Ketika ucapan ini sampai di telinganya, Houran yang masih termenung di atas ranjang rumah sakit hampir saja melonjak dan segera mengusap kedua pipinya, kemudian ia menatap kedua tangannya yang memiliki jari jemari yang panjang dan lentik, lantas ia menghembuskan nafas lega.
Meskipun kedua tangannya tampak sedikit lebih ramping dan lembut daripada sebelumnya, ia masih bukan seorang bayi kecil dengan tangan dan kaki pendek yang hanya mengetahui bagaimana mengatakan sesuatu melalui tangisan.
Houran tidak tahan membayangkannya.
Pertama kali ia membuka mata, tidak ada siapapun di sekelilingnya, tetapi perabot di sekitarnya mengatakan bahwa ia tidak lagi sama seperti sebelumnya. Segala sesuatu di sana hanya dapat disebut sebagai kemewahan yang cukup keterlaluan.
Segala sesuatunya berkilau bahkan pegangan pintu sekalipun berwarna keemasan.
Seketika, jiwa miskin seorang petani milik Houran segera meronta tidak terima. Keluarga macam apa yang merawat orang sakit di ruangan yang lebih seperti kamar seorang putra mahkota ini? Mungkin jika seorang pasien ditempatkan di ruangan seperti ini, Houran pikir lebih baik untuk sakit selamanya.
Sebagai petani di kaki gunung, bahkan jika ia masih bekerja setelah memiliki cucu sekalipun, ia tidak mungkin bisa memiliki ruangan dengan nuansa glamor semacam ini.
Kembali ke masa kini, Houran mengedipkan matanya dua kali. Lalu mengamati wanita yang tengah menatapnya dengan kekhawatiran yang tidak disembunyikan sama sekali. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena ia benar-benar tidak mengenali siapa orang ini.
Tapi orang ini menyebut dirinya dengan Ā mu?
Bahkan jika itu dua puluh tahun kemudian, ibunya yang kurus kering dengan lengan kekar tidak mungkin berubah menjadi wanita dengan gaun berwarna krem dan kalung sederhana tetapi menguarkan aura mahal yang berdiri di sebelah ranjangnya ini.
Houran menggelengkan kepalanya, sangat mustahil.
Wanita itu segera meremas jemari tangannya dengan wajah gugup, "apakah kepalamu sakit? Apakah ingin Ā mu memanggil dokter untukmu?"
"Tidak perlu," ia menjawab dengan senyuman kecut.
Dokter itu mungkin akan meledak dalam kemarahan jika mereka memanggilnya untuk keempat kalinya.
Kali pertama, tentu saja ketika wanita ini masuk ke dalam ruangan dan bertemu mata dengannya, ia segera berteriak memanggil dokter dan melupakan fakta bahwa mereka dapat memanggilnya hanya dengan menekan tombol di samping ranjang.
Kali kedua, ketika ia tidak sengaja memukul dahinya, dan mengeluh "sakit sekali" ketika lukanya tersentuh. Dan wanita itu segera menekan tombol di samping ranjang tanpa berpikir dua kali.
Dokter itu mengatakan tidak terjadi apa-apa, dan menyarankan ia untuk tidur guna mengurangi rasa sakitnya. Tetapi Houran lebih merasakan bahwa dokter itu tidak ingin dipanggil untuk kecemasan yang tidak penting lagi.
Tetapi, masih ada kali ketiga.
Ini adalah peristiwa dimana wanita ini menemukan bahwa ia tidak mengenalinya sama sekali, ia segera menekan tombol di ranjang berkali-kali dengan mata berkaca-kaca.
Agak menyakitkan memang, melihat putra kesayangannya sendiri tidak mengenali siapa ibunya. Houran memahami ketakutannya.
Hanya saja dokter itu harus menerima tamparan ketika mengatakan bahwa tidak ada cidera yang dapat menyebabkannya kehilangan ingatan seperti ini. Wanita itu tampaknya meledak dan berteriak tepat di depan wajah dokter muda berkacamata itu, "kau bilang tidak ada cidera! Apa kau buta?! Dokter macam apa ini, bayiku jelas tidak tahu siapa aku dan kau mengatakan dia seharusnya tidak apa-apa! Apa kau ingin aku menghubungi pemilik rumah sakit ini untuk memecat dokter tidak berguna sepertimu!"
Houran bahkan perlu mengusap telinganya dua kali.
Itulah sebabnya mengapa ia benar-benar enggan untuk memanggil dokter lagi, sudah cukup dokter itu memiliki bekas tamparan di wajahnya, tidak perlu mempersulitnya dan membuatnya harus melepas pekerjaannya karena hal ini.
