan politik dari keluarga istri Anda. Akan lebih baik jika Anda menikahi putri dari keluarga terpandang, Young Master Antshel,” saran Aide dari pemuda yang bernama Antshel itu.
“Ckk, merepotkan! Lalu, apa kau tahu gadis bangsawan mana yang masih lajang dengan latar belakang keluarganya yang cukup menjanjikan?”
“Ah, ada dua putri keluarga Marquess yang diketahui masih belum memiliki tunangan. Putri tertua bernama Alesya Eilaira Na Eiren, usianya 16 tahun, dia setahun lebih muda dari Anda. Kedua putri dari Marquess Eiren sangat terkenal akan kepintarannya dibidang akademik dan kesopanan, tak lupa pula dalam bidang tata krama. Nona Alesya sangat cocok dengan Anda, namun … sayangnya, dia memiliki riwayat penyakit lemah jantung,”
“Aku tidak tertarik untuk menikahi gadis berpenyakitan! Itu hanya akan menyusahkanku saja. Lalu, bagaimana dengan adiknya?”
“Be-begitu ya? Kalau begitu, soal Nona termuda putri Marquess Eiren. Namanya Darissa Na Eiren, 14 tahun, dan kini tengah berada di akademi sihir untuk belajar mengendalikan bakat sihir apinya.”
Antshel berpikir sebentar.
Sepertinya, adiknya akan jauh lebih berguna daripada kakaknya.
Darissa memiliki bakat mengendalikan sihir api yang di mana terbilang cukup legendaris di Aethelred.
Bukan hanya itu saja, gadis itu juga berasal dari keluarga Marquess yang mana pangkat derajatnya hanya setingkat lebih rendah dari pangkat seorang Duke.
Keuntungan yang akan ia raup akan sangat banyak jika dia bertunangan atau bahkan sampai menikah dengan Darissa.
Pertunangan politik tanpa cinta adalah ide yang bagus untuk rencananya merebut gelar “The Duke of Gracious” dari ayahnya.
“Baiklah, sudah kuputuskan. Aku akan melamar gadis itu dan memintanya untuk menjadi tunanganku di hari debutante-nya nanti.”
~•••~
CRUNCH~ CRUNCH~
“Your Highness, apa ini sudah menjadi hobi Anda? Membaca buku sampai larut malam?”
Fennel mengunyah biskuit rasa teh hijau, di sela-sela kebosanannya menemani Lancient membaca buku novel selama hampir tiap malam.
Lancient yang awalnya iseng-iseng membaca novel gara-gara apa yang Aira bilang 4 tahun lalu, malah keterusan membacanya dan menjadikannya sebuah kebiasaan.
“Ceritanya sangat menarik! Setiap novel mempunyai permasalahannya tersendiri, ada bagian-bagian tertentu yang membuatku ketagihan untuk membacanya lagi dan lagi!”
“Apanya yang menarik dari sejumput cerita begitu? Lebih baik jika Anda belajar saja! Itu akan sangat berguna untuk pengetahuan Anda.”
Lancient mendelik Fennel dengan tatapan tidak suka.
Sudah ia duga dari sebelumnya, kalau si pengawal pribadi sekaligus pelayanannya dalam mempersiapkan kebutuhannya sehari-hari itu, tak pernah tertarik dengan hal-hal yang berbau romansa.
Direbutnya piring berisi biskuit favorit Fennel, dan disembunyikan olehnya ke belakang punggung, persis seperti yang Fennel lakukan tadi sore.
“Your Highness! Kenapa Anda merebut makanan Saya?!”
Fennel, si pemuda yang selalu menyembunyikan semua perasaannya dari hadapan orang lain seperti saat dia marah, kesal, dan sedih terhadap seseorang itu, … akan menunjukkan sikap aslinya jika ada orang yang mengganggu acara makan kudapan favoritnya.
Dan lihatlah sekarang, pemuda itu sewot dan berisik sekali saat makanannya Lancient rebut.
“Oh ya, ada satu hal yang membuatku penasaran setengah mati karena Aku belum pernah melakukannya. Mungkin saja Fennel tahu ‘kan? Karena Fennel lebih tua dariku, pastinya kau sudah berpengalaman.”
