Share

BAB 3

Author: Rahma Amma
last update Last Updated: 2022-06-22 00:03:19

-Kedatangan A Rafi. 

Hari ini aku berniat untuk melihat sampai mana perkembangan pembangunan rumah kami, aku bersiap dengan memakai setelan gamis dan hijab berwana Army. Setelah siap, aku mengambil tas selempang dan berjalan menuju pintu keluar rumah. 

"Mau kemana? Kerjaan kok keluyuran aja! Udah tahu kerjaan rumah banyak," ucap Ibu, membuat langkahku harus terhenti dengan ocehannya yang membuat kupingku kembali panas. 

"Mau keluar bentar Bu, Ayra ada urusan," sahutku, sambil mengenakan kaus kaki.

"Emangnya saya kasih kamu izin buat keluar?" Ibu kembali mengeluarkan nada sinisnya. 

"Ayra sudah izin sama Mas Azka bu," jawabku halus, kemudian mengambil sepatu dari rak di belakang pintu, dan bersiap akan keluar.

"Kan saya sudah bilang saya nggak izinin kamu keluar, ini rumah saya! Bukan rumah Azka! Kalau kamu mau keluar kamu izin sama saya bukan sama Azka." Kali ini suara Ibu mulai melengking, sampai membuat beberapa tetangga yang sedang belanja sayur pada Mang Usuf menoleh. 

Malu rasanya ketika melihat tatapan sedih mereka padaku, untungnya para tetangga tak pernah membicarakan tentangku, walaupun ketika mereka berkumpul bersama Ibu, Ibu selalu menjelek-jelekkanku, tapi mereka seperti hanya mendengar angin lalu, karena sepertinya mereka pun sudah tau bagaimana sikap Ibu dan saudara Mas Azka pada kami selama ini. 

"Iya Bu, Ayra gak jadi pergi," jawabku lemah, aku memilih mengalah, dan kembali masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaian dengan daster rumahan. Aku membaringkan tubuhku sebentar, hari ini memang terasa lemas. 

"Dede yang sabar ya sayang, yang kuat," ucapku penuh sayang, sembari mengusap perut yang kini mulai terlihat membesar. 

Hp ku berbunyi tanda ada panggilan masuk. 

"Assalamualaikum Ra," ucap suara di seberang sana, rupanya telepon dari Kakakku yang akhirnya membuat sedihku berkurang.

"W*'alaikumussalam, A Rafi, Apa kabar?" Aku menjawab salamnya dengan sangat semangat, kangen rasanya dengan Kakakku ini.

"Alhamdulillah Aa baik, Aa di Samarinda sekarang sama Kak Tari juga, kami mau ke rumah kamu tapi Aa lupa alamatnya, kirimin ya," jawab A Rafi tak kalah semangat, senyumku memudar, aku memang sangat merindukan mereka, tapi jika mereka datang kesini sekarang, pasti Mertuaku akan semakin menunjukkan sikap tak sukanya padaku dan mereka. 

"Emh, iya A, bentar Ayra W* ya alamatnya," jawabku pelan, setelah mematikan telepon segera ku kirimkan Alamat rumah kepada A Rafi, lalu tak lupa juga mengirim W* pada Mas Azka untuk mengabarinya.

[Mas, A Rafi sama A tari lagi BMW ke rumah. Tapi Ayra takut kalau Ibu marah-marah gimana]

Segera setelah mengirimkan pesan, aku keluar dan mencari Ibu Mertuaku, aku harus mengatakan ini padanya. 

"Bu," panggilku ragu, Ibu yang sedang fokus menonton TV menoleh sebentar padaku, lalu kembali fokus pada layar TV. 

"Apa? mau izin keluar? Nggak boleh! Cucian banyak kalau hujan siapa yang angkat." Ibu menjawab dengan nada yang sangat tak enak didengar. 

"Bukan Bu, hari ini ada A Rafi sama Istrinya mau mampir kesini," jawabku lemah, Ibu tampak acuh sambil mengambil makanan ringan yang berada di meja di hadapannya. 

"Ya, terus kalau datang kenapa? Namanya tamu jauh layani aja dengan baik," jawabnya, aku merasa sedikit tenang dan tersenyum.

"Oh ya, minumnya nanti panasin aja Teh kemarin yang saya simpan dalam kulkas, terus ada pisang goreng dalam lemari, itu aja angetin pakai minyak bekas kemaren," lanjutnya datar. 

Jleb, langsung ingin tumpah air mataku, ketika keluargaku yang datang dari jauh harus disuguhkan Teh dan Pisang goreng sisa kemarin, padahal jika pun harus memberikan yang baru tak mungkin juga merugikan Ibu, karena semua yang dibeli di rumah ini dari gaji suamiku.

