Share

Kakek misterius

Author: Liya Mardina
last update Last Updated: 2024-03-01 15:26:44

Selang beberapa menit.

Lara dikejutkan dengan dering telepon kabel yang terletak di atas meja kerjanya. Lantas wanita cantik itu gegas meraih gagang telepon.

"Nona, seseorang mengirim makanan atas nama Anda," ucap seseorang dari seberang telepon.

"Bisa minta tolong antarkan makanannya ke atas?"

"Baik."

Lara segera meletakkan kembali gagang telepon. Melirik sang atasan yang terlihat beranjak dari tempat duduknya setelah menutup layar laptop.

"Tutup laptopmu! Waktunya istirahat makan siang," ujar Abian dingin sebelum keluar dari dalam ruangan.

"Baik, Pak."

Namun langkah pria itu terhenti di ambang pintu, setelah resepsionis wanita yang hendak masuk ke dalam ruangan menghalangi jalannya.

"Ma-maaf, Pak. Saya ingin mengantar ini untuk Nona Lea." Resepsionis wanita nampak beberapa kali membungkukkan tubuh sebagai tanda penyesalan.

"Apa itu?" Abian melirik sekilas kotak kardus dalam kantung keresek dengan tatapan tajamnya.

"Ma-makanan, Pak."

"Berikan padaku!" Abian merebut paksa kotak makanan dari tangan bawahannya sebelum kembali menutup pintu dan memasuki ruangannya.

Abian berjalan gontai menghampiri meja kerja sang istri, sebelum menjatuhkan kasar kotak makanan itu di atas meja.

Lara yang tersentak gegas menatap sang atasan heran.

"Sejak kapan kamu makan makanan seperti ini?" tanya Abian dengan nada menginterogasi.

"Sejak kapan? Apakah sebelumnya aku tidak pernah makan nasi?" tanya Lara bingung.

Abian diam membisu. Matanya menatap wajah Lara penuh selidik, seolah tengah menaruh curiga.

"Siapa yang memesankannya untukmu?" tanya Abian kembali.

Kini giliran Lara yang terdiam. Tak mungkin baginya berkata jujur, jika makanan itu dipesankan oleh Prasetya yang saat ini berstatus sebagai selingkuhannya.

Bagaimana pun, Abian adalah suami sah dari pemilik raga yang kini Lara tempati. Sudah sewajarnya untuk menghormati pria itu sebagai seorang suami.

"Temanku," jawab Lara singkat.

Kejanggalan kembali terjadi. Lea adalah sosok wanita yang anti sosial. Bahkan semasa kecilnya, ia tak seperti kebanyakan anak lain yang belajar di sekolah. Lea menuntut ilmu di rumah dengan guru privat. Tak jarang, segelintir teman pun Lea tak punya. Lantas, bagaimana bisa seorang teman memesankan makanan untuknya?

Pernah suatu ketika, Abian mendapati Lea yang membuang makanan yang dijual di restoran ternama dengan alasan tak higienis. Lantas, bagaimana cara menjelaskan makanan di atas meja itu?

Abian menghela nafas berat sebelum melengos pergi. Ia tak ingin dibebankan dengan pikiran janggal atau kebingungan terhadap apa pun.

"Lupakan! Nanti malam ada pertemuan dengan Klien di Caffe Hallyu," pungkasnya sebelum meninggalkan ruangan.

"Baik, Pak."

Ting!

Notifikasi satu pesan singkat terlihat muncul dari layar ponsel milik Lara.

[Apakah makanannya enak?]

Lara memandangi layar ponsel itu untuk sekilas, sebelum memutuskan untuk mengetik sebuah balasan.

[Iya, seandainya Suamiku seperhatian ini, mungkin hidupku lebih bahagia dari seorang bidadari]

Ting!

Detik berikutnya, balasan pesan singkat kembali masuk.

