Share

Reborn Farmer to Richer
Reborn Farmer to Richer
Author: Zhi

[01] Hari ketika - Terbangun

"Ran-ran, bayi kecil Ā mu akhirnya bangun. Dimana yang sakit? Katakan, Ā mu akan meniupnya untukmu."

Ketika ucapan ini sampai di telinganya, Houran yang masih termenung di atas ranjang rumah sakit hampir saja melonjak dan segera mengusap kedua pipinya, kemudian ia menatap kedua tangannya yang memiliki jari jemari yang panjang dan lentik, lantas ia menghembuskan nafas lega. 

Meskipun kedua tangannya tampak sedikit lebih ramping dan lembut daripada sebelumnya, ia masih bukan seorang bayi kecil dengan tangan dan kaki pendek yang hanya mengetahui bagaimana mengatakan sesuatu melalui tangisan. 

Houran tidak tahan membayangkannya. 

Pertama kali ia membuka mata, tidak ada siapapun di sekelilingnya, tetapi perabot di sekitarnya mengatakan bahwa ia tidak lagi sama seperti sebelumnya. Segala sesuatu di sana hanya dapat disebut sebagai kemewahan yang cukup keterlaluan. 

Segala sesuatunya berkilau bahkan pegangan pintu sekalipun berwarna keemasan. 

Seketika, jiwa miskin seorang petani milik Houran segera meronta tidak terima. Keluarga macam apa yang merawat orang sakit di ruangan yang lebih seperti kamar seorang putra mahkota ini? Mungkin jika seorang pasien ditempatkan di ruangan seperti ini, Houran pikir lebih baik untuk sakit selamanya. 

Sebagai petani di kaki gunung, bahkan jika ia masih bekerja setelah memiliki cucu sekalipun, ia tidak mungkin bisa memiliki ruangan dengan nuansa glamor semacam ini. 

Kembali ke masa kini, Houran mengedipkan matanya dua kali. Lalu mengamati wanita yang tengah menatapnya dengan kekhawatiran yang tidak disembunyikan sama sekali. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena ia benar-benar tidak mengenali siapa orang ini. 

Tapi orang ini menyebut dirinya dengan Ā mu? 

Bahkan jika itu dua puluh tahun kemudian, ibunya yang kurus kering dengan lengan kekar tidak mungkin berubah menjadi wanita dengan gaun berwarna krem dan kalung sederhana tetapi menguarkan aura mahal yang berdiri di sebelah ranjangnya ini. 

Houran menggelengkan kepalanya, sangat mustahil. 

Wanita itu segera meremas jemari tangannya dengan wajah gugup, "apakah kepalamu sakit? Apakah ingin Ā mu memanggil dokter untukmu?" 

"Tidak perlu," ia menjawab dengan senyuman kecut. 

Dokter itu mungkin akan meledak dalam kemarahan jika mereka memanggilnya untuk keempat kalinya. 

Kali pertama, tentu saja ketika wanita ini masuk ke dalam ruangan dan bertemu mata dengannya, ia segera berteriak memanggil dokter dan melupakan fakta bahwa mereka dapat memanggilnya hanya dengan menekan tombol di samping ranjang. 

Kali kedua, ketika ia tidak sengaja memukul dahinya, dan mengeluh "sakit sekali" ketika lukanya tersentuh. Dan wanita itu segera menekan tombol di samping ranjang tanpa berpikir dua kali. 

Dokter itu mengatakan tidak terjadi apa-apa, dan menyarankan ia untuk tidur guna mengurangi rasa sakitnya. Tetapi Houran lebih merasakan bahwa dokter itu tidak ingin dipanggil untuk kecemasan yang tidak penting lagi. 

Tetapi, masih ada kali ketiga. 

Ini adalah peristiwa dimana wanita ini menemukan bahwa ia tidak mengenalinya sama sekali, ia segera menekan tombol di ranjang berkali-kali dengan mata berkaca-kaca. 

Agak menyakitkan memang, melihat putra kesayangannya sendiri tidak mengenali siapa ibunya. Houran memahami ketakutannya. 

Hanya saja dokter itu harus menerima tamparan ketika mengatakan bahwa tidak ada cidera yang dapat menyebabkannya kehilangan ingatan seperti ini. Wanita itu tampaknya meledak dan berteriak tepat di depan wajah dokter muda berkacamata itu, "kau bilang tidak ada cidera! Apa kau buta?! Dokter macam apa ini, bayiku jelas tidak tahu siapa aku dan kau mengatakan dia seharusnya tidak apa-apa! Apa kau ingin aku menghubungi pemilik rumah sakit ini untuk memecat dokter tidak berguna sepertimu!" 