Aku berlalu menuju kamar dan mengambil HP ku, ternyata ada balasan dari Mas Azka.

[Alhamdulillah, Insyaa Allah mas pulang cepat hari ini. Nanti Mas belikan cemilan ya Dek, kalau ibu nyuruh angetin makanan dan minuman kemaren jangan dituruti, bikin aja yang baru]

Aku tersenyum membaca pesannya, Mas Azka memang selalu tau apa yang aku risaukan. Sebelum aku mengatakan semuanya, ia selalu sudah memberikan jawaban. 

-Ting

Bunyi notif pesan masuk lagi, ternyata dari A Rafi. 

[Dek, mungkin Aa entar sore baru mampir sebelum pulang ya. Soalnya sekarang Aa mau temenin Kak Tari dulu ke kondangan temennya dan ada sedikit urusan juga. Oh ya, kamu ada yang mau di titip gak?]

Sudah menikah pun kakak dan kakak iparku masih sangat memperhatikanku. Entah kenapa keluarga suamiku tak memperlakukanku dengan hal yang sama.

[Emh, gak usah A, Ayra lagi nggak pengen apa-apa. Fii amanillah ya A, Ayra tunggu di rumah]

Aku kembali mencharge Hp Ku dan keluar kamar untuk mengambil cucian yang sepertinya sudah mulai kering, aku harus bisa membuat Ibu Mertuaku senang agar Ia tak memperlihatkan ketidak sukaannya padaku saat ada keluargaku nanti. 

***

Mas Azka menepati janjinya, hari ini dia pulang cepat, ia membawa Martabak asin dan manis untuk keluargaku yang datang, dia membawa 2 bungkus. Sengaja di pisahnya bungkusan agar tak membuat keluarganya banyak omong.

Tak lama berselang, A Rafi dan Kak Tari datang. Ku cium tangan mereka satu persatu dan memeluk mereka bergantian, kupersilahkan mereka masuk dan ku suguhkan teh manis serta martabak yang dibeli oleh suamiku tadi, kami mengobrol banyak hal. 

"Ibumu mana Ka, kok gak keliatan? Sehatkan?" tanya A Rafi, sembari sesekali melirik ke arah pintu tengah. Aku mulai merasa tak enak, karena memang Ibu tak ada keluar kamar semenjak kedatangan A Rafi dan Istrinya. 

**

Teringat saat kepulangan Mas Azka tadi, Ibu melihat Mas Azka membawa dua bungkusan Martabak. 

"Kalau ada tamu dari keluarga Istrinya baru beli makanan enak. Kalau nggak ada, biar kering dapur gak akan belanja." Ibu nyeletuk dengan kasarnya, padahal selama ini apapun makanan yang ada di dapur semua dari uang Mas Azka. 

"Tapi kan semua kebutuhan di rumah sudah terpenuhi Bu, keluarga Ayra juga nggak tiap hari datang ke rumah kita," jawab Mas Azka halus, ia memberikan bungkusan martabak padaku, dan langsung menuju kamar kami. 

"Rumah kita? Ini rumah saya! Kalian cuma numpang disini, jadi nggak usah sok-sokan menganggap ini rumah kalian," jawab Ibu yang sengaja menyaringkan suaranya karena Mas Azka sudah tak menanggapinya. 

"Rabb, entah terbuat dari apa hati suamiku yang begitu sabar menghadapi kebencian dari Ibu angkatnya ini." aku membatin dengan lirih. 

Ku pisahkan dua piring martabak untuk tamu dan untuk orang rumah lalu memasukkannya ke dalam tudung saji. 

**

"Dek?" Panggilan A Rafi membuyarkan lamunanku, aku hanya tersenyum. 

"Ibu lagi kurang enak badan A, lagi istirahat di kamarnya," jawabku lembut, aku terpaksa berbohong, namun ternyata Ibu keluar dengan setelan kondangannya. Aku hanya mampu beristighfar dalam hati. 

"Saya ada urusan, permisi ya!" ucap Ibu kemudian berlalu pergi begitu saja tanpa menoleh sedikit pun pada kami. 

Terlihat wajah tak enak dari Mas Azka. Aku menatap sedih pada A Rafi dan Kak Tari, sepertinya mereka mengerti kegelisahanku. 

"Kamu udah berapa bulan Dek?" Kak Tari mengalihkan pembicaraan menghilangkan kecanggungan di antara kami. 

"Jalan empat bulan A,"jawabku sembari tersenyum padanya. 