[Aku akan menggantikannya untuk membahagiakanmu hehehe]

Lara gegas meletakkan kembali ponselnya, tatkala melihat emot menyungging malu di akhir balasan. Sungguh menjijikkan.

****

Malam harinya. Cafe hallyu. Pukul sepuluh malam.

"Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk kami, Pak Abian," ujar ramah seorang pria paruh baya yang gegas bangkit dari tempat duduknya. Mengulurkan tangan guna menjabat tangan Abian Mahendra.

"Sama-sama, Pak." Abian tersenyum tipis seraya menerima jabat tangan.

Setelah berpamitan, para klien yang turut hadir segera pergi meninggalkan cafe. Gegas Lara dan Abian bangkit untuk mengikuti.

"Apakah ada jadwal lagi untuk hari ini, Pak?" tanya Lara.

"Ada."

"Pertemuan dengan Klien?"

"Tidur," jawab Abian singkat tanpa ekspresi.

Lara diam-diam menggertakkan gigi menahan rasa dongkol. Lantas gegas menyusul Abian yang telah memasuki mobilnya.

Kebingungan perlahan menghantam Lara, tatkala ia tak mendapati suara deru mesin mobil dan sang atasan yang tak kunjung memacu mobilnya.

Abian terlihat kebingungan dengan mengutak-atik kunci mobil dan beberapa kali mencoba menghidupkan mesinnya, namun mesin mobil tak kunjung hidup. 'Tck! Kenapa lagi mobil ini?!'

"Turun!" titah Abian membuat Lara semakin kebingungan.

Wanita itu hanya menatap sang atasan dengan penuh tanda tanya dan tak kunjung beranjak.

Abian yang mulai terlihat geram, kembali melayangkan tatapan tajamnya ke arah sang istri tanpa bergeming.

Sontak Lara segera turun dari dalam mobil.

"Mobilnya mogok, aku akan pesan taksi online," ujar Abian mengeluarkan benda pipih dari saku celananya.

Nahasnya, ponsel yang ia keluarkan kala itu tak dapat menyala. Gegas Abian letakkan kembali ponsel itu ke dalam saku.

"Kita cari halte terdekat, pulangnya naik bus saja," pungkasnya seraya berjalan cepat ke arah jalan besar.

"Eh?" Lara gelagapan, kala tak sepenuhnya paham maksud sang atasan. Ia pun gegas berlari menyusul langkah Abian yang semakin menjauh dari tempatnya semula.

Hampir setengah jam menunggu, akhirnya sebuah bus berwarna biru datang dari arah utara.

Suasana sesak dan panas langsung menyambut keduanya, kala Lara dan Abian mulai memasuki pintu bus.

Sesekali Abian melirik sang istri yang tak pernah menaiki angkutan umum sebelumnya.

Dan kejanggalan pun kembali terjadi. Lea tak terlihat panik dan gelisah. Justru wanita itu segera mencari tempat duduk yang tersisa di balik kerumunan orang asing. Layaknya seorang wanita yang terbiasa menaiki angkutan umum.

Abian tak berniat mendekat dan memilih untuk mengawasi sang istri dari kejauhan.

Tak lama, bus kembali berhenti dan menurunkan beberapa orang.

Nampak seorang pria tua tengah jalan membungkuk memasuki lorong bus dan berhenti tepat di depan Lara.

Lara gegas bangkit dari tempat duduknya. "Silakan, Kek. Biar saya saja yang berdiri," ujar Lara ramah. Mempersilakan pria tua untuk duduk di tempatnya.

"Terima kasih, Nak," ujar kakek dengan suara bergetar halus.

Abian diam tak bergeming. Merasa aneh dengan sikap angkuh sang istri yang seolah menghilang dalam sekejap mata.

Sang kakek nampak diam mematung seraya menatap lekat ke arah leher Lara. Bergumam lirih seolah tengah menghitung sesuatu.

"Hanya tersisa dua puluh enam hari. Pergunakan waktumu sebaik mungkin, Nak."