“Anda membicarakan hal yang aneh lagi! Saya tidak peduli itu, pokoknya kembalikan makanan Saya!”
“Aih, kau ini! Baik, baik, aku akan mengembalikannya padamu asalkan jawab pertanyaanku dulu.”
“Urgh … baiklah. Apa yang ingin Anda tanyakan?”
Fennel yang tidak sabaran lagi menyetujui permintaan Lancient tanpa berpikir panjang, padahal dia tidak akan pernah tahu pasti dengan apa yang akan ditanyakan oleh Lancient itu, … karena dia hanya memikirkan makanannya saja.
“Hm, itu … aku penasaran. Seperti apa rasanya ciuman?”
“….”
Pemikiran tentang biskuit teh hijaunya tiba-tiba pecah berhamburan.
Otaknya mendadak kosong, dan mata zamrudnya itu melotot dengan tatapan suram.
Fennel sangat syok, dia menolak berbicara sejenak karena sedang mengumpati anak muda di depannya dari dalam hati.
“Katanya, saat berciuman dengan orang yang kau suka, adik kecilmu (?) akan berdiri keras dan membuat pikiranmu jadi liar. Orang yang pendiam dan tanpa emosi pun akan berubah menjadi buas saat berada di atas ranjang, lalu saat kau memasukkan ad—hmph!”
Dengan tangan gemetaran, Fennel membekap mulutnya Lancient rapat-rapat.
Walaupun tidak terlalu tahu, tapi Fennel benar-benar paham dengan arah pembicaraan kotor yang membuat wajah tegasnya menjadi terasa meleleh akibat hawa panas yang membakar.
Anak kecil itu seharusnya pikirannya masih polos!
Bagaimana bisa, Lancient mengatakan “Cara membuat anak kecil yang mirip denganmu, atau pasanganmu, atau bahkan perpaduan antara kalian berdua", begitu lantangnya tanpa ada rasa malu sedikit pun?
“Bagaimana … bagaimana bisa Anda mengetahui hal vulgar semacam itu, Your Highness?”
Lancient mengerjapkan matanya berkali-kali, menatap aneh reaksi tidak biasa dari Fennel yang membuatnya semakin penasaran.
Segera saja dihempaskan tangan yang menutupi mulutnya itu dan kembali berucap.
“Dari buku, tentunya.”
“Baiklah, Saya serius sekarang! Sepertinya buku-buku ini harus segera dimusnahkan karena telah berani-beraninya mengotori pikiran polos Anda, menjadi seperti itu. Jika Anda terus-menerus membaca ini, akan seperti apa nanti masa depan yang menanti Anda?! Saya takut Anda akan berubah menjadi orang cabul dan berakhir mengenaskan!”
“Hei, jangan lakukan itu! Kalau kau sampai berani menghanguskan buku-buku favoritku, maka aku akan memastikanmu agar tak pernah bisa makan biskuit teh hijau kesukaanmu lagi!” ancam Lancient.
Sepertinya ancaman yang dilayangkan sesaat setelah melihat Fennel merebut bukunya dan berniat untuk membakarnya sampai hangus itu, cukup berpengaruh untuk pemuda pencinta makanan pahit.
“Haah, tolong berpikirlah dengan serius tentang usia Anda dan batasan buku yang pantas dibaca oleh Anda. Kalau begini caranya, Anda malah akan menjadi dewasa sebelum waktunya! Itu tidak baik, Anda hanya perlu berkelakuan seperti anak seumuran Anda saja.”
“Apa salahnya jika membacanya sesekali. Aku membacanya untuk berjaga-jaga, em … mungkin? Ma-maksudku untuk persiapan agar tahu apa yang harus kulakukan di malam pertama pernikahanku suatu saat nanti.”
Lancient mengembalikan piring berisi biskuit itu kembali kepada pemiliknya.
Dengan cepat, Fennel pun segera melanjutkan acara makan kudapannya yang sempat terjeda tadi.
CRUNCH~ CRUNCH~
“Menikah? Anda sudah berpikiran sampai sejauh itu? Apa Anda sudah mempunyai seorang kandidat untuk dinikahi?”
