Lara duduk bersandar di atas sofa yang empuk, namun kelembutan itu tak sanggup mengusir rasa bosan yang menempel seperti debu pada pikirannya. Tubuhnya sedikit miring, satu tangan menopang kepalanya, sementara napas panjang terhembus dari bibirnya. Udara di ruangan itu seakan berat, membuat setiap helaan napasnya terdengar lebih panjang dari biasanya. Pandangannya kosong, matanya sayu, namun ada kegelisahan yang samar—seolah ia terperangkap dalam ruang yang tak memberi celah untuk bernafas lega.“Tck… terus terkurung di dalam ruangan ini seorang diri juga rasanya bosan,” keluhnya lirih. Nada suaranya memantul di udara, terdengar malas sekaligus jengkel.Mata Lara mulai bergerak, menyapu sekeliling ruangan. Dinding yang dihiasi deretan lukisan abstrak menarik sedikit perhatiannya. Warna-warna tajam dan bentuk tak beraturan itu seperti berusaha menghidupkan suasana, namun bagi Lara, semua itu tetap tak mampu mengusir kehampaan. Pandangannya lalu tertumbuk pada satu titik—lukisan wajah a
Di ruangan gelap tanpa penerangan, samar-samar mata Abian menangkap cahaya silau dari kejauhan yang semakin mendekat ke arahnya.Mata Abian mengerjap. Samar, terlihat seorang wanita bertubuh gempal. Rambutnya ikal dan dikuncir asal. Melangkah mendekati Abian di antara kegelapan. Sorot cahaya terang seolah hanya mengikuti langkahnya.Dalam jarak lima meter dengan Abian, langkah wanita itu terhenti. Wajahnya yang kini terlihat jelas tengah tersenyum manis. Namun tatapan sendunya tak dapat Abian artikan.Abian membuka mulut ingin memanggilnya, namun tak ada suara yang keluar dari sana. Abian berusaha berlari tunggang langgang, menghampiri wanita itu, mendekapnya erat. Sayangnya, wanita itu menghilang sesaat setelah Abian menyentuh permukaan kulitnya.Dalam kebingungan itu, Abian seketika terbangun dari tidurnya. Terduduk cepat di atas sofa dengan napas terengah. Keringat di keningnya menetes jatuh. Matanya mengedar, mendapati ruangan di kantor, dan istrinya yang masih tertidur lelap di s
Dengan sekuat tenaga, Lara mendorong keras dada bidang Abian guna memberinya celah untuk bernapas. Abian bertindak beringas, hingga tak memberi Lara jeda sama sekali."Apa yang sedang kau lakukan? Kita di kantor!" bisik Lara memperingati."Tck! Memangnya kenapa? Di rumah juga kau tidak pernah memberiku itu," protes Abian. Wajah tampannya terlihat kesal ketika Lara menghentikan aksinya secara tiba-tiba.Wajah Lara memerah menahan malu. Ia tahu betul apa maksud dari perkataan itu. Namun ia memilih berpura-pura bodoh. "Memberi apa?""Kita sudah menikah selama tiga minggu. Tapi bahkan tidak pernah melakukan ritual malam pengantin." Abian memelankan suaranya di akhir kalimat. Sedikit canggung sebenarnya untuk mengungkapkan kebenaran itu. Tapi jika dia tak bicara, mungkin dia tak akan pernah tahu alasan istrinya, kenapa tidak memintanya selama ini."Kau .... Menginginkan itu?" tanya Lara ragu. Ia menatap Abian yang terus menyembunyikan wajahnya. Bahkan ketika berbicara, Abian merasa sangat
"Tapi apa yang harus aku mainkan dengan benda ini?" Lara membulak-balikkan benda pipih di tangannya.Hingga pada akhirnya, ibu jari wanita itu mulai menggeser perlahan layar ponsel milik suaminya dengan wallpaper wajah kucing berekspresi datar terlihat di sana. Alih-alih tertarik pada riwayat pesan singkat atau nomor yang tersimpan dalam kontak ponsel. Fokus Lara lebih tertuju pada aplikasi belanja online berwarna oranye.'Dulu harga skincare lotus satu paketnya sekitar satu setengah juta. Aku sangat penasaran berapa harganya sekarang' batin Lara sembari memencet logo aplikasi tersebut.Deretan skincare keluaran jepang itu muncul dengan variasi harga yang berbeda. Lara melongo melihat harga satu paket skincare tersebut dibandrol seharga lima setengah juta. "Hah? Kenapa jadi lebih mahal?! Perasaan baru kemarin aku melihatnya dengan harga satu setengah juta."Lara buru-buru membalik layar ponsel agar tak tergiur produk itu. "Aku ingin, tapi itu lebih dari separuh gajiku." Lara mendadak
****"Apa ini enak?" Lara memperhatikan Abian yang sedang memakan makanan yang ia bawakan dengan begitu lahap. Hingga hampir tak ada jeda dari suapannya.Sementara dari awal hingga seluruh makanan hampir habis, wanita itu tak tertarik sedikit pun untuk menyentuh masakannya. Ia malah menyangga dagunya dengan satu tangannya sembari memperhatikan sang suami yang sedang makan.Dengan mulut penuh, Abian mengangguk cepat. Lalu terbengong ketika melihat sang istri yang hanya menatapnya diam. "Kenapa bengong? Ayo makan!" ajaknya dengan suara sedikit meninggi.Lara hanya menggeleng sembari tersenyum. "Aku sudah kenyang," jawabnya. Kini semuanya telah berbeda, jika dulunya Lara begitu tertarik dengan makanan, kini ia lebih tertarik melihat pria kesayangannya memakan masakannya dengan lahap.Jika ingat waktunya yang sudah hampir habis, Lara merasa kehilangan nafsu makan. Makanan kesukaannya pun mendadak terasa hambar."Kapan kau makan? Aku tidak melihatmu memakan sesuatu pagi ini." Abian memicin
Tok! Tok! Tok!Terdengar pintu diketuk tiga kali. Tanpa mengalihkan tatapan matanya pada berkas-berkas di atas meja, Abian hanya meminta orang dibalik pintu untuk masuk.Terdengar suara ketukan sepatu hak tinggi semakin mendekat. Jari jemari dengan kuku panjang mengkilat tampak bertumpu di atas meja kerja Abian. Pria itu seketika mendongak penasaran.Seorang wanita cantik berambut sebahu nampak tersenyum. Raut wajahnya menyiratkan kerinduan yang mendalam."Selina?" lirih Abian dengan wajah datar. Kedua tatapan itu saling bertemu, sayangnya saling bertolak belakang. Jika tatapan Selina menunjukkan kerinduan, tatapan Abian menyiratkan rasa muak yang mendalam."Syukurlah, kau tidak melupakanku. Aku sangat merindukanmu," ujar Selina sembari meraih tangan Abian. Namun tangan Abian dengan cepat menghindar."Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Abian kembali sibuk dengan tumpukan berkas di atas meja."Abian, tolong jangan begini. Kau memblokir nomorku, memblokir semua media sosialku. Aku ha