Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 9. Saudara yang Tidak Pernah di Sebut

Share

Bab 9. Saudara yang Tidak Pernah di Sebut

Author: Quennnzy
last update Huling Na-update: 2025-06-27 22:23:49

Langit tampak kelabu sejak pagi. Awan-awan tebal menggantung di atas atap kediaman tua itu, seakan menahan sesuatu yang tak ingin diturunkan ke bumi. Alura berdiri di depan jendela kamarnya, mengamati pohon-pohon tua di halaman yang bergoyang pelan ditiup angin.

Bau tanah basah merayap masuk dari celah jendela yang tak tertutup rapat, dan entah kenapa, pagi itu membuat dadanya sesak tanpa sebab yang jelas. Sejak malam kemarin, sejak kejadian dengan makhluk bayangan di balkon dan Keysha yang mendadak kesurupan, Alura tidak bisa tidur nyenyak. Ada yang terus mengganggu pikirannya, bukan hanya ancaman dari dunia bawah, tetapi sesuatu yang jauh lebih personal.

Ia menyentuh tengkuknya perlahan. Segel yang biasa tertidur di bawah kulitnya terasa hangat pagi ini. Nyaris seperti membakar. Seolah ada sesuatu yang terus memanggil dari kejauhan, dari dalam dirinya sendiri.

Tok. Tok.

Alura menoleh cepat. Suara ketukan halus di pintu membuyarkan lamunannya.

“Masuk,” katanya.

Pintu dibu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 184. Retakan Pertama

    Ruang bawah tanah Obsidian masih bergetar tipis setelah perjanjian darah itu selesai. Udara di sana, yang sebelumnya penuh dengan aroma dupa dan api biru, kini terasa berat seakan dilapisi oleh kabut tak kasat mata. Setiap orang merasakan sesuatu yang asing menempel pada kulitnya sebuah ikatan yang tak bisa diputuskan lagi. Alura berdiri di tengah lingkaran, telapak tangannya masih memerah akibat torehan darah yang baru saja ia lakukan. Matanya menatap ke arah cahaya redup di atas mereka, seakan ingin menembus langit-langit batu. Di dalam pupilnya, sesaat tadi muncul bayangan yang hanya dia yang melihat: siluet Myra, berdiri di antara reruntuhan, tersenyum samar namun matanya kosong. Nafasnya tertahan, tapi wajahnya tetap tenang. Ia tahu tak ada seorang pun yang boleh tahu apa yang barusan ia lihat. “Ap—apa yang kau lakukan pada kami?” salah seorang imam manusia berbisik gemetar. Tangan tuanya meraba tanda merah samar di pergelangan, bekas dari ikatan sumpah. “Aku bisa merasakan se

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 183. Tinta yang Jatuh ke Bumi

    Langit di atas Obsidian pecah seperti kaca yang disapu palu raksasa. Retakan merah melebar, dan dari celah itu, tetes-tetes hitam jatuh perlahan. Tidak cepat, tidak deras, justru karena lambat, setiap tetesan terasa seperti ancaman yang disengaja, seperti tinta dari pena yang sedang menulis ulang takdir dunia. Satu tetes pertama jatuh ke tanah di luar dinding benteng. “Jangan sentuh!” teriak Rafael cepat, melihat beberapa prajurit manusia hendak mendekat. Tapi peringatan itu terlambat. Seorang prajurit, wajahnya masih pucat dari ujian sebelumnya, mengangkat tangan mencoba menyentuh cairan hitam yang menetes di ujung tombaknya. Begitu kulitnya bersentuhan, jeritannya membelah udara. Daging tangannya melepuh seketika, bukan terbakar, bukan membeku, tapi seperti dilahap dari dalam. Urat-urat hitam menjalar cepat ke lengannya, merayap ke dada. Dalam hitungan detik, tubuhnya kaku, matanya kosong. Tubuh itu jatuh ke tanah dengan suara tumpul, dan dari bekas lukanya, kabut hitam merembes

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 182. Jejak di Langit yang Retak