"Alhamdulillah, nggak mabok Dek?" tanya A Rafi menimpali. 

"Alhamdulillah nggak ada mabok sama sekali A, malah Ayra ngerasa kuat banget," jawabku bersemangat, kami lalu melanjutkan obrolan. Tanpa terasa hari semakin sore, A Rafi dan Kak Tari berpamitan pulang, saat memelukku Kak Tari berbisik. 

"Kalau ada masalah telepon Kakak, cerita sama Kakak ya! Jangan dipendam sendiri, oke?" Aku mengangguk dan merasakan air mataku akan tumpah, tapi berusaha sekuat mungkin untuk menahannya. 

Aku melambai pada mereka berdua setelah menitip salam untuk orang tuaku. Tak terasa mereka sudah menghilang bersama dengan taksi yang mereka tumpangi. 

"Jangan sedih dong Sayang, mau jalan gak? Kita liat rumah kita yuk?" Mas Azka membuatku kembali tersenyum, aku mengangguk dan segera berganti pakaian. Kami pun pergi dengan mengendarai motor Mas Azka.

"Sejuknya udara sore ini, terlebih lagi jalannya dengan lelaki yang amat sangat kucintai, sesulit apa pun Ayra janji akan selalu ada di samping Mas Azka, Ayra nggak akan biarin Mas Azka ngejalanin semua rasa sakit dan sulit hidup ini sendiri," janjiku dalam hati sembari tersenyum ke arah spion motor yang selalu mengarah langsung ke wajahku. 

"Begitulah romantisnya Suamiku, Mas Azka Rayhan Afif" ucapku bangga dalam hati. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 97

    “Mau sampai kapan kamu gini terus Ka? Sudah dua minggu dan kamu belum sama sekali menjenguk istrimu yang saat ini terbaring lemah di ICU,” ucap Ajeng dengan marah pada anak angkatnya yang semakin terlihat tak terurus lagi. Azka hanya diam tak menanggapi, ia merasa dunianya sudah berakhir. Bahkan sering kali keinginan buruk muncul di benaknya. ‘Apa aku culik saja Ayra dan aku akan menikahinya dengan paksa’ ucapnya dalam hati. ‘Ah bodoh sekali aku, mana bisa aku melakukan itu dan menyakitinya lagi dan lagi’ ‘Tapi aku gak bisa mundur begitu saja, aku ingin kembali mendapatkannya’ ‘Tapi aku tak pantas untuk kembali bersamanya’ Azka berdebat dengan hati dan pikirannya yang selalu bertolak belakang, sesekali ia menghisap rokok yang membuatnya mulai nyaman padahal selama ini ia tak pernah menyentuhnya sama sekali. ***“Alhamdulillah persiapan pernikahan kita sudah hampir selesai delapan puluh lima persen, aku sedikit gugup, Ra,” ucap Rian, kini mereka berada di perjalanan menuju Masji

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 96

    Ayra berada di kamar Keisha yang terlihat berantakan, Lastri sedang merapikan beberapa barang yang berserakan. “Ada masalah apa sih Kei? Kok jadi gini banget hidupmu?” ucap Lastri dengan santai, Ayra menoleh ke arahnya namun Lastri berpura-pura tak melihatnya. “Kei, coba cerita sama aku. Sebenarnya kamu dan Mas Azka kenapa?” tanya Ayra dengan lembut, ia menggenggam jari Keisha berusaha menenangkan wanita yang pernah menjadi madunya itu. “Rumah tanggaku dan Mas Azka sepertinya sudah selesai, Ra,” jawab Keisha dengan sesenggukan. Ayra dan Lastri menoleh bersamaan, Lastri bahkan berhenti melakukan kegiatan beres-beresnya dan duduk di samping Keisha karena sangat penasaran dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang sempat sangat ia benci dulunya. “Kenapa? Ada apa?” tanya Lastri sangat penasaran. “Aku sudah mengakui segalanya, Ra,” ucap Keisha dengan lemah. “Mengakui semuanya? Mengakui apa Kei?” tanya Ayra bingung. “Aku mengakui semua kejahatan yang pernah aku lakukan padamu, Mas A

