Beranda / Urban / Rayuan Maut Para Tetanggaku / Bab 56. Ancaman untuk Purnomo

Share

Bab 56. Ancaman untuk Purnomo

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-06 21:08:55

"Oke, Bim, nanti saya ke tempat gym kamu." kata Mas Putra akhirnya.

"Iya Mas, ditunggu." jawabku.

Telepon berakhir, aku kembali melanjutkan pekerjaan. Semakin malam, semakin ramai yang datang, dan aku baru bisa tutup hampir pukul sebelas malam. Setelah beres-beres, aku langsung pulang dan kuncinya aku titipkan pada Bang Didi.

"Bim, sukses besar!" kata Bang Didi tiba-tiba.

Aku tidak mengerti. "Apanya yang sukses, Bang?"

"Itu, minta nomornya Neng Nadira. Tadi pas pulang langsung minta," jawab Bang Didi sambil menyeringai.

"Bukannya tadi siang diantar Bang Hadi?" tanyaku.

"Iya, waktu Bang Hadi lagi ke dalam dulu bawa kunci mobil, kesempatan tuh minta nomornya, eh ternyata dikasih," jelas Bang Didi.

Aku hanya tersenyum kaku. Entah kenapa, semakin lama aku semakin tidak menyukai sifat Nadira itu.

"Ya sudah Bang, duluan ya," ucapku.

"Tunggu Bim, mau pulang bareng nggak? Tapi tungguin dulu mau nutup gerbangnya," kata Bang Didi.

"Oke deh, malam gini biasanya susah dapat angkot," jawa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 108. Perasaan berbeda

    Sabrina menoleh, tersenyum padaku. “Iya, Kak.”Aku dan Sabrina pergi ke belakang di lantai dua. Tempatnya bersebrangan dengan tempat gym yang sedang di pakai Bang Hadi dan kami menuju lantai dua. Ruang belakang itu adalah ruangan kosong yang luas, tetapi tidak beratap. Langit-langitnya terbuka, membiarkan udara segar dan sinar matahari masuk.Setelah berada di sana, kita duduk di dua kursi lipat yang kubawa dari dalam. Sabrina duduk di depanku.“Di sini tenang ya, Kak. Aku baru tahu ada tempat seperti ini,” kata Sabrina.“Iya, ini lantai paling atas. Aku biasa di sini kalau pas lagi bosan atau mau self-reflection,” kataku.“Memang tempatnya enak untuk menyendiri. Ayo, makan dulu, Kak!” kata Sabrina sambil membuka kantong plastik.Di dalamnya ada dua porsi ayam bakar dengan nasi merah dan sayuran segar. Menu yang sangat pas dah diet dan agar otot semakin tebal.“Ayo, Sab!” kataku antusias.Kami mulai makan siang. Ayam bakarnya sangat enak, bumbunya meresap sempurna, dipadukan dengan n

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 107. Adegan panas di gym

    “Wah, terima kasih banyak, Bang! Aku akan pilih hari Senin. Biasanya Senin itu paling sepi,” jawabku cepat. Libur seminggu sekali terasa mewah bagiku.Aku terharu. Bang Hadi memang sangat baik dan pengertian dalam hal pekerjaan, meskipun kekurangannya suka main perempuan. Kebaikan ini sungguh tak ternilai.“Bagus! Oh ya, mau nge-gym nih,” kata Bang Hadi, sambil melirik perempuan di sebelahnya. “Ini ada yang minta diajarin. Kamu yang handle ya, Bim. Dia tahu kamu dari Tok-Tok juga.”Perempuan itu hanya tersenyum tipis padaku. Senyumnya seperti menyembunyikan banyak rahasia. Aku pun hanya mengangguk dan membalas senyumannya.“Aku minta yang private ya, Mas Bima,” bisik perempuan itu dengan suara yang sengaja dilembutkan.Aku hanya bisa mengangguk, lalu berjanji akan mengaturnya setelah jam makan siang.Aku kembali ke meja kasir, menunggu kedatangan Sabrina yang akan nge-gym siang ini. Sambil menunggu, aku membuka ponsel. Ternyata ada beberapa pesan masuk, salah satunya dari Nadira dan s