Kalimat sang kakek membuat Lara tertegun sejenak. "Kakek bicara dengan saya?" Lara menunjuk dirinya sendiri.

"Ada beberapa orang yang bernasib sama sepertimu di dunia ini. Jika ingin mengetahuinya, cukup lakukan ini." Kakek tua menutup mata bagian kanannya dengan satu telapak tangan, dan membiarkan mata sebelah kirinya terbuka.

Lara tercengang. Tubuhnya mendadak membeku ketika menyadari akan maksud ucapan sang kakek. 'Di-dia ... mengetahui identitas ku?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh hari

    Lara menundukkan kepala, matanya sayu. Sorot sendu itu memantulkan kepedihan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bibirnya bergerak pelan, seolah takut suaranya terdengar oleh siapa pun.“Banyak hal yang ingin aku tanyakan tentang kesempatan hidupku yang sekarang. Tapi aku pun tidak tahu harus bertanya pada siapa. Sungguh malang nasibku,” gumamnya lirih, seakan berbicara hanya kepada bayangannya sendiri.Raut wajahnya mengeras sejenak, lalu melembut ketika ingatannya menyeret kembali sosok seorang kakek yang pernah ia temui di dalam bus. Kenangan itu begitu jelas—kakek itu duduk di bangku belakang, memandang keluar jendela dengan mata yang separuh tertutup, lalu menoleh padanya sambil menutup satu matanya dengan telapak tangan."Jika ingin melihat orang yang bernasib sama sepertimu, lakukan ini," begitu katanya, suaranya serak namun penuh misteri.Lara menarik napas dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang tanpa sebab berdegup cepat. Ia merapatkan duduknya, memperbaiki pos

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh kelopak

    Lara meremas erat selimut yang menutupi kakinya. Amarah di dadanya menggelora, menghanguskan sisa-sisa kesabaran. ‘Aku benar-benar tidak mengerti apa isi otak pria ini. Sebelumnya aku sudah menjelaskan dengan sangat jelas, tapi masih saja menyebut Mas Prasetya sebagai selingkuhanku…’ batinnya penuh kekesalan.Kris, setelah mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya, akhirnya melangkah mendekat. “Nyonya, saya akan pergi mendampingi Pak Abian menghadiri rapat perusahaan. Dokter bilang tubuh Anda masih terlalu lemah. Saya akan menjemput Anda setelah rapat selesai,” ucapnya dengan nada hormat, membungkukkan badan sedikit sebelum berbalik pergi, mengikuti Abian yang sudah lebih dulu menghilang di balik pintu.Lara tidak menjawab. Ia hanya duduk diam, hatinya berkecamuk. Ada kebingungan, ada kemarahan, ada kekecewaan yang bercampur jadi satu. Perubahan sikap Abian yang tiba-tiba kembali dingin padanya menusuk seperti es di tengah musim panas. Ia marah karena Abian begitu tertutup soal masala

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Batas kesabaran

    “Abian!” teriak Lara dengan nada panik. Tubuhnya terlonjak bangun, duduk di atas ranjang rumah sakit dengan napas terengah.‘Mimpi?’ batinnya lega. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan degup jantungnya yang memburu. Tarikan napasnya panjang dan berat, lalu ia embuskan perlahan. Namun, ketika kelopak matanya kembali terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang hanya menatapnya datar — pria yang baru saja ia panggil dalam mimpi itu.Lara mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seorang pria berjas putih berdiri di dekat ranjangnya, menatapnya dengan raut heran. Di sisi lain, Kris — dengan perban membalut kepalanya — memandangnya penuh kepanikan.Tiba-tiba, rasa nyeri menusuk hebat di kepalanya. “Akh…” keluhnya lirih. Tangannya terangkat memegangi kepala yang telah dililit perban. Tubuhnya goyah, membuat seorang perawat segera membantunya kembali berbaring.Kris, yang melihat istri atasannya sudah sadar, tergesa mendekat. “Nyonya, syukurlah Anda sudah sadar. Pak Abi