“Tentu saja! Aku akan menikahi Miss Aira Qianzy suatu saat nanti! Dan sebelum itu, aku akan menjadikannya sebagai tunanganku terlebih dahulu!”
CRU~ NCH~
Berbanding terbalik dengan Lancient yang bersemangat dan memancarkan energi keceriaan, Fennel tiba-tiba berubah menjadi muram.
Dia berhenti mengunyah biskuitnya, dan hanya mengulumnya lalu menelannya tanpa berselera.
“Oh itu bagus! Apapun pilihan Anda, siapa pun yang Anda pilih, Saya sangat bersyukur. Saya akan senantiasa mendukung dan akan selalu mendoakan kebahagiaan Anda. Doa Saya adalah … semoga Anda bahagia.”
“Terima kasih, terima kasih Fennel. Kau memang yang terbaik!"
Walaupun dipuji begitu, Fennel tidak merasa senang.
Dia menutupi perasaannya yang terluka dengan mencoba tersenyum tipis seperti biasa.
Mengabaikan perasaan pribadi itu memanglah susah-susah gampang.
Kau hanya harus tersenyum lalu lupakan segalanya.
Namun, itu cukup menyebalkan jika dilakukan terus-menerus.
Bagaimana pun juga, perasaan manusia itu tidak akan mudah berubah begitu saja.
“Oh iya! Kau belum menjawab pertanyaanku! Sekali lagi, aku tanya padamu. Apa Fennel pernah mengalami hal luar biasa semacam ciuman atau yang lainnya?”
“Anda terkadang bersikap kurang ajar dan tidak sopan juga yah, Your Highness. Memangnya ini salah siapa? Saya ‘kan selalu bersama dengan Anda kapan pun dan ke mana pun Anda berada. Saya yang sesibuk itu bagaimana bisa mendapatkan seorang kekasih?”
“Lalu, bagaimana dengan gadis pemberi makanan ringan itu? Kau tidak menyukainya?”
Fennel terdiam tuk sesaat, hatinya benar-benar bimbang.
“Saya sudah bilang ‘kan? Kalau Saya akan lebih memilih melajang selamanya daripada merebut gadis itu dari orang lain yang juga menyukainya.” Fennel menggulirkan netra hijaunya ke lantai menghindari kontak mata dengan Lancient.
“Kalau begitu, cari gadis lain saja! Memangnya kau yakin akan tetap bertahan melajang seumur hidup? Apa kau tidak tertarik dengan hal-hal nakal yang bisa kau lakukan nanti kepada kekasihmu?”
“Mulai lagi, huh? Kenapa Anda terus mengatakan hal-hal yang aneh selama seharian ini?”
Lancient mengambil sekeping biskuit itu, dan meletakkannya di depan bibir Fennel.
Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membuat orang yang selalu mengomelinya karena terlalu sering membaca novel, agar ikut terjerumus bersamanya, membuatnya ikut-ikutan ketagihan dalam membaca kata demi kata manis dalam buku tebal bergenre romansa itu.
“Bayangkan, ada seorang gadis cantik yang kau sukai mengecupmu sebentar seperti ini, tepat di bibirmu. Bibir merah manisnya terasa lembut hingga membuatmu ingin menyesapnya sampai bengkak. Kau pun balas menciumi gadismu itu dengan lebih ganas, bahkan sampai beradu lidah. Lalu—!“
“—Your Highness!” Fennel membentak secara tegas, membuat Lancient tersentak.
“G-gulp!”
“Lekas tidur!” titah Fennel kemudian, sembari menunjuk bantal dengan pelototan.
“Ba-baik!”
Lancient paling merasa ketakutan kalau melihat orang setenang Fennel mulai marah. Itu akan menjadi hari terburuknya, jika dia tak langsung menuruti perkataan tersebut.
Hanya butuh waktu beberapa menit, Lancient sudah tertidur pulas dengan posisi tubuhnya yang meringkuk.
Fennel menghela nafas berat lalu membenarkan selimut Lancient hingga menutupi tubuh anak itu sampai batas leher.
