May merasakan sakit disekujur tubuhnya, membuat indra-indranya menjadi melemah, dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk menggerakan kaki atau tangannya. Tetapi sekuat apapun otaknya meminta syaraf-syaraf yang menghubungkan perintah itu seperti tidak bekerja.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki akhirnya May berhasil mengangkat kelopak matanya sedikit-sedikit.
Hal pertama yang ia lihat adalah dagi seorang pria tinggi dan terlihat kuat. May tidak bisa melihat lebih jelas karena cahaya putih diatasnya yang terlalu menyilaukan.
Beberapa detik setelah May membuka matanya orang itu akhirnya menyadari sadarnya May, kemudian dia melihat orang itu menundukan kepalanya dan mulutnya mengucapkan sesuatu. Tapi karna indra pendengarannya yang masih belum pulih hanya beberapa kata yang bisa ia tangkap.
“... bangun ... sampai... ... ... ...”
Setelah itu May yang telah menghabiskan seluruh energinya kembali terlelap. Saat bangun kembali dan membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah kanopi putih diatasnya. May berada diruangan yang semuanya putih. Kaki dan tangannya akhirnya mulai bisa merasakan hal sekitar, dia terbaring disebuah tempat yang tidak empuk tetapi cukup nyaman.
Tidak ada seorangpun didekatnya.
May melihat keselilingnya. Selain tempat ia berbaring disebelahnya terdapat sebuah benda besar yang berisi sebuah bola cahaya yang kadang berkedip-kedip hijau. Disebelahnya lagi hanya ada meja kecil tanpa apapun diatasnya. Ruangan itu tidak besar, tapi juga tidak kecil mungkin hanya sebesar 3x3 meter. Pintunya berada disebelah kanan May, tertutup rapat terdapat jendela yang mengelilinginya, akan teteapi karna kacanya yang sengaja dibuat buram, May tidak dapat melihat jelas keluar. Hanya beberapa siluet manusia yang berlalu lalang.
Sekitar sepuluh menit semenjak May membuka matanya, akhirnya seseorang datang mengunjunginya.
“Hallo.. bagaimana keadaanmu?” kata seorang wanita yang memakai jubah putih dengan kacamata bulat yang terlihat tebal serta rambut ikalnya yang panjang agak berantakan, sangat kasual untuk seseorang yang bekerja dibidang kesehatan.
“aku bisa merasakan kaki dan tanganku sekarang” jawab May, dia memperhatikan wanita itu membawa sebuah pena bulu dan papan kemudian dengan sangat serius menuliskan sesuatu diatasnya.
“hmmm itu bagus, ada lagi yang kau rasakan?” belum May menjawabnya wanita itu lalu melanjutkan “omong-omong boleh aku tau siapa namamu? Aku Sally” wanita itu memperkenalkan diri dengan senyum yang ramah, banyak kerutan di wajah wanita itu.
“May” jawab May, Wanita itu menatap May memberikan isyarat dengan tangannya yang memegang pena untuk melanjutkan. “ini dimana?” tanya May, sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan di dalam kepalanya tapi hanya itu yang dapat keluar dari mulutnya.
“ini adalah klinik Sanho, kau ditemukan di dalam hutan terlarang sendirian” Sally terdiam sambil memeperhatikan ekspresi May yang menatapnya dengan ekspresi bingung.
“jadi.. apa yang sedang kau lakukan di dalam hutan May? Siapa yang memantraimu?” tanya Sally akhirnya. May menatap Sally dalam-dalam, tapi sekeras apapun ia mencoba untuk menggali memorinya dia tidak menemukan apapun kecuali namanya May.
“aku tidak tahu” jawab May akhirnya, kemudian menundukan wajahnya.
“bagaimana dengan rumahmu? Apa kau mengingat dimana letaknya?”
“aku tidak tahu?”
“siapa nama lengkapmu?”
“aku tidak tahu, hanya May”
Sally mengetukan pena beberapa kali sebelum ia berkata bahwa May harus istirahat agar cepat sembuh dan mungkin saat itu ingatannya akan mulai kembali.
Tak lama setelah Sally pergi seseorang mengetuk pintu kamarnya, dia adalah seorang anak laki-laki, usianya mungkin tidak jauh berbeda dengan May.
Anak itu datang membawa nampan makanan berisi semangkuk bubur dan secangkir susu. “hai” katanya sambil tersenyum ramah. ”aku Billy, aku membawakanmu bubur ayam dan secangkir susu”
“terima kasih” jawab May lalu dia bangkit untuk duduk dikasurnya kemudian mengambil nampannya dan mulai makan.
“jika kau sudah selesai makan, letakan saja di meja itu, aku akan mengambilnya nanti. Oh jika kau butuh sesuatu kau bisa mengatakannya padaku” kata Billy kemudian dia buru-buru keluar untuk mengerjakan tugas lainnya.
