-Sedikit melawan
Hari ini Mas Azka tak berangkat kerja, ia mengeluh pusing. saat ku pegang badannya terasa panas, wajahnya juga sangat pucat, tak tega rasanya aku membangunkannya yang sedang terlelap. Aku keluar kamar untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya, ku masukkan cucian ke dalam mesin cuci Lalu ku lanjutkan untuk melalap sayur dan membersihkan ikan yang akan aku masak untuk makan siang nanti. "Azka gak kerja kan hari ini Ra?" Ibu mertuaku datang ke dapur dan langsung membuka kulkas, mengambil satu buah apel segar yang memang selalu harus ada untuk sarapannya setiap pagi. "Mas Azka sakit Bu, demam," jawabku sambil terus melanjutkan pekerjaan."Demam doang, manja amat," sahut Kak Lastri, ia datang dan duduk di samping Ibu dan langsung memakan Apel yang baru saja dikupas dan diiris Ibu. "Dia demam dan pusing Kak, kecapean," jawabku mulai merasa kesal, bisa-bisanya dia meremehkan sakit suamiku. "Ya bener dong Ra kata Lastri, Demam doang kok manja! entar suruh benerin genteng yang bocor di ruang tengah, kalau hujan deras kaya tadi malam bisa banjir rumah ini," jawab Ibu membela Kak Lastri, Ibu menyuruhku untuk memberitahu Mas Azka agar ia memperbaiki genteng rumah yang bocor, memang ketika hujan deras ruang tengah akan basah karena air masuk melalui celah yang bocor. "Mas Romi kan ada Bu, kan bisa minta tolong Mas Romi. Mas Azka sakit, mana kuat dia naik ke genteng," jawabku semakin kesal, suami kak Lastri hari ini juga jadwal libur, kenapa cuma suamiku yang selalu di repotkan. "Nggak bisa gitu dong Ra, suamiku capek! Dia hari ini jadwalnya istirahat," sahut Kak Lastri yang mulai meninggikan suaranya bertepatan dengan bajunya yang saat ini ku pegang. Sudah geram hatiku mendengar mereka dari tadi memojokkan suamiku, ditambah lagi dengan pakaian yang setiap hari bertumpuk dan harus aku yang mencucinya."Sama! Suami Ayra juga capek dia juga perlu istirahat terlebih dia lagi sakit," sungutku kesal, aku memandangnya dengan tatapan tajam, membuatnya sedikit menunduk. "Pokoknya aku gak mau tau ya Bu, jangan suruh Mas Romi." ia bergelayutan manja ditangan ibu, sangat membuatku jengah. "Dan Ayra juga gak mau tau ya Bu, kalau sampai Mas Azka yang harus memperbaiki genteng, Ayra nggak bakal mau lagi ngerjain semua pekerjaan rumah ini." Aku menantang mereka, sambil menghempaskan pakaian yang sudah saatnya ku bilas. Mereka terdiam dan Kak Lastri pergi dengan menghentakkan kakinya. "Kamu tuh di sini NUMPANG TAHU GAK!!!" Kak Lastri berteriak dan ku lihat dia menuju kamarku, aku emosi dan menyusulnya."Bukannya yang numpang disini bukan cuma kami ya?" Aku menatapnya sinis, mendahuluinya dan berdiri tepat di depan pintu kamarku. "Maksud kamu apa HAH? Ini rumah Ibuku, terserah aku kalau aku mau tinggal disini, kalian nggak ada hak buat mengomentari itu," sahut Kak Lastri, ia memicingkan matanya dan berbicara dengan setengah berteriak. Aku melipat tanganku di atas dada. "Yups, bener sih ini rumah Ibu. Tapi tahu diri dikit bisa nggak? Memangnya selama ini makan pagi sampai malam pake uangnya siapa? Ada emang patungan? yang bayar listrik,air,wifi siapa? Padahal yang sok-sokan mau pasang siapa coba?" Aku meremehkannya, biarlah sekalian saja jika dia memang akan tersinggung atau marah, aku sudah amat sangat tak peduli."Kamu itung-itungan HAH?" Dia mulai berteriak, aku tau saat ini dia sudah kepalang malu. "Untuk orang seperti kakak, kayaknya nggak ada salahnya kan sekali-sekali aku ngitung-ngitung," jawabku terkekeh dan lagi-lagi aku tersenyum meremehkannya. Mas Romi yang mendengar kami ribut keluar dari kamarnya. "Ini kenapa sih Dek kok ribut-ribut? Malu didengar tetangga," ucap Mas Romi