Dia memungut buku yang dibaca Lancient tadi, dan sedikit mengintip seperti apa tulisan yang terus-menerus membuat tuan mudanya ketagihan untuk membaca.
“Kubuka satu persatu pakaian yang menempel ditubuh molek istriku. Kuciumi bibirnya penuh nafsu, lalu kualihkan bibirku menurun dan menghisap lehernya meninggalkan jejak merah. Dia men … desah dengan merdu membuat gairahku semakin meninggi. Lalu Aku pun—!“
—PPANG!
Buku itu dilempar ke sebarang arah tanpa ampun, karena Fennel merasa aneh saat membacanya.
Jantungnya berdebar tidak karuan, dan wajahnya menjadi merah padam.
Dia berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, namun, matanya tak bisa ia cegah untuk kembali melirik buku yang teronggok di lantai itu lewat sela-sela jari.
Pada akhirnya, Fennel pun lebih memilih untuk menyerah, lalu kemudian memungut buku itu kembali dan berniat membacanya juga.
“Aku hanya berniat membacanya untuk mengecek apa yang telah dibaca oleh His Highness Prince Lancient. Iya, benar! Tujuanku cuma itu.”
Dan pada akhirnya, setelah bergadang semalaman suntuk menamatkan buku itu, … Fennel pun menjadi ketagihan dan membaca buku novel lainnya dengan rate-R, setiap malam secara diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun.
Terutama Lancient.
***
“Akan terasa tidak nyaman jika rambut Anda menjuntai selagi asyik memakan camilan, bukan? Oleh sebab itu, akan lebih baik jika Anda mengikatnya untuk sementara waktu.” Alesya kira apa, ternyata ini toh yang dimaksudkan untuk dipakai olehnya tadi? “Apa Anda ingin memanggil pelayan pribadi tadi, dan membiarkannya membantu memakaikan ini?” SRAKK~! Fennel membuka dan mengeluarkan isi dari kantung kain itu. Terdapat banyak manik-manik kecil berbentuk bunga krisan, satu sisir kecil, dan juga pita berwarna kuning cerah supaya serasi dengan warna gaun yang saat ini tengah dikenakan oleh Alesya. “Poppy ya? Dia pergi ke suatu tempat dan akan kembali lumayan lama, jadi … Saya pikir ….” Alesya menggantung kalimatnya sejenak, tuk menundukkan wajahnya yang terasa mulai bersemu kembali. Dia juga menempatkan kedua telapak tangannya di bawah meja, untuk meremas rok gaun demi menyalurkan rasa gugup tak menentu. Dengan suara yang samar lagi terdengar seperti melirih, gadis itu pun lanjut berkat
“….”Untuk beberapa waktu, Fennel mengerjapkan matanya beberapa kali selagi menahan nafasnya akibat merasa kaget.Sejujurnya, pemuda itu merasa bingung.Bukankah seharusnya Alesya merasa senang? Lantas, mengapa dia malah meresponsnya dengan meninggikan suara, serta menodongkan kepalan tangan kanan di depan mukanya sekarang???“Poppy?”“Ya? Saya mendengarkan.”Akhirnya, Fennel bisa bernafas lega kembali sewaktu Alesya menarik kepalan tangan dari depan muka, dan membalikkan badannya tuk menghadap lurus sang pelayan pribadi bernama Poppy.“Aku akan berada dalam pengawasan Tuan muda Eglantine, jadi … aku harap kau mengerti."Pelayan berambut merah ati dam bermata hijau apel muda itu menyunggingkan senyuman tipis.Dengan menundukkan kepala dan merundukkan sedikit badan, Poppy menekuk kakinya sedikit selagi mengangkat masing-masing sisi rok, tanda bahwa ia langsung menuruti titahan tanpa perlu mendengarkan penjelasan secara menyeluruh.“Selamat bersenang-senang, Milady.”Mendapati respons