"Ā mu?" Ia memanggil dengan perasaan ragu.
"Ada apa, bayiku? Apakah kau menginginkan sesuatu? Apakah terasa sakit di suatu tempat? Ada apa, katakan pada Ā mu."
Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengatakan sepatah katapun melalui serangkaian pertanyaan yang beruntun semacam ini.
Ia mengusap tengkuknya, "anu, itu ... siapa namaku?"
"Ah, siapa namamu ..."
Keheningan segera jatuh di antara mereka. Bahkan jika sebuah jarum terjatuh di atas lantai maka suaranya pasti akan terdengar. Sedangkan wanita itu segera menutup bibirnya dan air mata mengalir di sepanjang kedua pipinya.
Wanita itu berbalik membelakanginya dengan selembar tisu untuk mengusap air matanya, tetapi kedua bahunya masih berguncang karena isakan.
"Ah, begitu menyakitkan, Ā mu tidak bisa menghadapi ini sendirian. Mengapa juga Ā ba sialanmu itu tidak segera datang?" Wanita itu masih menggerutu dengan tepian mata yang memerah.
Itu segera membuka tasnya dengan tergesa-gesa, ia mengeluarkan ponsel dari sana, dan bergumam, "aku akan meneleponnya terlebih dahulu, omong kosong apa yang dia lakukan hingga membutuhkan waktu begitu lama untuk datang."
Dengan itu, ia tergesa-gesa berjalan keluar dari ruangan dengan ponsel di telinganya.
Houran hanya menyaksikan semuanya dengan mulut terkatup rapat. Agak terkejut mendengar bahwa wanita itu baru saja mengumpat dua kali kepada suaminya sendiri, atau setidaknya kini itu dapat disebut sebagai ayahnya.
Ia benar-benar tidak mendapat ingatan apapun mengenai tubuh ini, selain fakta bahwa ia masih anak-anak, siapa namanya, berapa usianya, mengapa ia dapat berakhir di rumah sakit ini, dan juga bagaimana dengan keluarganya, ia masih tidak memiliki petunjuk sama sekali.
Houran mendesah lesu, "apakah Ayah dan Ibu sudah menemukan bahwa putra bungsu mereka telah tiada karena tertimbun tanah longsor? Mereka tentu akan sangat kebingungan mencariku."
"Dan juga, anjing hitam itu, apakah ia berhasil selamat atau masih harus berakhir tertimbun bersamaku?"
Houran jadi ingin menggerutu.
"Ibu tentunya akan memberiku sumpah serapah jika mengetahui bahwa aku mati karena menyelamatkan seekor anjing hitam yang selama ini mereka percayai sebagai roh jahat yang dapat menjadi pembawa sial ...."
" ... Tetapi apa yang dapat kulakukan? Membiarkan anjing itu mati tertimbun longsor begitu saja padahal aku masih dapat menyelamatkannya, jelas tidak mungkin."
Sekali lagi, Houran menghela nafasnya.
Ibunya cukup banyak bicara, tetapi sebenarnya menyayanginya dengan cara yang tersembunyi. Tidak tahu apakah Ibunya akan pingsan begitu tubuhnya ditemukan, ataukah ia akan berteriak dan mengutuknya atas tindakan yang dinilainya sebagai kebodohan.
Dia hanya mengeyam pendidikan hingga sekolah dasar, apa yang bisa diharapkan untuk menjadi cerdas atau genius, itu tidak banyak membantu dalan mengerjakan pertanian.
"Huft, mereka seharusnya baik-baik saja. Kakak laki-laki harus bisa menjaga mereka, sudah ada seorang istri dan juga dua orang putra-putri, seharusnya ayah dan ibu tidak perlu risau memikirkan keberlangsungan masa depan dan juga penerus keturunan."
Kehilangannya harus menjadi rasa sakit sesaat, dan ia berharap mereka dapat terus melanjutkan hidup dan meninggal hanya karena usia tua.
Membayangkan hari itu, ia tidak memiliki banyak penyesalan dari kehidupan sebelumnya.