yang kemudian menatap kami bergantian. "Nggak ada kok Mas, cuma Ibu sma Kak Lastri minta Mas Azka memperbaiki genteng, sedangkan Mas Azka lagi sakit, kan gak mungkin dia naik ke atas. Mas Romi bisa kan ya tolongin?" Aku berbicara selembut mungkin pada Mas Romi, sengaja ku lakukan agar Kak Lastri semakin kesal padaku. "Astaghfirullah, cuma masalah genteng toh Dek. Tinggal bilang Mas aja kenapa sih?" Mas Romi menatap istrinya, yang dibalas dengan bibir manyun oleh Kak Lastri. "Makasih ya Mas Romi, kalau gini kan aku jadi tenang nyucinya." Aku tersenyum dan melewati mereka untuk kembali ke belakang, samar kudengar Kak Lastri yang mulai diceramahi oleh suaminya. Beruntung suami dari Kakak iparku tak sejahat Mertua dan Ipar-iparku, aku akan bergegas melanjutkan pekerjaan agar lebih cepat selesai. "Seneng kamu bikin Lastri dan Romi bertengkar?" ucap Ibu marah, lagi-lagi aku harus menoleh padanya. "Emang mereka bertengkar ya Bu? Bukannya kak Lastri cuma lagi di nasehatin doang sama Mas Romi?" Aku kembali mengeluarkan cucianku yang sudah selesai berputar dari pengering. "Kamu tuh jadi menantu kurang ajar ya!" Ibu kembali meninggikan suaranya. "Emang selama ini aku dianggap menantu? Bukannya aku cuma dianggap babu ya?" Aku sengaja menyahuti ibu dengan pelan sambil berlalu meninggalkannya menuju halaman samping untuk menjemur pakaian yang sudah kering. "Dasar kurang ajar …. " Panjang sekali sumpah serapah yang terucap dari mulut ibu, aku sudah tau akan terjadi hal seperti ini. Jadi bagai prajurit yang sudah bersiap untuk menagan serangan, aku mengeluarkan headsetku dan mulai bersenandung mengikuti lagu yang mulai mengalun dengan merdunya.-Azka mulai ragu.Dua hari berlalu, Ayra akhirnya sudah lebih sehat dan diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Setelah sampai di rumah orang tuanya, Ayra langsung melepaskan rindunya pada Reyhan.“Maafin Umi ya sayang, Umi sudah ninggalin ade lama banget,” ucap Ayra menyesal, untung saja Ayra memang selalu memperhatikan kebutuhan putranya sehingga stok ASIPnya terpenuhi hingga satu minggu kedepan dan ia tak perlu mengkhawatirkan itu.“Ra, coba kamu lihat ini,” ucap Rafi, ia menunjukkan sebuah foto dimana terlihat Azka dan Keisha yang sedang duduk berdampingan di sebuah sofa yang terletak di sebelah ranjang Lastri.“Bukankah ini wanita yang dulu sempat mencari masalah padamu dan juga Azka, kenapa dia bisa kembali dekat dengan Azka? Apa sebenarnya tujuan Azka dan wanita ini?” tanya Ayah Ayra yang terlihat sudah semakin muak dengan menantunya itu.“Nggak ada tujuan atau masalah apa pun Pa, Keisha hanya membantu Kak Lastri saja,” ucap Ayra berusaha membela suaminya.“Jangan terus-terusan
-Ayra dipindahkan “A, Ayra mau sama Mas Azka. Kenapa Ayra harus dipisahkan dari Mas Azka?” ucap Ayra, ia terus menangis di samping Rafi yang menemaninya dalam mobil ambulance.Ayra dipindahkan di rumah sakit pusat kota dekat dengan rumah Rafi, orang tua Ayra sengaja memindahkannya agar mempersulit pertemuan antara Ayra dan Azka.“Azka harus diberi pelajaran atas segala yang sudah dia lakukan padamu Ra,” jawab Rafi, ia memilih untuk tak menatap ke arah adik semata wayangnya karena ia tak tahan melihat kesedihan Ayra.“Tapi...”“Ibu jangan banyak pikiran dulu ya, lebih baik istirahat agar tenaganya tak terkuras dan bisa cepat pulih,” ucap perawat yang mendampingi mereka.Ayra hanya diam dan terus menangis dalam diam, Rafi sesekali menoleh pada Ayra dan menghela nafasnya pelan, karena ia juga merasakan kesedihan yang dirasakan adiknya itu.‘Maaf Ra, tapi ini adalah hal yang harus kami lakukan agar Azka tak melakukan perbuatan yang sama lagi nantinya’ batin Rafi.***“Umi, Umi di mana?”