    Aula Obsidian masih dipenuhi aroma besi dan darah, bercampur dengan asap tipis yang tersisa dari ritual sumpah. Lingkaran merah di lantai perlahan memudar, tapi cahaya samar yang tertinggal seakan menempel di kulit mereka, tak bisa dihapus bahkan dengan mantra suci atau api iblis. Tak seorang pun berbicara. Para utusan masih memegangi tangan mereka masing-masing, menatap tetesan darah yang baru saja mereka korbankan. Bukan sekadar luka kecil, itu adalah tanda, ukiran halus yang berdenyut samar di bawah kulit, berbentuk lingkaran dengan retakan menjalar keluar seperti jaring laba-laba. “Ini… bukan hanya perjanjian,” bisik salah seorang imam dengan suara serak. Ia menatap telapak tangannya yang bergetar. “Ada sesuatu yang… hidup di dalam tanda ini.” Alura masih berdiri tegak di singgasananya. Rambut hitamnya jatuh di bahu, mata merah emasnya berkilat samar. “Tepat sekali,” ujarnya dingin. “Itu bukan sekadar simbol. Itu adalah pintu yang mengikat kalian pada satu kenyataan: selagi kal

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 181. Riak di balik perjanjian

    Ruang bawah tanah Obsidian masih bergetar oleh sisa gema perdebatan. Rantai biru yang membelenggu makhluk kabut berdesis pelan, seperti ular yang resah karena mendengar terlalu banyak suara manusia. Udara di sana pekat, penuh campuran keringat, dupa imam, dan abu iblis. Alura duduk kembali di kursi batunya. Dari luar, ia tampak tenang, dingin seperti biasa, namun di balik tatapan matanya, ada sesuatu yang bergerak. Ketegangan itu membuat bahkan bayangan-bayangannya menempel lebih rapat di dinding, seakan mereka tahu tuannya sedang menahan badai dalam dirinya. Rafael berdiri di belakangnya, tegap, matanya menyapu semua wajah yang hadir. Setiap prajurit, setiap imam, setiap penyihir. Ia tahu, cukup satu langkah salah, ruang bawah tanah ini akan berubah menjadi arena pembantaian. “Persekutuan,” gumam seorang imam tua. Kata itu seolah masih asing baginya, seakan lidahnya menolak menyebutkannya. “Tapi bagaimana kita bisa percaya, setelah ratusan tahun kitab suci kami menuliskan bahwa ka

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 180. Ujian Pertama Darah

    Aula Obsidian terasa lebih dingin dari sebelumnya, meski api biru di dinding berkobar lebih terang. Para utusan masih berdiri dalam formasi yang berantakan, sebagian wajah pucat, sebagian lain berusaha menyembunyikan kegelisahan di balik kesombongan. Kata-kata terakhir Alura masih menggantung di udara, menggema di telinga mereka seperti kutukan yang tak bisa dihapus. “Ujian pertama…” suara Alura lirih, namun cukup keras untuk menusuk hati semua orang. “…akan dimulai sekarang.” Kabut merah yang sebelumnya merayap pelan di lantai, kini berputar seperti pusaran air. Dari dalamnya muncul lingkaran hitam berkilat, seolah tanah itu pecah membuka rahasia yang sudah lama terkubur. Arga bergerak refleks, tangannya menyalakan api gelap. Rafael merapatkan pegangan pada pedangnya, sementara para imam mulai melantunkan doa dengan suara terguncang. Dari lingkaran itu, sebuah makhluk perlahan bangkit. Tubuhnya seperti tersusun dari daging busuk dan besi berkarat. Dua tanduk patah mencuat dari te

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 179. Retakan dalam Janji

    Api biru di aula Obsidian telah meredup, hanya menyisakan bara halus yang berkelip di sepanjang dinding. Perundingan itu berakhir, setidaknya di permukaan. Para utusan masih berada di benteng, masing-masing dikawal oleh bayangan untuk mencegah pengkhianatan sebelum waktunya. Namun bagi Alura, keheningan setelah kata sepakat justru terasa lebih menakutkan daripada pertengkaran yang memanas tadi. Ia tahu, setiap senyum, setiap anggukan, setiap sumpah yang diucapkan malam ini hanyalah topeng. Di baliknya, setiap pihak sudah menajamkan pisau mereka masing-masing. Rafael berdiri di dekat jendela tinggi, menatap keluar pada hamparan malam dunia iblis. Angin hitam berembus membawa suara samar, suara yang hanya bisa ditangkap oleh telinga mereka yang pernah mencicipi neraka. “Mereka menunggu kita lengah,” katanya pelan. Alura berjalan mendekat, gaun hitamnya berderak pelan. “Tentu saja. Setiap janji yang mereka buat tadi lahir dari rasa takut, bukan dari kesetiaan. Dan rasa takut selalu me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status