Share

05. Malam Pertama?

Tidur Elrissa malam ini tidak terlalu pulas. Dia bermimpi kejadian yang dirasakannya terlalu nyata. Mimpi itu semacam pecahan ingatan yang kembali padanya.

Dia berada di dalam sebuah kapal pesiar, menghadiri sebuah acara dengan teman-temannya. Kemudian, ingatannya kabur, digantikan dengan perasaan berat di dada, paru-paru sulit bernapas.

Alhasil, dia terbangun dengan dada berdebar. Dia bergumam, "cuma mimpi? Kayaknya enggak, tapi kapan ya itu kejadian?

Matanya mengerjap-ngerjap, mencoba melihat suasana kamar yang gelap ini.

Lampu utama mati, wajar disini sangat gelap, tapi ada sedikit cahaya dari lampu meja nakas.

Baru akan bergerak, Elrissa sadar ada tangan yang merangkul perutnya, dan itu adalah milik Alano.

Sekujur otot di tubuhnya mendadak tegang, wajah memerah bak kulit udang rebus. Bukankah harusnya dia tidur sendirian, kapan pria ini datang?

Yang membuatnya makin gelisah adalah Alano memiliki kebiasaan tidur telanjang bulat. Kehangatan yang dia rasakan bukan hanya dari selimut yang menutupinya, melainkan panas tubuh pria itu.

Elrissa meneguk ludah.

Seolah sadar dipandangi, Alano tiba-tiba bicara, "kenapa bangun, Sayang?"

"Eh—ka-kamu bangun?" Elrissa gagap lagi. Dia mendehem, lalu bertanya lagi, "ngapain kamu di sini?"

"Tidur lah."

"Kamu tidur semalaman— nggak pakai baju, sama aku?“

Alano menguap sebentar, baru menjawab, "enggak, aku baru tidur. Maaf, aku terpaksa tidur di sini juga, masa kamu tega aku tidur di sofa? tapi nggak usah takut gitu, aku nggak ngapa-ngapain kamu.”

Suara pria itu terdengar malas nan lemas. Kelopak matanya pun tampak enggan terbuka. Iya, kelihatan sekali kalau masih sangat mengantuk.

Elrissa menengok ke jam analog yang tergeletak di atas meja. Lalu, dia berkata lagi, "ini sudah lumayan pagi, jam lima pagi. Kamu baru tidur?“

"Aku sejak semalam berusaha menghubungi asistenku buat nyiapin jemputan kita atau ngirim dokter ke sini buat periksa kamu, tapi kayaknya nggak bisa."

"Nggak bisa? Kenapa?“

"Soalnya cuaca lagi jelek, mendung, nggak ada kapal yang bisa jemput kita. Asistenku bilang mungkin besok atau lusa. Kalau jemput sekarang, bahaya.”

Elrissa menyibakkan selimut sedikit, lalu turun ranjang. Dia membuka jendela kamar.

Suasana di luar sangat gelap. Semua ini diakibatkan oleh mendung di langit. Belum lagi udara juga begitu dingin. Sejauh mata memandang hanyalah kabut putih tebal yang menggantung di antara pepohonan.

"Padahal kemarin cuacanya masih bagus," ucapnya sembari memeluk diri sendiri. Tubuhnya agak menggigil akibat terpaan angin pagi.

"Iya, emang lagi musim hujan."

"Lagian, kenapa kita honeymoon ke tempat beginian waktu musim hujan? Jadinya kita malah kejebak di sini 'kan?“

Mendengar pertanyaan itu, Alano membuka kedua mata. Dia seperti tak senang. Dengan nada suara sendu, dia bertanya balik, "kamu nggak suka kejebak sama suami kamu sendiri di villa ini?”

"Bu-Bukan gitu, maksudnya aku khawatir aja kalau misal ada badai atau apa mungkin? Kita cuma berduaan di villa ini."

”Nggak ada, Sayang, palingan cuma hujan biasa, tapi emang nggak mungkin ada kapal yang bisa jemput kita sekarang. Kita sabar aja. Kamu nggak sakit kepala 'kan?"

"Enggak."

"Yaudah, mending kamu tutup jendelanya, terus sini bobok sama aku.“ Alano menepuk sebelahnya. Ia menyunggingkan senyuman yang sangat manis nan menggoda.