Houran bahkan perlu mengusap telinganya dua kali.

Itulah sebabnya mengapa ia benar-benar enggan untuk memanggil dokter lagi, sudah cukup dokter itu memiliki bekas tamparan di wajahnya, tidak perlu mempersulitnya dan membuatnya harus melepas pekerjaannya karena hal ini. 

"Ā mu?" Ia memanggil dengan perasaan ragu. 

"Ada apa, bayiku? Apakah kau menginginkan sesuatu? Apakah terasa sakit di suatu tempat? Ada apa, katakan pada Ā mu." 

Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengatakan sepatah katapun melalui serangkaian pertanyaan yang beruntun semacam ini. 

Ia mengusap tengkuknya, "anu, itu ... siapa namaku?" 

"Ah, siapa namamu ..." 

Keheningan segera jatuh di antara mereka. Bahkan jika sebuah jarum terjatuh di atas lantai maka suaranya pasti akan terdengar. Sedangkan wanita itu segera menutup bibirnya dan air mata mengalir di sepanjang kedua pipinya. 

Wanita itu berbalik membelakanginya dengan selembar tisu untuk mengusap air matanya, tetapi kedua bahunya masih berguncang karena isakan.

"Ah, begitu menyakitkan, Ā mu tidak bisa menghadapi ini sendirian. Mengapa juga Ā ba sialanmu itu tidak segera datang?" Wanita itu masih menggerutu dengan tepian mata yang memerah. 

Itu segera membuka tasnya dengan tergesa-gesa, ia mengeluarkan ponsel dari sana, dan bergumam, "aku akan meneleponnya terlebih dahulu, omong kosong apa yang dia lakukan hingga membutuhkan waktu begitu lama untuk datang." 

Dengan itu, ia tergesa-gesa berjalan keluar dari ruangan dengan ponsel di telinganya. 

Houran hanya menyaksikan semuanya dengan mulut terkatup rapat. Agak terkejut mendengar bahwa wanita itu baru saja mengumpat dua kali kepada suaminya sendiri, atau setidaknya kini itu dapat disebut sebagai ayahnya. 

Ia benar-benar tidak mendapat ingatan apapun mengenai tubuh ini, selain fakta bahwa ia masih anak-anak, siapa namanya, berapa usianya, mengapa ia dapat berakhir di rumah sakit ini, dan juga bagaimana dengan keluarganya, ia masih tidak memiliki petunjuk sama sekali. 

Houran mendesah lesu, "apakah Ayah dan Ibu sudah menemukan bahwa putra bungsu mereka telah tiada karena tertimbun tanah longsor? Mereka tentu akan sangat kebingungan mencariku." 

"Dan juga, anjing hitam itu, apakah ia berhasil selamat atau masih harus berakhir tertimbun bersamaku?" 

Houran jadi ingin menggerutu. 

"Ibu tentunya akan memberiku sumpah serapah jika mengetahui bahwa aku mati karena menyelamatkan seekor anjing hitam yang selama ini mereka percayai sebagai roh jahat yang dapat menjadi pembawa sial ...." 

" ... Tetapi apa yang dapat kulakukan? Membiarkan anjing itu mati tertimbun longsor begitu saja padahal aku masih dapat menyelamatkannya, jelas tidak mungkin." 

Sekali lagi, Houran menghela nafasnya. 

Ibunya cukup banyak bicara, tetapi sebenarnya menyayanginya dengan cara yang tersembunyi. Tidak tahu apakah Ibunya akan pingsan begitu tubuhnya ditemukan, ataukah ia akan berteriak dan mengutuknya atas tindakan yang dinilainya sebagai kebodohan. 

Dia hanya mengeyam pendidikan hingga sekolah dasar, apa yang bisa diharapkan untuk menjadi cerdas atau genius, itu tidak banyak membantu dalan mengerjakan pertanian. 

"Huft, mereka seharusnya baik-baik saja. Kakak laki-laki harus bisa menjaga mereka, sudah ada seorang istri dan juga dua orang putra-putri, seharusnya ayah dan ibu tidak perlu risau memikirkan keberlangsungan masa depan dan juga penerus keturunan." 

Kehilangannya harus menjadi rasa sakit sesaat, dan ia berharap mereka dapat terus melanjutkan hidup dan meninggal hanya karena usia tua. 

Membayangkan hari itu, ia tidak memiliki banyak penyesalan dari kehidupan sebelumnya. 

[To Be Continued]

Note :

Ā mu = Ibu 

Ā ba = Ayah

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gem Operana
I need English version no Indonesia
goodnovel comment avatar
Nurfa Latif.
wah, keren. ada bahasa asingnya, bisa belajar nih. Semangat Author
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status