Sebelum Ayra di bawa ke rumah sakit.“Ajeng sudah keluar semenjak enam bulan yang lalu, bahkan kata petugas sipir tempat ia ditahan, Ajeng sudah sembuh dari penyakit menularnya,” ucap Aril yang merupakan kaki tangan Sandi dalam mencari informasi.“Apa kamu sudah menemukan informasi tentang siapa yang membantu perawatan dan mengeluarkannya dari tahanan?” tanya Sandi, terlihat ia mengerutkan keningnya karena sedang berpikir keras.“Sepertinya ia memiliki sedikit kekuasaan yang lebih besar dari kita sehingga agak sulit menembus info dari dalam, bahkan aku menawarkan uang yang lebih banyak tapi mereka tetap memilih menutup mulut dan tak mengatakan apa pun,” jawab Aril yang akhirnya diangguki oleh Sandi.‘Harusnya semua ini ku diskusikan bersama Azka, karena biar bagaimanapun jika aku dan Azka bekerja sama maka masalah yang kami lalui akan lebih cepat terselesaikan’ batin Sandi.***Sandi yang memang mencurigai gerak-gerik Keisha memilih untuk tak segera meninggalkan rumah sakit tepat sete
Ayra sudah di pindahkan di ruang perawatan VIP rumah sakit, dehidrasi yang dialaminya sungguh sangat berat sehingga agak sulit untuknya cepat pulih selain itu luka yang terdapat di tubuh Ayra juga memperburuk keadaannya.Ayu dan Sandi terus berada di sisi Ayra, mereka memendam kekesalan yang sama karena sudah seharian Azka tak kunjung datang padahal Ayu dan Sandi sudah mengirimkan banyak pesan untuknya.“Keterlaluan sekali Azka,” geram Sandi, Ayu yang mendengarnya juga ikut merasa marah.“Aku nggak ngerti otak Kak Azka dia taro di mana?” ucap Ayu menimpali.“Otaknya pindah ke dengkul Yank, sudah kebanyakan di cuci sama kedodolannya,” jawab Sandi sambil terus menatap kosong ke arah Ayra yang kini terbaring dengan lemah.“Kasian banget Kak Ayra,” ucap Ayu sedih.“Reyhan sama Aldi kasian kalau terlalu lama ditinggal Yank, apa aku hubungi saja keluarganya Kak Ayra?” tanya Ayu sambil menatap lurus pada suaminya.“Apa nggak nambah masalah kalau kita melibatkan mereka Yank?” tanya Sandi ragu
“Maaf Sus, pasien di kamar ini dipindahkan ke ruangan mana ya?” tanya Sandi saat mengetahui bahwa Lastri dan Azka tak berada di ruang VIP tempat Lastri harusnya dirawat.“Ibu Lastri sedang menjalani operasi kedua Pak, dan saat ini beliau ada di ruang operasi lantai tiga rumah sakit,” jawab Perawat wanita yang kebetulan sedang lewat, Sandi mengucapkan terima kasih lalu segera menuju lift untuk mencari Azka yang ia yakin berada di sana.Pintu lift terbuka Sandi mempercepat langkahnya namun ia sangat terkejut melihat Azka yang sedang terlelap di pundak seorang wanita yang saat ini sedang menatap Azka dengan penuh cinta, Sandi meradang dan menghampiri mereka dengan amarah yang membuncah.“Bangun Ka!” teriak Sandi, membuat Azka dan Keisha terkejut.“Apa-apaan sih Ndi?” tanya Azka sedikit kesal, ia mengucek matanya yang memang masih terasa panas karena sangat mengantuk.“Kamu yang apa-apan?” sanggah Sandi sembari menatap tajam pada keduanya.“Maksud kamu apa Ndi?” tanya Azka yang mulai ikut
