Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 91. Bisikan di Langkah Terakhir

Share

Bab 91. Bisikan di Langkah Terakhir

Author: Quennnzy
last update Huling Na-update: 2025-08-09 15:39:25

Lorong setelah Gerbang Batu itu lebih sempit, memaksa Rafael berjalan sedikit miring agar bahunya tidak bergesekan dengan dinding. Cahaya obor di tangannya memantul di permukaan batu yang lembap, menciptakan kilatan seperti mata yang mengintip dari celah.

Alura mengikuti di belakang, tapi jarak mereka sengaja dibuat rapat. Dia sudah tidak ingin membiarkan ada ruang kosong di antara dirinya dan Rafael. Sebab setiap kali ada celah, dia merasa napas itu akan mengisinya.

Suara langkah mereka teredam, tapi tetap ada ritme yang aneh selalu ada “langkah ketiga” yang mengikuti. Satu… dua… lalu langkah samar ketiga, seolah ada orang ketiga yang tidak terlihat berjalan bersama mereka.

Rafael tampak menyadarinya, tapi tidak menoleh. Dia hanya berkata pelan, “Jangan bereaksi. Dia semakin kuat kalau tahu kau takut.”

Alura mengatupkan bibir. Sulit untuk tidak takut ketika setiap helaan napas di belakangnya terasa seperti menghembuskan hawa kematian.

Mereka berjalan hampir sepuluh menit sebelum
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 100. Di Ujung Nafas

    Udara di sekitar mereka berubah. Dingin yang tadinya hanya menggigit kini seperti menembus tulang, membawa bisik-bisik yang tak pernah benar-benar datang dari satu arah. Alura berhenti, napasnya terhenti di tenggorokan. Rafael, yang sedari tadi berjalan setengah langkah di depannya, merasakan hal yang sama. Langkah mereka terhenti bersamaan. “Ada yang mengawasi,” ucap Rafael rendah, nyaris seperti gumaman, tapi cukup untuk membuat dada Alura terasa sesak. Suara itu tidak datang dari depan. Bukan juga dari belakang. Seperti ada ribuan mata yang memandang dari segala sisi, tapi saat ia mencoba mencari, hanya ada kegelapan yang memantulkan bayangan mereka sendiri. Rafael mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Alura tetap di belakang. Gerakannya terlatih, tenang, tapi rahangnya mengeras. “Tetap di sini,” ujarnya, lalu melangkah maju. Alura ingin memprotes, tapi sebelum kata-kata itu keluar, udara di depan Rafael bergelombang, seperti kain tipis yang direnggut dari kedua ujungnya.

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 99. Jejak yang Mengendap di Kegelapan

    Udara di lorong itu semakin dingin, seperti ada sesuatu yang merayap perlahan di bawah kulit. Langkah Alura terhenti. Rafael, yang berjalan setengah langkah di depannya, ikut memutar kepala. Tidak ada suara selain detak jantung mereka berdua dan bunyi napas yang terasa terlalu keras di ruang sempit itu."Ada yang mengikutimu," suara Rafael terdengar rendah, hampir seperti gumaman, tapi cukup untuk membuat bulu kuduk Alura berdiri.Alura menoleh pelan, namun yang ia lihat hanya kegelapan yang menelan ujung lorong. Cahaya dari obor di tangan Rafael bergetar, nyalanya meruncing seolah ketakutan."Sejak kapan?" tanya Alura, suaranya ditahan agar tidak memantul di dinding batu yang dingin.Rafael tidak langsung menjawab. Tatapannya mengarah ke kegelapan di belakang, matanya sempat menyipit, lalu kembali menatap Alura. "Sejak kita meninggalkan ruang perjamuan itu. Jejaknya… terlalu ringan untuk langkah biasa."Mereka kembali melangkah, kali ini lebih cepat. Lorong mulai berbelok, dindingnya

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 98. Bayangan yang Mengikuti