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 106. Tawaran mendaki

    “Ingat, Guys, di gym ini kita utamakan teknik. Hasil mengikuti proses! Kalau mau konsultasi PT, langsung klik link di bio atau datang saja ke FitZone Elite! Tempatnya nyaman dan alatnya lengkap,” promosi gencar kulakukan.Saat aku sedang membetulkan posisi bahu Lia untuk cable row, tiba-tiba layar ponselku dibanjiri notifikasi gift. Mulai dari mawar, ciuman, hingga beberapa gift koin besar. Aku tidak menyadari banyak yang mengirim gift karena aku terlalu fokus pada sesi pelatihan.“Terima kasih banyak ya untuk gift-nya! Kalian memang luar biasa! Jangan lupa, follow juga tiga teman cantikku ini!” kataku.Aku yakin, followers-ku semakin bertambah, terutama dari followers ketiga wanita itu. Ketenaranku melonjak dengan cepat berkat gabungan antara konten mengenai olahraga dan promosi dari klien-klien yang genit. Penghasilanku hari ini, meskipun baru pagi, sudah melampaui gajiku sebagai drafter dulu.Tepat ketika aku selesai memberikan sesi pendinginan kepada Risa dan Maya, pintu gym terbu

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 105. Klien baru

    “Kalau begitu, aku titip pesan saja, Bang. Suruh dia hati-hati,” kataku akhirnya, mencoba mengendalikan emosi.Bang Didi hanya mengangguk dan tersenyum, tidak menyadari badai di hatiku.Aktivitas di tempat gym pagi ini lebih ramai dari biasanya. Banyak yang ingin memakai jasa trainer juga. Yang mengejutkan, mereka kebanyakan adalah para wanita.Saat aku berdiri di area dumbbell, seorang wanita muda menghampiriku.“Mas Bima, benar kamu yang ada di Tok-Tok, kan? Yang suka flexing sambil pakai oil?” tanyanya dengan mata berbinar.“Iya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku profesional.“Aku mau jadi murid personal training kamu, Mas! Selain itu tubuhmu juga bagus banget, dan kamu ngajarinnya asyik!” serunya, lebih antusias pada sosokku di media sosial daripada pada fitness.Dia datang karena melihat Tok-Tok-ku, bukan karena rekomendasi Bang Hadi."Boleh Mbak, mau latihan perhari apa bulanan?" tanyaku."Mmm.. kalau perhari berapa dan bulanan berapa?" tangannya penasaran.Aku menjelaska

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 104. Kembali aktivitas

    Akhirnya aku tiba di depan gerbang apartemen. Gerbang besi itu sudah tertutup rapat, hanya diterangi oleh lampu neon yang berkedip-kedip di pos keamanan. Jam tanganku menunjukkan pukul 01.45 dini hari. Sudah pasti Pak Jamal tidur nyenyak, pikirku. Aku mengetuk pintu gerbang besi itu beberapa kali.Tak lama kemudian, pintu kecil di pos keamanan terbuka, dan tampak wajah Pak Jamal yang ternyata masih terjaga.“Mas Bima? Kirain siapa. Pantas saja dari tadi belum pulang,” katanya sambil membuka gembok gerbang dengan sedikit erangan.Aku merasa lega sekaligus bersalah karena mengganggu tidurnya. “Iya, Pak, maaf. Ketemu teman lama jadi sampai lupa waktu,” kataku, memberikan alasan klise.Aku pun masuk ke dalam, dan Pak Jamal kembali mengunci gembok itu.“Abis reunian ya, Mas? Memang jika ketemu teman lama itu bisa sampai lupa waktu. Apalagi sudah lama tidak bertemu, pasti banyak yang diceritakan,” kata Pak Jamal, tersenyum ramah.Aku hanya bisa membalas dengan senyum paksa. Reunian? Rasanya

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 103. Nafsu dan gairah

    "Bukannya kamu memang suka mentok dan liar? Aku goyang makin kenceng ya?" tawarku, jDi luar halaman belakangnya, ada sofa besar. Setelah aku telusuri di daerah ini cukup aman. Kontrakannya terletak di jalan sepi, jaraknya jauh dengan tetangga lain. Jadi pasti seru jika sekali-kali outdoor, entah kenapa rasa nafsuku lebih memuncak.Kemudian aku berjalan ke depan sana menuju sofa sambil menggendong Nadira, lalu aku baringkan di atas sofa. Aku buka kakinya lebar-lebar, aku gerakkan lagi pinggulku dengan keras. Aku mengatur nafasku dalam-dalam, gerakannya lebih pelan. Aku mendekap tubuhnya, menatap wajahnya dan mencium bibirnya."Mas, malam ini kamu berbeda. Kamu lebih bernafsu, bukan seperti biasanya lebih seperti marah, aku minta maaf telah memaksamu." katanya tiba-tiba.Aku sendiri baru sadar, mungkin karena aku memang kecewa atas sikapnya. Aku tahu dia kerja sebagai streamer OF, tapi tidak harus melayani banyak pria. Dia masih muda, tapi dia terlihat pasrah tidak ingin berusaha. Pada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status