“Mohon tunggu sebentar ya? Saya harus melayani beberapa pelanggan yang sudah datang lebih awal terlebih dahulu.”Sekali lagi, keadaan yang membuat suasana menjadi begitu canggung pun terjadi.Malahan, suasananya benar-benar menjadi jauh lebih kaku dari pada di luar tadi.“….”“….”Dikarenakan tempat duduk lain sudah dipadati oleh banyaknya pelanggan butik ini yang telah datang lebih awal, akhirnya … Fennel dan Alesya pun, berakhir duduk bersebelahan dalam satu sofa.Walau, yah … mereka agak menyisakan tempat kosong di tengah-tengah, sebagai sebuah jarak pemisah.GRTT~!Dalam waktu bersamaan, seperti saling berbagi pikiran, keduanya memalingkan muka masing-masing tuk melihat ke arah lain, … dengan kedua telapak tangan mengepal gugup di atas lutut.Meski begitu, sesekali … baik itu Alesya atau bahkan Fennel, keduanya sempat mencuri-curi pandang terhadap satu sama lain.Fennel terpana dengan betapa lucunya hidung Alesya yang kecil seperti hidung kucing. Sedangkan Alesya sendiri, dia terp
SHAAK~!“Apa ini …?”Rambut hitam sekelam ebony berayun dengan lembut, begitu sang empu pemilik netra hijau zamrud itu menolehkan kepalanya ke belakang.“Kenapa aku merasa merinding?” gumamnya heran, seraya mulai mengusap tengkuknya sambil memasang ekspresi wajah tidak nyaman.“Sepertinya ada yang sedang membicarakanku,” gumamnya sekali lagi, namun, kali ini ia membarenginya dengan memokuskan wajah rupawannya supaya kembali menghadap sang mentor di hadapan.Hari ini, kelas 3-2 yang sebentar lagi akan segera lulus dari akademi, tengah mengadakan kelas tambahan khusus berupa belajar berdansa.Hadirlah di sana, Grand Duke muda Eglantine, Fennel, yang sengaja mengambil tempat duduk di ujung dan paling pojok, karena ia tidak dekat dengan siapa pun di angkatannya ini.Dia memerhatikan penjelasan dari mentor dengan saksama demi pengetahuannya yang pasti akan ia pergunakan di kemudian hari, sambil mencatat materi tuk sesekali.“Baiklah anak-anak. Sekarang, kita akan berlatih memeragakan mater
“Lihat! Ini rajutan buatan Saya lo~! Bagus bukan?”“Sarung tangan rajut? Untuk apa kau memakai itu? Itu kan tidak nyaman.”“Mengapa Anda mengatakan itu ketika Anda sendiri saja senantiasa mengenakannya? Sarung tangannya terbuat dari bahan kulit pula.”“….”Hari ini, Lancient memutuskan untuk makan siang dengan Ruffin dan Hisahilde saja, ketimbang dengan Aira.Dia memilih hal demikian untuk menghindari pertikaian tidak penting yang sempat bersitegang sewaktu kemarin.“Itu …! I-itu berbeda! Aku melakukannya karena ada alasan yang khusus, kan?! Aku tidak ingin kerepotan jika tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit kalian!”“Yah, Saya juga berpikiran seperti itu selagi merajut sarung tangan!”Namun, lihatlah.Apa yang sebenarnya ia hadapi sekarang?“Mulai sekarang kan, Saya pasti akan selalu berada di sekitar Anda, mengingat pertunangan yang terjalin bersama Putri Violegrent.”Apakah mungkin, pertikaian tidak penting itu … sedang terjadi lagi?“Saya melakukannya untuk memperkecil ke
“Aira!”Ah.Setelah semua kesulitan yang dilaluinya, berupa diabaikan dan dipermalukan oleh laki-laki yang ia coba goda, bukankah ini adalah sebuah kemenangan?“Lancient~! Huwaa!”Satu bulan tak terasa sudah berlalu, semenjak Aira menyadari bahwa Lancient ternyata tidak mengabaikan pikatannya seperti tiga anak laki-laki sebelumnya itu.Dengan saling berinteraksi satu sama lain secara dekat melalui bahasa informal disertai menyematkan nama depan, Aira yakin sekali … kalau Lancient, sekali lagi berada di pihaknya sama seperti di kehidupan mereka yang lalu.“Aira?! Apa kamu tidak apa-apa?”Benarkan? Lihat saja sekarang!Di sela-sela tangis yang sengaja ia keluarkan sejadi-jadinya tatkala menghadapi satu permasalahan ini, Aira menarik sudut bibirnya dan menyeringai puas.Bagaimana tidak?“Aku tidak baik-baik saja huwaa~! Mengapa Miss Eiren melakukan ini padaku? Mengapa ia mendorongku sampai jatuh, padahal yang aku lakukan hanya lewat di depannya saja?”Sama seperti dulu, Lancient datang s
