Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 30. Cermin yang Tidak Mengembalikan Bayangan

Share

Bab 30. Cermin yang Tidak Mengembalikan Bayangan

Author: Quennnzy
last update Huling Na-update: 2025-07-09 09:06:03

Langkah Alura menimbulkan gema lembut di lantai batu hitam menara. Tapi gemanya tidak seperti biasanya, suara itu memantul dengan jeda aneh, seakan waktu di dalam tempat ini berjalan dengan ritme yang berbeda.

Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran melingkar yang bergerak perlahan, seperti urat nadi. Setiap kali Alura mendekat, simbol-simbol itu bersinar, bukan dengan cahaya biasa, tapi dengan emosi. Ada rasa takut, marah, luka, cinta... semuanya hidup, menempel pada udara seperti embun beku.

“Selamat datang di dalam kepalamu,” kata Sazhar, menyusul di belakang. Suaranya seperti gema dari arah yang tak pasti.

Alura menoleh cepat. Tapi ia tak menemukan sosoknya. Hanya bayangan yang memanjang di lantai... tanpa tubuh.

“Sini bukan ruang dunia,” lanjut Sazhar. “Menara ini adalah pengurai. Ia menghapus batas antara memori dan kenyataan, lalu menatanya ulang... agar kau melihat bukan hanya kebenaran, tapi juga penyangkalannya.”

Langkahnya terhenti ketika dinding di depannya membuka sendiri
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 240. Di Antara Cahaya yang Abadi

    Langit Velthara hari itu berwarna lembut — bukan lagi perak, bukan ungu, tapi putih keemasan. Udara hangat berembus dari lembah, membawa aroma bunga liar yang tumbuh dari tanah yang dulu pernah hangus. Tidak ada lagi suara perang. Tidak ada jeritan, tidak ada kutukan. Hanya desiran angin, dan suara dunia yang bernafas dalam ritme tenang. Kael berjalan di jalan setapak menuju dataran tinggi, tempat menara putih berdiri sendirian di antara kabut. Dulu tempat itu jadi singgasana Ratu Dunia — kini, menara itu kosong, tapi masih bersinar lembut seolah menyimpan denyut kehidupan di dalamnya. Ia berhenti di kaki tangga, menatap langit. Dua matahari yang dulu menyatu kini berputar pelan, membentuk cincin cahaya yang menggantung di cakrawala. Di tengahnya, warna biru dan ungu masih menari samar — warna yang tak pernah pudar, warna yang menjadi tanda bahwa Lyra belum sepenuhnya pergi. “Dunia ini tumbuh lebih cepat dari yang kubayangkan,” gumam Kael pelan. “Tapi setiap kali angin berhembus,

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 239. Langit yang Bernafas

    Langit Velthara berwarna keperakan hari itu — bukan biru, bukan ungu, tapi perpaduan lembut yang seperti napas dari dunia itu sendiri. Lyra berdiri di tepi menara tertinggi, rambutnya menari pelan dihembus angin hangat. Dari sana ia bisa melihat semuanya: lembah cahaya, hutan yang perlahan tumbuh dari tanah hitam, dan lautan yang kini mulai berkilau seperti kaca cair. Setiap sudut dunia itu berdenyut pelan. Setiap batu, daun, dan embusan angin mengandung kehidupan yang pernah ia pertaruhkan. Ia tidak hanya memerintah Velthara — ia adalah Velthara. “Dunia ini sudah bernapas lagi,” suara Kael memecah keheningan di belakangnya. Lyra tersenyum tanpa menoleh. “Ya. Tapi setiap napasnya terasa seperti lagu yang belum selesai.” Kael berjalan mendekat, langkahnya ringan di atas batu putih. “Mungkin karena dunia masih menunggu kau menyanyikan bait terakhirnya.” Lyra menatap jauh ke cakrawala, tempat dua matahari perlahan bergerak menyatu. “Kau tahu, dulu aku pikir akhir dari semua ini ad

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 238. Napas dari Dalam Tanah