Ajeng menatap nanar ke sebuah ruangan tempat putrinya berada, ia merasakan penyesalan yang begitu mendalam karena sudah membuat Lastri terluka.“Maaf Bu,” kata seorang perawat yang tak sengaja menabraknya, Ajeng segera menarik pashmina yang ia pakai untuk menutupi wajahnya dan berlalu dari sana untuk menghindari tatapan Azka yang menoleh ke arah mereka.“Ibu Lastri sekarang dalam keadaan kritis dan karena ada pendarahan saat operasi kedua, dia membutuhkan lebih banyak darah. Stok darah AB di rumah sakit ini sedang kosong, jadi tolong carikan pendonor untuk Bu Lastri secepatnya,” ucap Dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi, Azka mengangguk dan segera menghubungi beberapa teman, rekan, dan anak buahnya agar menemukan pendonor yang cocok untuk Kakaknya.“Yu, golongan darahmu apa?” tanya Azka saat telepon sudah tersambung.“Aku B kak, kenapa?” jawab Ayu khawatir.“Kak Lastri butuh pendonor Yu, golongan darahnya AB dan rumah sakit tak memiliki stok. Coba kamu tolong hubungi teman-
“Kenapa kamu kirim alamat ke Kak Lastri, Yank? Kenapa kamu bisa seceroboh itu sih?” teriak Ayu pada Sandi yang kini hanya mampu terdiam menunduk karena rasa bersalah. Ayu menyusul mereka semua setelah mendapat kabar dari Sandi.Sandi mengakui segalanya pada Ayu, Ayra, dan Azka namun hanya Ayu yang memaki suaminya dengan penuh amarah. Azka tak mampu mengatakan apapun lagi, ia sibuk menenangkan dirinya sendiri dan juga menenangkan Ayra yang terus saja menangis.“Kita harus apa Bi? Kita harus apa sekarang?” tanya Ayra yang merasa tubuhnya semakin melemah.“Sabar Mi, kita pasrahkan semuanya sama Allah semoga Allah memberikan keselamatan pada Kak Lastri,” jawab Azka, ia mengusap pelan punggung istrinya, ia pun tak henti mengusap air matanya yang juga ikut mengalir karena perasaan bersalah.“Maafin aku Yank,” ucap Sandi lirih.“Maaf kamu bilang? Maaf kamu apa bisa menyelamatkan Kak Lastri? Maaf kamu apa bisa membuat Kak Lastri sadar?” teriak Ayu, ia sangat murka terhadap apa yang sudah dila
-Ajeng dan KeishaAyra sedang berada di sebuah minimarket untuk berbelanja bulanan, ia pergi setelah menitipkan Reyhan pada Lastri. Ayra tak henti tersenyum karena ia berencana untuk menjodohkan Lastri dengan Rafi. Ia baru tahu bahwa Kakaknya itu memiliki perasaan pada Lastri. Setelah membayar semua belanjaannya Ayra keluar dan akan segera pulang, namun sebuah mobil hitam menghalangi pandangannya.Tiba-tiba seorang lelaki menghampirinya dan merangkulnya, membuat Ayra merasa terkejut namun sebuah benda tajam terasa menusuk di pinggangnya. “Diam dan jangan coba berteriak!” ancam lelaki itu dengan berbisik. Ayra dibawa ke sebuah gedung tua dalam kondisi pingsan karena saat di jalan ia disuntik obat penenang oleh orang suruhan Keisha, Keisha sendiri sudah menunggu kedatangan mereka bersama dengan Ajeng yang saat ini memakai kaca mata hitam, ia sangat tak sabar menunggu kedatangan mantan menantunya itu walaupun sebenarnya ia tak pernah menganggap Ayra sebagai seseorang yang menjadi bag
-Lastri resmi bercerai.Surat gugatan cerai sudah keluar, kini Lastri dan Romi sudah resmi berpisah. Lastri sekarang sudah jauh lebih baik bahkan terlihat sangat baik dan terurus, tubuhnya yang dulu sangat kurus kini sudah berisi. dan satu hal perubahan yang paling mencolok darinya adalah kini ia memakai hijab dan pakaian longgar, terlihat sangat sederhana namun juga sangat anggun. "Cantik," ucap Ayra memuji kakak iparnya yang saat ini sedang bersiap menuju rutan tempat mantan suaminya ditahan."Iss, apaan sih Ra? Lebay tau nggak?" jawab Lastri, ia tersipu malu karena Ayra terlalu sering memujinya semenjak ia memutuskan menutup auratnya."Seriusan Kak, aku yakin deh lelaki baik akan segera melamar kakak," ucap Ayra tersenyum sangat manis. "Aamiin ya Allah," jawab Lastri sembari mengangkat kedua tangannya, ia meng aamiini doa Ayra dengan hati yang penuh harap. "Bu Ibu, dah selesai belum ngobrolnya? Soalnya aku bisa telat meeting nih," ucap Azka yang mengetuk pintu kamar Lastri. "S