[To Be Continued]Note :
Ā mu = Ibu
Ā ba = AyahSelepas pulang sekolah hari ini, Houran mendapati bahwa Dage-nya, sudah menunggu di ruang bersantai dan memintanya juga Huan-huan untuk datang kepadanya begitu mereka selesai makan siang. Di Ruang makan, ia bahkan sempat berdiskusi dengan Huan-huan kira-kira apa yang akan di bicarakan oleh saudara pertamanya itu. Juga, tiba-tiba Dokter Fan yang merawatnya sebelumnya itu keluar dari kamar tamu dengan tampilan yang sangat kuyu dan lingkaran hitam tampak di bawah kelopak matanya. Dia ragu-ragu untuk bertanya, "Dokter Fan, kau tidak terlihat baik, mungkinkah kau sedang sakit?" Dokter Fan meneguk segelas air putih, menggosok pinggangnya dan membalas dengan keluhan setelah itu, "aku tidak sengaja mabuk kemarin, dan sekarang seluruh tubuhku terasa seperti baru saja bekerja menabrak pohon berkali-kali." Houran sedikit terheran-heran, "seorang dokter juga boleh m
[Mu Qixuan's Side.] "Jadi?" Ia menyusul duduk di depan pria yang duduk dengan tubuh bersandar pada sofa di seberang. Matanya tertutup, tetapi ia tidak bisa memastikan apakah orang ini memang mengantuk atau hanya terlalu mabuk. Jiang Xu, sekretarisnya berdiri samping sofa, meringis dengan perasaan bersalah. "Maaf, bos. Tapi, Dokter Fan benar-benar menolak kembali jika saya yang membawanya." Jelasnya dengan terbata-bata. Tidak berani untuk menatap langsung sang atasan. Dirinya sendiri juga tidak mengerti mengapa orang mabuk bisa menjadi begitu keras kepala untuk kembali hanya dengan bosnya yang sangat galak. "Sangat merepotkan," ia menendang lutut si pria mabuk. Sangat kesal karena panggilan mendadak yang membuatnya harus berakhir di klub malam ini tanpa memiliki kesempatan untuk menolak. Mengirim sang sekretaris ternyata tidak membantu sama
"Jadi, paman telah mengakui semuanya?" Mu Qixuan menatap kedua orang tuanya dan mencoba untuk menegaskan, setelah mereka semua berkumpul di meja makan dan menunggu keduanya untuk menceritakan asal mula mengapa akhirnya mereka mengurungkan niat untuk berpisah. Nyonya Mei menjadi yang menanggapi pertanyaan itu, "benar, kami berpisah sejak meninggalkan rumah ini hari itu. Aku terlalu cemas memikirkan kemana Ran-ran pergi, dan ayahmu untuk pertama kalinya akhirnya merasa takut bahwa ia mungkin akan kehilangan sesuatu yang sangat penting. Kami sama-sama memiliki kecemasan masing-masing saat itu. Kami tidak bisa berpikir jernih." Ada jeda sejenak. "Bahkan aku sudah menemui pengacara, memutuskan mengambil hak asuh atas Ran-ran. Saat itu, Ā mu menemui satu kesulitan, jika aku membawa Ran-ran, maka itu memisahkannya dari saudaranya. Aku merasa tindakan ini jelas
Houran tidak pernah menduga bahwa apa yang menunggunya di rumah adalah dua sosok yang sebelumnya membuat dia sedih dan hampir menyerah jika mereka benar-benar ingin berpisah satu sama lain, dia sudah ingin menyiapkan beberapa sikap jika pada akhirnya mereka berdua memberikan keputusan perpisahan itu. Dia tidak tahu bahwa mereka akan mengambil keputusan begitu cepat. Fan Lihuan juga menatap kedua orang ini, dan melihat dari kemiripan di antara mereka dengan bocah yang berada di sampingnya, tidak sulit untuk menebak siapa mereka. Ia segera melirik sosok di sebelahnya yang tertegun, dan wajah itu menunjukan kesedihan yang samar. Nyonya Mei menjadi yang lebih dahulu mendekat dan meraih bahu putranya, "Ā mu mendengar ini hari pertama Ran-ran pergi ke sekolah, apakah itu menyenangkan?" "Um." Houran mengangguk. "Maaf, karena kami be