    Pagi itu, kabut di lembah selatan Velthara menggulung lebih tebal dari biasanya. Embun menggantung di udara seperti benang perak yang melayang tanpa arah. Lyra berjalan sendirian melewati padang rumput bercahaya. Setiap langkahnya disambut oleh bisikan halus dari tanah — bukan suara manusia, bukan roh, tapi sesuatu yang lebih tua dari keduanya. Ia berhenti di dekat batu besar yang separuh tenggelam di tanah. Dari celahnya, terdengar getaran pelan, seperti detak jantung dunia. “Sudah dimulai lagi,” gumamnya. “Tidak,” suara Kael datang dari belakang. “Mungkin dunia hanya bernapas.” Lyra menatapnya, mata ungunya tampak berkilau lembut di balik kabut. “Kalau dunia bernapas, berarti ia hidup. Dan kalau ia hidup, ia bisa bermimpi. Pertanyaannya — apa yang ia impikan?” Kael terdiam, lalu tersenyum samar. “Mungkin tentang masa depan yang tak kita tahu.” “Mungkin juga tentang masa lalu yang belum selesai,” jawab Lyra perlahan. Ia berjongkok, menempelkan telapak tangannya pada tanah. Ge

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 237. Di Antara Dua Matahari

    Cahaya pagi menembus lembah Velthara, membelah kabut lembut yang menggantung di atas danau kristal. Dua matahari kecil memantulkan warna emas dan ungu di permukaan air, seperti dua jiwa yang saling menyapa setelah lama berpisah. Di tepi danau, Lyra berdiri diam, jubahnya berkilau samar tertiup angin. Di matanya, pantulan dua matahari itu menari lembut — biru dan ungu, seimbang, tidak saling menelan. Kael datang dari belakang, langkahnya pelan tapi mantap. “Kau sudah berdiri di sini sejak fajar pertama muncul,” katanya. “Dunia baru lahir, tapi kau belum beristirahat.” Lyra tersenyum tipis, tanpa menoleh. “Aku hanya… mendengarkan.” “Dengarkan apa?” “Dunia,” jawabnya pelan. “Dulu aku mendengar teriakan. Sekarang aku mendengar bisikan. Dunia ini belum tenang, Kael. Ia masih mencari bentuknya.” Angin berembus lagi, membawa aroma tanah muda dan bunga kristal yang baru tumbuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, suara anak-anak terdengar — mereka bermain di antara bebatuan bercahaya, tert

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 236. Fajar di Atas Dunia Baru

    Udara pertama yang menyentuh kulit Lyra terasa asing. Hangat, tapi tidak membakar. Dingin, tapi tidak menusuk. Ia berdiri di tepi dataran tinggi, memandangi cakrawala yang belum pernah ia lihat sebelumnya — langitnya bukan lagi hitam dan merah, melainkan campuran lembut antara ungu, biru, dan keemasan. Seolah dunia sedang belajar bernapas lagi setelah berabad-abad tertahan dalam kegelapan. Kael berdiri di sampingnya, diam, menatap bentangan itu dengan mata yang belum percaya. “Apakah ini… benar-benar dunia yang sama?” Lyra tersenyum kecil. “Tidak. Tapi juga bukan dunia yang berbeda. Ini adalah sisa dari keduanya — yang memilih untuk tidak saling memusnahkan.” Angin bertiup pelan, membawa butiran cahaya seperti debu bintang. Setiap butiran menyentuh tanah, tumbuh menjadi bunga kristal kecil yang berpendar lembut. Dari bawah dataran tinggi, sungai-sungai cahaya mengalir, memantulkan warna langit. Di tengah gemerlap itu, seekor burung dari bayangan dan cahaya terbang melintas — se

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 235. Ujian di Dalam Gerbang

    Tidak ada cahaya, tidak ada bayangan. Hanya keheningan yang menelan segalanya. Lyra membuka mata dan menyadari bahwa ia tidak lagi berdiri di dunia yang sama. Udara di sekelilingnya tidak bergetar, tapi mengalir seperti air. Langit berwarna abu yang lembut, tanah di bawah kakinya berdenyut pelan seperti nadi. Ia menatap sekeliling — Kael sudah tidak ada. “Kael?” Tidak ada jawaban. Hanya gema suaranya sendiri yang memudar, lalu larut seperti dihisap waktu. Ia tahu. Ini bukan sekadar ruang. Ini ujian — dunia di dalam Gerbang Ketujuh yang menilai isi jiwanya. Setiap Ratu yang lahir dari bayangan harus melewatinya, atau lenyap bersama kegelapan yang ia tolak. Langkahnya terayun perlahan. Setiap kali ia melangkah, bayangan hitam muncul di tanah, mengikuti, meniru… lalu berubah bentuk. Bayangan itu bukan lagi dirinya, tapi sosok lain — Alura, berdiri dengan api biru-ungu menyala di matanya. “Jadi kau akhirnya sampai juga.” Suara itu bukan gema, melainkan sesuatu yang hidup. Ly

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status