Share

BAB 4

-Sedikit melawan 

Hari ini Mas Azka tak berangkat kerja, ia mengeluh pusing. saat ku pegang badannya terasa panas, wajahnya juga sangat pucat, tak tega rasanya aku membangunkannya yang sedang terlelap. 

Aku keluar kamar untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya, ku masukkan cucian ke dalam mesin cuci Lalu ku lanjutkan untuk melalap sayur dan membersihkan ikan yang akan aku masak untuk makan siang nanti. 

"Azka gak kerja kan hari ini Ra?" Ibu mertuaku datang ke dapur dan langsung membuka kulkas, mengambil satu buah apel segar yang memang selalu harus ada untuk sarapannya setiap pagi. 

"Mas Azka sakit Bu, demam," jawabku sambil terus melanjutkan pekerjaan.

"Demam doang, manja amat," sahut Kak Lastri, ia datang dan duduk di samping Ibu dan langsung memakan Apel yang baru saja dikupas dan diiris Ibu. 

"Dia demam dan pusing Kak, kecapean," jawabku mulai merasa kesal, bisa-bisanya dia meremehkan sakit suamiku. 

"Ya bener dong Ra kata Lastri, Demam doang kok manja! entar suruh benerin genteng yang bocor di ruang tengah, kalau hujan deras kaya tadi malam bisa banjir rumah ini," jawab Ibu membela Kak Lastri, Ibu menyuruhku untuk memberitahu Mas Azka agar ia memperbaiki genteng rumah yang bocor, memang ketika hujan deras ruang tengah akan basah karena air masuk melalui celah yang bocor. 

"Mas Romi kan ada Bu, kan bisa minta tolong Mas Romi. Mas Azka sakit, mana kuat dia naik ke genteng," jawabku semakin kesal, suami kak Lastri hari ini juga jadwal libur, kenapa cuma suamiku yang selalu di repotkan. 

"Nggak bisa gitu dong Ra, suamiku capek! Dia hari ini jadwalnya istirahat," sahut Kak Lastri yang mulai meninggikan suaranya bertepatan dengan bajunya yang saat ini ku pegang. Sudah geram hatiku mendengar mereka dari tadi memojokkan suamiku, ditambah lagi dengan pakaian yang setiap hari bertumpuk dan harus aku yang mencucinya.

"Sama! Suami Ayra juga capek dia juga perlu istirahat terlebih dia lagi sakit," sungutku kesal, aku memandangnya dengan tatapan tajam, membuatnya sedikit menunduk. 

"Pokoknya aku gak mau tau ya Bu, jangan suruh Mas Romi." ia bergelayutan manja ditangan ibu, sangat membuatku jengah. 

"Dan Ayra juga gak mau tau ya Bu, kalau sampai Mas Azka yang harus memperbaiki genteng, Ayra nggak bakal mau lagi ngerjain semua pekerjaan rumah ini." Aku menantang mereka, sambil menghempaskan pakaian yang sudah saatnya ku bilas. Mereka terdiam dan Kak Lastri pergi dengan menghentakkan kakinya. 

"Kamu tuh di sini NUMPANG TAHU GAK!!!" Kak Lastri berteriak dan ku lihat dia menuju kamarku, aku emosi dan menyusulnya.

"Bukannya yang numpang disini bukan cuma kami ya?" Aku menatapnya sinis, mendahuluinya dan berdiri tepat di depan pintu kamarku. 

"Maksud kamu apa HAH? Ini rumah Ibuku, terserah aku kalau aku mau tinggal disini, kalian nggak ada hak buat mengomentari itu," sahut Kak Lastri, ia memicingkan matanya dan berbicara dengan setengah berteriak. 

Aku melipat tanganku di atas dada.

 "Yups,  bener sih ini rumah Ibu. Tapi tahu diri dikit bisa nggak? Memangnya selama ini makan pagi sampai malam pake uangnya siapa? Ada emang patungan? yang bayar listrik,air,wifi siapa? Padahal yang sok-sokan mau pasang siapa coba?" Aku meremehkannya, biarlah sekalian saja jika dia memang akan tersinggung atau marah, aku sudah amat sangat tak peduli.

"Kamu itung-itungan HAH?" Dia mulai berteriak, aku tau saat ini dia sudah kepalang malu. 

"Untuk orang seperti kakak, kayaknya nggak ada salahnya kan sekali-sekali aku ngitung-ngitung," jawabku terkekeh dan lagi-lagi aku tersenyum meremehkannya. 

Mas Romi yang mendengar kami ribut keluar dari kamarnya. 

"Ini kenapa sih Dek kok ribut-ribut? Malu didengar tetangga," ucap Mas Romi yang kemudian menatap kami bergantian. 

"Nggak ada kok Mas, cuma Ibu sma Kak Lastri minta Mas Azka memperbaiki genteng, sedangkan Mas Azka lagi sakit, kan gak mungkin dia naik ke atas. Mas Romi bisa kan ya tolongin?" Aku berbicara selembut mungkin pada Mas Romi, sengaja ku lakukan agar Kak Lastri semakin kesal padaku. 

"Astaghfirullah, cuma masalah genteng toh Dek. Tinggal bilang Mas aja kenapa sih?" Mas Romi menatap istrinya, yang dibalas dengan bibir manyun oleh Kak Lastri. 

"Makasih ya Mas Romi, kalau gini kan aku jadi tenang nyucinya." Aku tersenyum dan melewati mereka untuk kembali ke belakang, samar kudengar Kak Lastri yang mulai diceramahi oleh suaminya. Beruntung suami dari Kakak iparku tak sejahat Mertua dan Ipar-iparku, aku akan bergegas melanjutkan pekerjaan agar lebih cepat selesai. 

"Seneng kamu bikin Lastri dan Romi bertengkar?" ucap Ibu marah, lagi-lagi aku harus menoleh padanya. 

"Emang mereka bertengkar ya Bu? Bukannya kak Lastri cuma lagi di nasehatin doang sama Mas Romi?" Aku kembali mengeluarkan cucianku yang sudah selesai berputar dari pengering. 

"Kamu tuh jadi menantu kurang ajar ya!" Ibu kembali meninggikan suaranya. 

"Emang selama ini aku dianggap menantu? Bukannya aku cuma dianggap babu ya?" Aku sengaja menyahuti ibu dengan pelan sambil berlalu meninggalkannya menuju halaman samping untuk menjemur pakaian yang sudah kering. 

"Dasar kurang ajar …. " 

Panjang sekali sumpah serapah yang terucap dari mulut ibu, aku sudah tau akan terjadi hal seperti ini. Jadi bagai prajurit yang sudah bersiap untuk menagan serangan, aku mengeluarkan headsetku dan mulai bersenandung mengikuti lagu yang mulai mengalun dengan merdunya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status