Billy datang empat kali sehari ke kamar May, tetapi setiap kali ia datang ia hanya memberikan makan atau mengambil nampan bekas makan tanpa banyak berbicara. Jadi May agak kesulitan mendapatkan informasi darinya.
Berbeda dengan Sally dia hanya datang satu atau dua kali dalam sehari. Dia selalu menanyakan hal yang tidak diketahui May.
Hari ini adalah hari ke lima semenjak May tersadar, kaki dan tangannya sudah ia bisa gerakan secara bebas. Tetapi untuk suatu alasan May tidak Sally izinkan untuk pergi keluar ruangan itu, jadi ia hanya menghabiskan waktunya berkeliling diruangan itu atau membaca sebuah buku cerita yang Billy bawakan. May curiga buku itu adalah buku dongeng untuk anak-anak, hal ini karena buku itu banyak menggunakan gambar interaktif.
Pagi itu May sedang membaca cerita tentang siput kecil ketika pintu kamarnya terbuka. May melihat seorang lelaki dengan seragam militer yang pertama kali dilihatnya masuk kemudian dia menyeret satu-satunya kursi diruangan itu dan duduk disamping ranjangnya.
May tidak tahu harus mengatakan apa, karna biasanya dia adalah pihak pasif yang hanya bicara jika dia diajak berbicara terlebih dahulu. Lama sekali pria itu duduk diam memperhatikan May tanpa sepatah katapun.
“Jerry yang malang” akhirnya pria itu berkata. Tapi May menemukan ahwa otaknya tambah kosong. “huh” akhirnya dia merespon.
Pria itu menunjuk ke buku yang May pegang “itu cerita yang hampir setiap anak yang tumbuh di Latolia mengenalnya” ujarnya.
“oh, ini pertama kalinya aku membacanya” jawab May.
“hmm...”
“apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya pria itu. May menatapnya dengan datar. “apa yang kalian ingin aku lakukan?” May bertanya lagi.
“aku punya dua pilihan untukmu, pertama kau bisa pergi dengan prosedur formal melaporkan keadaanmu yang sebenarnya pada pemerintah dan mungkin kau akan mendapatkan identitas baru dan akomodasi, tapi melihat keadaanmu ada kemungkinan besar kau akan dibawa ke markas besar militer untuk diteliti” pria itu kemudian merilekskan tubuhnya yang dari tadi duduk dengan posisi tegap.
“atau kau bisa mengikuti Sally sebagai asistennya dan aku akan membantumu untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi”
“apa yang akan kau dapatkan dari membantuku?” tanya May akhirnya.
“itu bukan urusanmu” jawaban pria itu membuat May kehilangan kata-katanya, setelah memikirkan resikonya May akhirnya menentukan pilihannya.
“kalau begitu, aku pilih yang kedua” katanya.
Tidak ada yang mengobati luka - luka May setelah hari itu, beberapa kali sang raja menemuinya untuk menambah luka yang masih belum sembu. Hal itu terus berlangsung hingga waktu yang cukup lama. Suatu hari, ada orang yang kembali mengunjunginya. awalnya May mengira itu hanyalah kunjungan biasa yang dilakukan oleh sang raja, tetapi setelah mendengarkan dengan seksama, langkah kaki itu terdengar lebih cepat dan lebih banyak jumlahnya. "May!" Seakan bermimpi May mendengar suara Lefron yang sudah lama sekali tidak ia dengar, ia bahkan tidak tahu apakah Lefron bisa sembuh dari keracunannya yang membuat May berpikir dia sudah menjadi terlalu gila dan mulai mendapatkan delusi - delusi dalam kepalanya. May masih belum sadar sampai akhirnya Lefron memotong jeruji besi yang mengelilingi May dan akhirnya memegang pundaknya. "maafkan aku" kata Lefron, suaranya yang biasa selalu memiliki ketenangan, tapi kali ini May mendengar suaranya bergetar.