“Semangat~! Lancient~! Semangat~!”Aira bersorak-sorai di pinggir lapangan, dekat petak bagian yang digunakan oleh ketiga anak lelaki yang sudah mengingat masa lalu mereka itu, sebagai tempat pelatihan mereka bertiga supaya mengasah kemampuan bela diri mereka agar lebih tajam lagi.Masing-masing dari mereka berdiri di tiga tempat berbeda, saling berhadapan dengan satu dan lainnya, selagi membawa senjata yang terbuat dari sihir. “….”“….”“Semangat~! Lancient~! Kyaaa~!”Selain dari anak bersangkutan yang namanya terus-menerus dipanggilkan sebagai bentuk penyemangat, ada dua anak lain.Yakni, Ruffin dan Hisahilde.Keduanya kini malah saling memandang satu dengan yang lainnya dengan tatapan serupa, yaitu, tatapan mata penuh rasa ngeri dan geli.Tak berlangsung lama, mereka pun lekas mengalihkan tatapan tersebut kepada sang pangeran berambut pirang, Lancient.“Oh, serius. Dia sangat mengganggu!” tukas Ruffin mengeluhkan isi hatinya secara blak-blakan. Sedangkan itu, Hisahilde, ….“Apa A
“A—?! Apa-apaan Anda ini?!” tegur Alesya, seraya menolehkan kepalanya ke arah samping kiri, memandang Hisahilde dengan penuh kekesalan.“Saya belum mengizinkan Anda untuk duduk di samping Saya lo~!?”Dia menghardik sang sepupu yang tidaklah berhubungan dekat dengannya itu, menggunakan bahasa formal.Struktur kalimatnya dipenuhi oleh kesopanan, memang. Namun, tidak dengan nada suara yang ia keluarkan.Mendapati yang ditegurnya tidak mengindahkan teguran itu sama sekali, malahan dia bersikap cuek bebek saja dengan mulai menyantap makanannya sendiri, … kekesalan yang Alesya rasa, kini mulai semakin memuncak.“Anda benar-benar ya …!?”Dalam hatinya, ia berpikiran bahwa dirinya memiliki niatan kurang bagus, berupa ingin menyingkirkan sepupunya itu pergi dengan cara mendorongnya dari kursi.Namun, ….“Biarkan saja, kakak.”… Berkat Darissa yang berkata seperti itu, Alesya pun akhirnya menyerah juga.“Haa … dasar.”Dia menghela nafasnya pasrah, dan lekas menukar raut muka penuh rasa keki itu
TUK! TUK!“…?”Ketukan pada salah satu meja kantin yang tengah ditempati olehnya bersama Alvina, mengalihkan perhatian dari mata hitam gelap kepunyaan sang putri dari Kekaisaran agung Violegrent, Rosalina Earlene Gina, tuk tertuju kepada si pengetuk.“Boleh minta waktunya sebentar, ….”Manik mata yang seindah batu obsidian itu terbelalak lumayan lebar, merasa tidak memercayai akan hal macam apa yang pupil matanya pantulkan.“… Your Royal Highness?”Hadir di samping mejanya sana, seorang anak lelaki pemilik warna rambut biru tua dan juga mata merah menyala, yang berdiri dengan tegap sembari menyembunyikan lipatan tangan di belakang punggungnya ala-ala ksatria.“…!”Anak lelaki itu biasanya bermuka masam dan menampilkan ekspresi tidak suka terhadap kehadiran Rosalina. Namun, kali ini justru bersikap berbeda lewat segaris senyuman tulus yang disunggingkannya, … sampai-sampai sang putri kesayangannya Kaisar Violegrent itu terperangah dengan pipi merah merekah.“U-uhm, uh.”Rosalina tidak