Share

Part 11

Bulan malam itu begitu terang. Menampilkan cahaya yang indah. Dengan sesekali semilir angin menyentuh dirinya. Daninda duduk sendirian di balkon rumah orang tuanya termangu menikmati suasana malam yang sunyi. Hanya terdengar suara jangkrik yang menemaninya.

Daniel mengirimkan pesan.

 

"Sedang apa?"  

 

Kini Daniel lebih intens mengirim pesan atau menelepon. Sejak Daninda datang ke rumahnya. Daninda bingung harus menjawab apa. Ia mengetik lalu di hapusnya berulang kali. Tanpa di duga ponselnya berdering. Nama yang tertera di layar datar itu 'Daniel'.  

 

"Ya?" jawab Daninda ragu.

 

"Pesanku tidak di jawab?" tanya Daniel. 

 

"Oh, aku.. Aku lagi santai aja." Entah kenapa dirinya menjadi gugup. 

 

"Oh, sama. Apa Rania sudah tidur?"

  

"Ya," jawab Daninda.

 

"Ninda," panggilnya dengan lembut.

 

"Ya?" 

 

"Ada salam,"

 

"Dari?" Entah kenapa ia merasa gugup terlebih mendengar suara berat Daniel.

 

"Mango."

 

Daninda tertawa, "salam kembali." Pria itu berhasil mencairkan suasana yang kikuk.

 

"Dia bilang kenapa Daninda tidak menyukainya? Hatinya terluka." Suara Daniel dibuat sedih.  

 

"Bilang sama Mango, aku minta maaf. Bukannya aku nggak suka tapi aku takut. Mungkin.. Ya mungkin nanti nggak," agak ragu mengucapkannya. 

 

"Kamu harus mengenal Mango dulu. Aku jamin rasa takutmu itu akan hilang." 

 

"Ya, aku cuma butuh waktu aja." Daninda menjawabnya sambil berjalan menuju kamar. Ia naik ke ranjang dan mengusap kepala Fahrania sudah terlelap. "Sekarang Mango ada di mana?"

 

"Tidur, di sampingku. Dia bercerita banyak katanya dia senang waktu kamu datang ke rumah. Dan dia tidak merasa kesepian lagi." Daniel bercerita.

 

Daninda terkekeh pelan, "yang kesepian kamu kali. Maka dari itu cepat-cepat nikah."

 

"Sedang aku usahakan," jawab Daniel dalam.

 

"Semoga  berhasil!" ucap Daninda spontan dan memberi semangat dengan kaku.

 

Dan telepon itu berlanjut. Ada saja yang dibicarakan. Suara Daniel yang berat kadang membuat jantungnya berdebar kencang. Namun Daninda berusaha untuk mengabaikan sesuatu yang aneh pada dirinya.

 

***

 

"Mas, Daniel baik ya?" Deira sedang duduk di meja rias memakai cream malamnya. Kusuma duduk di ranjang. 

 

"Kamu kenal di mana sih sama dia?" Kusuma ingin tahu.

 

"Aku dikenalin sama Daninda." Deira belum berani cerita mengenai Daniel yang ada hubungannya dengan Pricilla. "Menurut kamu mereka cocok nggak?" 

 

"Siapa?"  

 

"Daniel sama Daninda." Ia melihat ekspresi suaminya dari cermin. 

 

"Umur dia berapa?" Kusuma mulai interogasi.  

 

"Tiga puluh sembilan, kalau nggak salah Daninda pernah cerita."  

 

"Bedanya lumayan jauh dong?" timpal Deira. 

 

"Duh, kalau umurnya segitu, terus tampangnya kayak Daniel. Aku juga mau kali. Daniel nggak ke ciri umurnya udah rawan buat nikah." Deira lagi-lagi keceplosan.  

 

"Oh, begitu ya?! Kelewat rawan kali!!" ucap Kusuma tertahan, matanya melotot. Tiga puluh sembitahun belum menikah. Itu sudah melewati ambang batas untuk menikah.

 

"Ih, Mas cemburu deh. Kan itu cuma kiasan aja. Daniel udah ganteng dan kaya. Apa yang kurang coba? Nggak mungkin kan cewek nggak ada yang suka sama dia?" pikir Deira.