Sepuluh hari May habisskan waktu di dalam penjara bawah tanah yang suram tersebut, tapi bagi May, itu merupakan sepuluh hari paling lama yang oernah ia rasakan. Rasanya jika ia dibiarkan beberapa hari lagi saja, May merasa dirinya bisa menjadi gila, setiap saat sekujur tubuhnya selalu merasa dingin dan menggigil. Tanpa cahaya matahari ataupun lampu - lampu yang hanya akan menyala jika seseorang sedang mengantarkan makanan kepadanya, hidup May menjadi sangat gelap, kali ini May tidak bisa membaca buku atau melakukan sesuatu untuk menghabiskan waktunya. Di saat May hampir kehilangan semangat dan cahayanya, seseorang datang pada jam selain jam makannya. Orang itu adalah orang yang pernah May temui. Ia adalah kepala pengurus rumah tangga istana. Lelaki tua itu datang bersama dengan dua orang wanita yang berpakaian seperti pelayan istana. "kita bertemu lagi nona" katanya pada May yang mengacuhkannya. Orang itu
Sudah setengah jam sejak May sampai di kota Linos, saat ini dia disekap di dalam kantor Ilo dengan tangan dan kaki yang juga terikat.May tidak tahu kenapa mulutnya tidak turut di bungkam seperti yang ia lihat pada Ilo, mungkin karena sejak awal May tidak mengeluarkan suara apapun. "Levi..." May memanggil Levi yang bersembunyi di dalam pakainnya setelah memastikan bahwa tidak akan ada orang yang memasuki ruangan tersebut. May bersusah payah mengeluarkan inti biji daun biru dan transporter yang sidah dimodifikasi dengan tangan terikat. Keranjang sihir May berbentuk seperti sebuah tas selempang kecil dan karena ia menggunakan jubah, Tas tersebut tidak akan terlihat dari luar. Orang - orang yang menahannya tidak berupaya untuk memeriksa dan menyita keranjang sihirnya. "bisakah kau menolongku untuk mengantarkan kedua benda ini pada Lefron?" May berbisik pada Levi yang mengeluarkan kepala kecilnya dari dalam kantung bajunya. "cit" kata Levi yang juga pelan.
"omong - omong, apa kau benar - benar tidak khawatir dengan profesor Idris?" "anak itu akan baik - baik saja" Felix menjawab tanpa terlihat khawatir sedikitpun. "anak?" kata May ragu dengan pendengarannya. Ia menatap wajah Felix yang kekanak - kanakan tersebut. May sudah tahu bahwa Felix memiliki usia yang lebih tua dibandingkan dengan penampilannya. Tapi May tidak tahu seberapa jauh perbedaannya tersebut. Selain itu, Felix memiliki beberapa ciri - ciri khusus yang belum pernah May temui ataupun May baca dari beberapa ras orang yang ia tahu dari informasi yang di dapatnya. "oh benar, aku sudah menerima bukumu. Terimakasih itu sangat membantu" kata May. Wajah Felix yang santai berubah sedikit tegang ketika May membahas tentang hadiah yang ia berikan pada May itu. "kenapa kau memberikannya padaku? aku pikir kau sangat menyayangi buku tersebut?" May berkata lagi ketika dirinya tidak mendapatkan jawaban dari Felix. Kali ini wajah Felix berubah merah, ia kemudian memalingkan
Perlahan tapi pasti, May akhirnya dapat sampai ke perpustakaan tanpa dicurigai siapapun.Sevenarnya May tidak tahu apakah dirinya menjadi salah satu orang yang ada dalam daftar pencarian atau sama sekali tidak terkait dengan kasus yang mengikat keluarga Mandala.Dengan jantung yang masih berdetak kencang karena adrenalin, May melangkahkan kakinya menuju lorong sepi yang akan membawanya ke tempat Profesor Idris.Dalam perjalanannya itu, May tidak menemukan ada orang lain, dan membuat kewaspadannya menurun lebih dari setengahnya ketika ia sampai di hadapan tangga yang hanya bisa membawanya ke satu tempat tersebut."Haa ..." May menghela nafasnya lega, dengan langkah yang lebih ringan, satu persatu anak tangga May pijak hingga sampai di penghujungnya.Pintu kayu tua tersebut ada dalam kondisi tertutup, May mengetuknya pelan. Tuk tuk.Tapi tidak ada respon yang ia dapatkan, ketika tangannya hendak mengetuk kembali, tiba - tiba pintunya berkerit dan membuka sedikit. Saat itu May merasa s
"aku akan pergi" kata May dengan tegas. "tidak, kau tunggulah disini, katakan dimana tempat itu. May menggeleng, "kalian tidak akan dengan mudah menemukannya tanpa aku" ia bersikeras. Sudah dua hari sejak kedatangan May ke tempat itu, May dan Andrea Mandala terus bersikeras dengan pendapat mereka masing - masing. "dengar, semakin lama kita berdebat, semakin kecil harapan hidup Lefron. Anda harus tetap disini dan mengurus yang lainnya, aku tidak akan lama" kata May. "kau tidak mengerti, keadaan di ibu kota saat ini tidak aman, terutama bagi dirimu" "kalau itu yang menjadi kekhawatiranmu aku punya solusinya" May dan Andrea Mandala melihat kearah Sally yang baru saja memasuki ruangan. "gunakan ini" katanya pada May melemparkan sebuah wig berwarna pirang. May menatap Sally lalu ia mencobanya, wig itu ringan dan ketika dia memakainya di kepalanya, ia tidak merasakan ketidaknyamanan. "hmm... tidak buruk" kata Sally yang memperhatikan May, ia juga memberikan sebuah cermin