    Udara di luar terasa lebih tipis.Seperti setiap helai napas harus berjuang menembus lapisan dingin yang menusuk paru-paru. Langkah Alura melambat ketika kakinya menjejak tanah lembap yang berbau logam. Rafael berada setengah langkah di depannya, bahunya tegang, matanya tajam menyapu kegelapan.Mereka telah meninggalkan lorong batu yang sempit itu, tetapi kelegaan yang seharusnya datang tidak pernah muncul. Sebaliknya, rasa terjebak kini bergeser menjadi rasa diawasi.Dan itu jauh lebih mengganggu.Suara langkah ketiga terdengar samar di belakang.Tidak keras, tapi cukup teratur untuk bukan sekadar gema dari langkah mereka sendiri. Alura menoleh sekilas, tetapi yang ia lihat hanyalah bayangan yang bergerak di antara kabut tipis."Terus jalan," suara Rafael datar, tapi nada waspadanya tidak bisa disembunyikan. "Jangan menoleh terlalu lama."Alura menggenggam mantel di dadanya, bukan karena dingin semata, melainkan untuk menahan detak jantungnya yang melonjak. Setiap detik yang lewat te

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 97. Jejak yang Tak Seharusnya Ada

    Udara di ruang itu semakin padat, seperti setiap tarikan napas mencuri sebagian kekuatan dari paru-paru mereka. Cahaya dari obor yang mereka bawa hanya menjangkau beberapa langkah ke depan, sisanya tenggelam dalam kegelapan yang terasa hidup bergerak pelan, seakan menunggu saat yang tepat untuk menutup rapat jalannya. “Rafael…” suara Alura nyaris tak terdengar, tapi nada cemas di dalamnya memotong sunyi yang terlalu panjang. “Lantai ini… berbeda.” Rafael menunduk, matanya mengikuti jejak samar di permukaan batu. Bukan retakan biasa. Jejak itu seperti ukiran melingkar, membentuk pola rumit yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Namun yang membuat darahnya sedikit membeku adalah noda merah yang mengisi sebagian garis ukiran itu—terlalu segar untuk sesuatu yang seharusnya sudah terkubur selama ratusan tahun. “Itu darah,” Rafael bergumam, tatapannya menyapu ke sekeliling. “Dan ini bukan milik kita.” Alura mundur setengah langkah. “Kalau bukan milik kita… berarti ada orang lain di si

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 96. Panggilan dari Ujung Gelap

    Langkah Alura terhenti.Bukan karena suara di belakang, bukan pula karena tatapan Rafael yang terfokus penuh pada lorong di depan mereka. Tetapi karena sesuatu atau seseorang baru saja bernafas di telinganya.Bukan napas manusia.Tidak teratur, tapi berirama. Hangat dan dingin bergantian, seperti ada dua musim yang bertabrakan di dalam dada satu makhluk.Alura memutar tubuhnya pelan. Lorong di belakang kosong. Batu-batunya tetap basah, udara tetap pekat. Tidak ada siapa-siapa… kecuali kilatan merah yang sempat memotong kegelapan, lalu lenyap.Rafael menatapnya. “Kau melihatnya lagi?”Alura menelan ludah. “Dia… mendekat.”“Dia tidak pernah pergi,” jawab Rafael tanpa mengalihkan pandangan ke belakang.Lalu, dari ujung lorong depan, terdengar bunyi gesekan besi. Bukan seperti pintu dibuka, melainkan seperti rantai ditarik dari dalam dinding.Rafael langsung berdiri di depan Alura, sikapnya tegang. “Itu bukan jalur yang ingin kita ambil.”“Tapi kita tidak punya pilihan lain.”Mereka berja

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 95. Lorong yang Menyimpan Rasa

    Lorong itu sunyi, tapi bukan sunyi yang menenangkan. Sunyi yang memaksa setiap desah napas terdengar seperti gemuruh di antara dinding batu yang mengerutkan kening. Alura dan Rafael berjalan pelan, langkah mereka seolah menyatu dengan denyut detak jantung lorong yang terus berdetak, menggetarkan setiap batu yang mereka pijak. Udara pekat, berat, menyelimuti setiap inci ruang itu, seakan-akan sesuatu yang lama tertidur mulai terbangun dan mengamati mereka dari balik bayangan. Cahaya obor Rafael menari-nari, menciptakan bayangan-bayangan yang membelai dinding dengan bentuk-bentuk yang sulit dikenali, namun terasa penuh ancaman. Di setiap tikungan, ukiran-ukiran misterius menyapa mata mereka, tanda-tanda dari masa lalu yang mencoba berbicara tanpa suara. Alura merasakan sentuhan halus di belakang lehernya, sebuah hawa dingin yang menjalar ke tulang belakangnya. “Kau merasakannya juga?” bisiknya pada Rafael. Rafael mengangguk pelan. “Ini bukan tempat biasa, Alura. Kita bukan tamu yang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status