 

"Daniel gay kali," seru Kusuma. Mata istrinya terbelalak. Tubuhnya memutar lalu menatap tajam pada Kusuma. 

 

"Hush! Kalau ngomong sembarangan. Aku bisa jamin, Daniel nggak begitu!!" Deira membela Daniel.  

 

"Aku kurang setuju Ninda sama Daniel, De."

 

"Kenapa? Apa kamu masih berharap Ninda sama Damar balikkan?" tanyanya ketus. Kusuma terdiam. "Setelah pengkhianatan yang dia lakuin? Ninda bukan cewek bodoh yang akan jatuh dilubang yang sama. Kamu tau, Ninda jadi trauma untuk mulai hubungan lagi sama laki-laki. Itu gara-gara Damar!!"

Kusuma menghela napas, "aku juga ingin Ninda bahagia tapi dengan orang lain bukan Daniel itu aja. Dan masalah Damar, dia bukan sahabatku lagi."

 

"Bagus kalau begitu. Aku tetap mau ngejodohin Daniel sama Ninda!!" kekeh Deira.

 

Kusuma tidak bisa berkata apa-apa lagi. Istrinya mengotot ingin menjodohkan mereka. Bukannya tidak setuju tapi Daninda baru mengenal Daniel. Apa lagi pria itu kaya, Kusuma takut jika Daninda hanya dipermainkan. Karena Daniel berkuasa. Namun melihat perlakuan Daniel pada Fahrania itu membuatnya menilai plus. Selama ini Damar tidak pernah menunjukkan sikap seorang ayah pada Fahrania.

 

***

 

Setelah berminggu-minggu Daninda mengurus usahanya. Dari mulai tempat dan juga barang-barang yang akan dijualnya. Deira membantunya menawar harga pada saudaranya. Baru beberapa hari yang lalu Daninda membuka toko suvenirnya. Di hari pertama Daniel datang membawakan sebuket bunga mawar. Yang senang tentu saja Deira. Daninda menjual dari gantungan kunci dan juga benda-benda bernilai seni yang dipasok dari Jawa Timur. Deira setia menemaninya di toko jika ada waktu luang setelah mengurus keluarga.

 

"Dan, gimana sama Daniel?" Deira berpura-pura merapikan aksesoris kalung. 

 

"Gimana apanya?"  

 

"Hubungan kalianlah," seru Deira. 

 

"Siapa yang berhubungan? Aku sama Daniel cuma teman, De."

 

Deira menghembuskan napasnya. "Cuma teman? Apa kamu nggak ada rasa suka sama Daniel?"

 

"Aku masih trauma untuk mulai berhubungan, De. Hatiku masih terluka belum sembuh total." Daninda menjelaskan kondisinya saat ini.

 

"Jangan melihat masa lalu yang cuma bisa nyakitin kamu. Tutup kenangan buruk itu dan mulai kembali menata hati dan mengenal seseorang. Jangan-jangan kamu masih cinta sama Damar?" tebak Deira.

 

"Rasa sayang itu yang paling sulit dihilangin. Biar gimanapun aku sama dia udah enam tahun bersama. Dua tahun pacaran dan empat tahun kami menikah."

 

"Kalau kamu stuck disitu aja kamu yang akan lebih merana. Apa kamu nggak lihat sekarang Damar udah nikah sama cewek uler itu. Mereka bahagia dan kamu? Apa kamu nggak mau bahagia juga?!" ucap Deira marah.

 

"Kamu nggak ngerti aku, De," balas Daninda. 

 

"Aku memang nggak ngertiin kamu! Aku memang bukan siapa-siapa kamu! Aku ini cuma orang bodoh yang ikut campur masalahmu!! Yang berharap kalau orang yang aku sayang itu dapat kebahagiaan juga!" ucapnya menyindir sinis. Deira mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan Daninda. Ia tersinggung dengan ucapan sahabatnya itu. Malah Deira sangat mengerti Daninda. Ia ingin Daninda bahagia. Memulai lembaran baru dengan seseorang yang mencintainya dan tidak akan menyakitinya.