Elrissa masih ragu. ”Ka-kayaknya—”

”Aku tahu kamu belum ingat aku, aku nggak bakalan ngapa-ngapain. Ayo sini, temani aku tidur sebentar aja.“

"Eh—”

“Aku paham perasaan kamu belum ingat aku. Tapi, mau nggak mau, kamu harus mau berbagi ranjang sama aku, Rissa. Aku nggak mau tidur di sofa, keras banget.”

Elrissa tak bisa menjawab.

"Coba ke sini dulu, aku mau tunjukin sesuatu yang bisa buat kamu makin percaya sama aku."

"Apa?"

"Ke sini dulu, dong."

Elrissa menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati ranjang lagi. Ia tidak mau berpikir buruk. Lagipula, sampai sejauh ini, Alano tidak menunjukkan tanda-tanda niat jahat.

Dia naik lagi ke atas ranjang, memasukkan kakinya ke balik selimut lagi. Dada telanjang Alano menarik perhatiannya— iya, berotot, tangguh dan keras.

Alano menahan tawa melihat tingkah malu-malu Elrissa. Dia tahu kalau wanita itu grogi karena bersama dirinya yang telanjang, tapi pura-pura bodoh. "Ada apa, Sayang? Kamu kok kayaknya resah banget gitu? Suka ngeliat dadaku?"

"Nggaklah, ngapain." Elrissa sekuat tenaga tak memperhatikan dada seksi pria itu. "Kamu itu jangan senyum mulu sama aku. Aku beneran masih nggak ingat sama kamu."

"Mmm, manisnya istriku— jadi ingat malam pertama kita. Kamu grogi bukan main, aku sampai takut sendiri."

"Malam pertama?!" Pipi Elrissa seketika memerah. Dia menatap Alano tak percaya. Dengan suara tersendat-sendat, dia bertanya, "Ki-kita udah ... maksudku ... kita udah ... anu— eh."

Bukannya menjawab, Alano malah menahan tawa.

"Aku tanya serius, loh." Elrissa dibuat makin malu. Wajahnya agak cemberut. "Jawab, dong.“

"Aku harus jawab apa? aku aja nggak tahu kamu mau tanya apa? Anu ... ah, eh anu ... apa?" Alano tahu apa yang ingin diketahui oleh Elrissa, tapi memilih untuk menggodanya.

Elrissa terlalu malu sehingga berpaling wajah. Dia tak bisa berkata-kata apapun lagi. "Nggak jadi, deh."

"Jangan ngambek gitu, dong," rayu Alano dengan suara manis serta lembut. Dia menyentuh dagu Elrissa, dibelai sedikit seraya berkata lagi, "kita cuma tidur bareng aja selama sebulan ini. Kamu belum siap ngelakuin apa-apa sama aku."

Tak ada jawaban.

"Aku mau tunjukin sesuatu ..." Alano bicara lagi. Kali ini, dia bangun terduduk. Selimutnya pun merosot hingga ke bawah perut. Ini membuat tubuh bagian atasnya terekspos. "Sayang, kamu yakin nggak mau ngeliat aku karena aku telanjang? Maaf kalau aku begni, tapi aku kebiasaan telanjang gini kalau tidur."

Elrissa mencoba untuk bersikap biasa saja. Dia menatapnya sambil bertanya, "nggak apa, kok. Jadi, sekarang mau tunjukin apa?"

Secara mengejutkan, Alano menyentuh pipi Elrissa, lalu dibelai perlahan-lahan. Dia memperlakukannya bagai porselen berharga.

"Alano?"

"Aku suka banget kalau kamu manggil namaku." Sentuhan jari Alano kini beralih menyentuh dagu, pinggiran bibir, dan ke bibir bawah. "Mmm ... bibir kamu kecil dan lembut banget. Aku rindu ciuman pertama kita, Sayang."

Elrissa kehabisan napas. Dia tak bisa menahan lebih lama pesona pria itu serta rayuannya yang mematikan. Setiap kata diucapkan memberikan dampak yang luar biasa untuk jantungnya.

Dia bertanya, "tolong jangan menggodaku dulu, ka-kamu mau nunjukin apa?"

"Nunjukin cintaku." Alano tak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya lagi. Dia jelas hanya ingin merayu Elrissa lagi dan lagi. "Nggak nunjukin apa-apa selain cintaku."

"Kamu ini ngerjain aku, ya?"

Senyuman Alano makin melebar.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status