"Tuan muda, Huan-huan, bagaimana hari pertama kalian di sekolah? Menyenangkan? Apakah kalian mendapatkan teman baru yang banyak?" Kepala Fang masih mengemudi dengan satu tangan, dan berusaha mencari bahan obrolan dengan keduanya. Sedangkan kedua bocah di kursi belakang saling menatap canggung, tidak mungkin mereka mengatakan yang sebenarnya. Hari pertama mereka sudah di bumbui dengan perkelahian, meskipun itu adalah Fan Lihuan yang mengalahkan mereka, dan Geng Baigu itu berlari sambil mengancam mereka untuk membalas dendam. Fan Lihuan tidak ingin mengatakan apa-apa, dan itu berarti bahwa Houran yang harus angkat bicara. Dia bersiap sejenak dan segera menerbitkan senyum cerah di wajahnya, "hari pertama kami sangat menyenangkan, Fan Lihuan juga sangat disukai karena di tampan." Kepala Fang tertawa sambil melirik
Kecanggungan yang jatuh di sekitar tempat duduk mereka segera mengundang rasa ingin tahu dari siswa lain di dalam kelas itu. Beberapa tampak melihat secara langsung, sementara beberapa yang lain tampak berpura-pura melirik atau mencoba meraih sesuatu yang jatuh. Yangxu, tampak gugup di antara mereka, dia berbisik sebentar, "ini ... Mengyia, mereka masih anak baru, jadi sulit untuk menjadi dekat begitu tiba-tiba." Gadis itu, Mengyia, yang seluruh wajahnya memerah dan tampak akan meledak kapan saja tiba-tiba mengulas senyuman, dan merapikan rambut ke belakang telinganya, "ah, benar, itu adalah kesalahanku. Lihuan pasti sangat tidak nyaman dengan hal ini." Melihat tingkahnya yang jelas-jelas tengah mencoba untuk menggoda pihak lain, Houran berbalik dan menatap Fan Lihuan yang masih menunduk dan mengamati buku yang entah sejak kapan berada di tangannya. &nbs
"Belajarlah dengan baik, dan pulang dengan cepat. Kepala Fang akan menunggu di gerbang sebelum jam pelajaran selesai. Segera pulang, atau panggil saudara jika kalian harus melakukan sesuatu lebih dahulu." Houran dan Fan Lihuan mengerti suasana hati Mei Jiayi ketika ia terus mengatakan hal ini, bahkan saat itu entah kali ke berapa dia mengulanginya. Saat tengah di dalam mobil, mereka lelah untuk menganggukan kepala setiap kali menanggapi pesan-pesan dari Jiayi. Houran mengangguk lagi saat ini, dan tidak bisa menahan diri untuk mendorong Jiayi segera pergi. Tetapi sebelum itu, dia harus mengatakan tentang hal yang menganggu pikirannya. Dia memegang lengan saudarinya, "Jie jie, bisakah jika aku meminta Kepala Fang untuk menunggu sedikit lebih jauh dari gerbang?" "Mengapa?" Jiayi tidak bisa merasa heran untuk hal ini. "Aku tidak ingin
Jing Li pergi ke dapur kali ini untuk mengambil susu coklat untuk Tuan muda-nya, tetapi dia menemukan kepala pelayan termenung di meja makan. Seakan-akan, pihak lain sedang memikirkan sesuatu yang berat. Dan Jing Li yang memiliki keluhan yang sama tidak bisa menahan diri untuk menyapa pihak lain. "Paman, apa yang kau lakukan melamun sendirian di sini?" Tanyanya sambil menarik kursi di sebelah pihak lain. Paman Li yang tengah melamun itu tersentak ketika mendengarkan suara orang lain, dia segera tersenyum dan bertanya balik, melirik ke arah botol susu di tangannya, "mengambil susu coklat untuk Tuan muda?" Jing Li mengangguk, "stok di kamarnya habis." "Ah, benar. Para pelayan pasti lupa menambahkan stok susu di kamar Tuan muda, dan lagi aku tidak mengingatkan mereka juga." Sahut Paman Li dengan Lesu. "Tampaknya Paman sedang
"Dage sudah menemukan sekolah yang tepat untukku, begitu cepat?!" Mu Qixuan mengangguk dengan tenang ke arah Ran-ran yang masih memiliki Bubu di pelukannya, dan juga Fan Lihuan yang mengusap telinga anjing yang tampaknya mulai tertidur itu. Kemarin, setelah mendengarkan permintaan dari Ran-ran, dia segera sigap meminta sang sekretaris, Jiang Xu untuk meneliti mana sekolah yang sekiranya tepat dengan keinginan adiknya tetapi juga tetap memenuhi standar yang ia tetapkan. Ia tidak ingin sekolah kumuh, atau tertinggal hingga menyebabkan sistem pendidikan yang tidak semestinya. Kualitas pendidikan untuk anggota keluarga Mei harus tinggi meskipun dari sekolah yang biasa. Houran segera meletakkan Bubu di pangkuan Fan Lihuan, menyebabkan anjing itu ingin menggonggong tidak terima, dan tetapi itu terhenti karena usapan lembut di kepalanya.