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 95

    Ah, aku sudah hampir gila, pipiku terasa panas, aku bahkan menepuknya beberapa kali karena entah kenapa aku selalu merasakan hal lain ketika mengingat Mas Rian. “Umi,” Reyhan menghampiri dan memelukku. “Iya, kenapa sayang?” tanyaku sambil mencium pipinya yang menggemaskan. “Kalau nanti Umi sama Papa Rian sudah nikah, Rey masih boleh kan jalan-jalan sama Abi?” tanyanya dengan sedih. “Kok Rey nanya begitu?” tanyaku bingung. “Rey cuma takut kalau Rey sudah nggak bisa ketemu atau jalan-jalan sama Abi lagi. karena Syifa teman Rey bilang Mama dan Papanya sudah nggak pernah ketemu lagi,” jawabnya dengan polos membuatku terharu. “Rey, Umi sama Abi tetap orang tua Reyhan. Papa Rian dan juga Mama Keisha juga sama orang tua Rey juga. Kami semua sayang Rey dan nggak ada yang akan ngelarang Rey untuk ketemu atau jalan-jalan sama Abi karena kita semua satu keluarga, hmm?” tanyaku sambil membawanya kembali ke dalam pelukanku. “Janji ya Mi,” ucapnya sembari mengacungkan kelingkingnya. “Insyaa

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 94

    -POV AZKA Acara lamaran Ayra dan Rian berjalan dengan sangat lancar, jelas tercetak kebahagiaan di wajah mereka dan semua keluarga. Aku melewati setiap langkah dengan goyah, rasanya begitu berat namun jika aku hanya tetap diam di sini maka rasa sakit akan lebih terasa mendominasi. “Hmmm, akhirnya aku kalah,” kuhela nafas dengan kasar lalu melajukan mobilku meninggalkan rumah yang penghuninya pernah menerimaku dengan penuh kasih sayang dan rasa hangat. ‘Keisha apakah dia baik-baik saja?’ tiba-tiba saja bayangannya terlintas di benakku. Entahlah aku merasa belum bisa membuka hati untuk siapapun saat ini, termasuk dia yang sudah menemaniku beberapa tahun belakangan ini. aku hanya sedang mencoba untuk bersikap baik saja padanya, memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang suami yang sudah sangat lalai selama ini. “Kei,” aku memanggilnya dengan lembut saat memasuki kamar. Ku lihat dia sedang terbaring lemah wajahnya pun semakin membengkak dan kini kembali mengeluarkan nanah. “Pasti san

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 93

    “Apa aku nggak salah liat?” tanya Lastri, saat melihat Keisha menyiapkan sarapan untuk mereka semua di hari yang masih sangat pagi. “Sudah bangun Kak?” tanya Keisha, ia benar-benar berusaha memperbaiki diri. Lastri mematung mendengar kata yang baik dan lembut yang diucapkan oleh adik iparnya. “Kenapa kamu Las? Kok kaya patung begitu?” tanya Ajeng yang baru saja memasuki dapur. “Keisha?” ucap Ajeng, sama kagetnya dengan Lastri. “Sudah bangun ya Bu?” ucap Keisha, ia bahkan tersenyum pada Ibu mertuanya itu. “Mulai dari sekarang, aku akan belajar untuk menjadi istri, menantu, dan ipar yang baik untuk kalian semua. Semoga Ibu dan Kak Lastri bisa bantu aku ya,” ucap Keisha dengan penuh harap. “Kamu nggak kesambet kan Kei?” tanya Lastri tak percaya. “Aku mau bangunin Mas Azka dulu ya Bu, kalau Ibu dan Kak Lastri mau makan duluan nggak apa-apa,” sambung Keisha, ia meninggalkan Ajeng dan Lastri yang masih kebingungan. “Kenapa dia Bu?” tanya Lastri. “Kayaknya memang kesambet Las, perl

  • Ratu Tak Akan Jadi Babu   BAB 92

    Azka sampai ke rumah dengan tubuh yang menggigil, ia masuk ke dalam kamar dan melihat Keisha terbaring di lantai sambil memegangi ponselnya. Benar saja begitu banyak panggilan dan pesan yang masuk setelah ia melihat ponsel miliknya.Azka masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya lalu ia menggendong Keisha dan membaringkannya di ranjang mereka. ‘Maafin aku karena menjadi suami yang tak pernah mengerti perasaanmu,’ ucap Azka dalam hati saat melihat wajah Keisha yang masih dibalut dengan perban. ‘Aku akan mencoba membuka hati untuk mencintaimu Kei, semoga kamu bisa berubah dan menjadi wanita yang baik. Baik pada dirimu sendiri, pada keluargamu dan juga keluargaku. Karena bagaimana pun rumah tangga tak hanya kita jalani sendiri, kita juga harus mempersatukan kedua keluarga kita’ batin Azka, ia melihat Keisha yang tiba-tiba bangun dan menatapnya. “Kamu sudah pulang Mas, kapan? Kamu kehujanan? Aku telpon kamu berkali-kali tapi kamu...”Azka memeluk Keisha dan mengusap rambutny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status