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Ingatan masa lalu

    Sejak beberapa kali ketahuan mengirimkan makanan saat jam makan siang untuk Lara, gosip pun mulai beredar di seluruh sudut kantor. Hampir semua karyawan menyimpulkan bahwa Kris menaruh hati pada Lara. Desas-desus itu terus beredar, dibumbui tawa kecil dan lirikan jahil setiap kali keduanya terlihat bersama.Lara, pada awalnya, tidak begitu peduli. Menjadi bahan ejekan rekan-rekan kantor bukanlah hal baru baginya. Namun, kali ini berbeda. Kris—pria yang sebenarnya hanya berniat baik kepadanya—ikut terseret dalam pusaran gosip itu. Membayangkan nama baik Kris tercoreng oleh candaan rekan kerja, membuat Lara sedikit khawatir.Sejak kabar miring itu merebak, Lara mulai menghindar. Setiap kali Kris datang dengan sebungkus makanan, ia selalu punya alasan untuk menolak: entah mengaku sudah makan, pura-pura sibuk, atau bahkan sengaja tidak berada di tempat.Lara menarik napas lega. 'Ternyata begitu? Aku hampir mengira gosip-gosip di perusahaan itu benar' Namun, pikirannya belum tenang sepenuh

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Kebingungan Lara

    Kris menatapnya lekat-lekat, lalu mengangguk singkat. “Ah, begitu rupanya. Apa Pak Abian tahu tentang ini?”Sejenak Lara terdiam, menghela napas sebelum menggeleng. “Tidak. Dia belum kembali,” jawabnya, sekali lagi memutar kebenaran.“Pasti masih mengantre di sana…” gumam Kris, nyaris tidak terdengar.“Apa?” Lara mengerutkan kening.Kris tersenyum canggung. “Em… anu. Tadi, pulang dari restoran setelah bertemu klien luar negeri, Pak Abian mampir ingin membeli sate dan iga bakar di warung Pak Slamet.”Wajah Lara tetap datar, membuat Kris mengira ia tidak mengenal tempat itu. “Anda tahu? Yang di samping pom bensin itu, loh. Antriannya mengalahkan kendaraan yang mengantre bensin bersubsidi,” guraunya sambil terkekeh. Namun tawanya meredup ketika Lara hanya diam, tak menanggapi.“Kalau begitu, biar saya antar Anda ke rumah sakit. Ayo!” Kris melangkah cepat, namun baru beberapa langkah, ia menoleh dan mendapati Lara masih berdiri diam di tempat.“Nyonya, ada apa? Kepala Anda pusing? Sakit s

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Hamburger untuk hadiah ulang tahun

    Lara menunduk, jemarinya yang gemetar menggenggam telapak tangan yang berlumuran darah. Kulitnya perih, tertusuk pecahan kaca yang masih menempel tipis di sana. Namun rasa nyeri itu terasa begitu kecil dibandingkan dengan perih yang kini menghantam hatinya.Rasa sakit pada pelipisnya yang juga berdarah hanyalah luka luar—yang bisa sembuh dengan waktu. Luka di hatinya jauh lebih dalam, mengendap bersama rasa kecewa yang membakar. Ia menggigit bibir, berusaha menahan gejolak emosi yang meluap. Namun tetap saja, air matanya jatuh, mengalir pelan, membasahi pipinya.Bukan hanya sakit hati, ada juga rasa penasaran yang mencengkeram pikirannya. Mengapa foto itu begitu berarti bagi Abian? Mengapa ia menjaganya sedemikian rupa, bahkan rela melukai dirinya sendiri untuk melindunginya? Pertanyaan itu berputar di kepalanya, namun jawaban tetap terkunci rapat di balik sikap dingin sang suami.Tanpa sepatah kata pun, Lara melangkah pergi. Tumitnya menapak lantai dengan bunyi yang tegas, namun lang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status