 

Daninda tertegun, ia melakukan kesalahan. Bukannya tidak ingin membuka hati tapi ada ketakutan tersendiri. Wanita itu tahu jika Deira mencoba menjodohkannya dengan Daniel. Dengan pria itu terlalu banyak perbedaan dari segi ekonomi, status dan juga bertalian darah dengan Pricilla. Daninda tidak mau melakukan hal bodoh. Ia tidak menyusul Deira. Dirinya juga tahu menjelaskan di saat sedang emosi tidak mungkin akan di dengar.

 

"Maafin aku, De," lirihnya. Dengan begini, ia pikir  Deira tidak akan mendekatkannya pada Daniel. Ia tidak mau terluka dan hancur lagi karena pria. Sejak saat itu hubungan mereka menjadi renggang. Daninda tidak bertemu dan menghubungi Deira. Begitu pun sebaliknya, mereka sama-sama mempertahankan ego masing-masing. Sebenarnya ia ingin meminta maaf pada sahabatnya itu. Tapi takut Deira akan tetap menjodohkannya dengan Daniel. Ia juga menghindar dari pria itu. Daninda lebih banyak melamun di toko. Fahrania yang menemaninya seharian. Di awal-awal penjualannya memang tidak begitu bagus. Tapi ia tetap mensyukurinya.

 

Perasaannya menjadi gelisah, tidak tenang. Ia memikirkan Deira. Menyesal karena sudah berbuat seperti itu pada sahabatnya. Ia ingin menjaga hatinya saja. Karena perasaannya sedang kacau Daninda memutuskan untuk menutup toko. Ia pulang ke rumah. Turun dari angkutan umum bersama Fahrania. Ia dikejutkan dengan kedatangan Daniel yang berdiri di depan rumahnya menyender di tembok. Pria itu masih mengenakan pakaian kerjanya.

 

"Om Daniel!!" teriak Fahrania kegirangan seraya berlari ke arah Daniel. Ditangkapnya oleh pria itu.

 

"Hai cantik," ucap Daniel. Fahrania mengangguk senang.

 

Daninda masih diam ditempatnya. Hatinya bertanya 'kenapa Daniel ke rumahnya?' 

 

"Masuk ke dalam yuk, Om. Nanti Lania kenalin sama Nenek dan Kakek Lania," ajak Fahrania.  

 

"Rania," panggil Daninda. "Kamu masuk ke dalam dulu ya. Mama mau bicara sama Om Daniel dulu." Ia tidak mau orang tuanya bertemu Daniel. Pasti orang tuanya akan berpikiran jika Daniel adalah kekasihnya. 

 

Daniel menatapnya namun Daninda mencoba untuk tidak membalas tatapan itu. Pria itu menurunkan Fahrania. Di gandengnya tangan gadis mungil itu masuk ke dalam rumah oleh Daninda.

 

"Kita bicara di taman dekat sini aja ya," usul Daninda. 

 

"Baiklah." Mereka berjalan ke taman dekat rumah orang tua Daninda.

 

"Kenapa kamu menghindariku?" tanya Daniel setelah mereka duduk di kursi taman.

 

"Aku nggak menghindar. Aku cuma lagi sibuk sama toko," jawab Daninda berbohong. 

 

Daniel memiringkan sudut bibirnya. Ia bukan pria bodoh yang mudah dikelabuhi. Dari semua yang Daninda lakukan padanya yaitu memang benar menghindar darinya. Telepon tidak pernah diangkat dan juga chat nya tidak pernah di balas. 

 

"Apa aku melakukan kesalahan yang tidak aku ketahui? Atau melukai hatimu?" Daniel masih mencoba agar Daninda buka suara. 

 

"Nggak, memang aku lagi sibuk aja, Daniel." Dalam lubuk hatinya yang terdalam ia merasakan kehilangan beberapa hari tidak komunikasi dengan Daniel. Namun dirinya selalu mengingkari.

 

"Apa kamu merasakan hal yang lain dariku?" tanya Daniel lambat-lambat. Ia mengira jika Daninda mengetahui sesuatu yang dirasakannya saat ini. Perasaan yang sama dengannya.

 

"Hal apa?" Alis Daninda menyatu. Ia lalu menoleh pada Daniel. 

 

"Tidak ya?"  

 

"Apa maksudnya aku nggak ngerti," Daninda bertambah bingung. "Kita ini kan teman. Jadi kamu bisa terus terang sama aku. Hal apa itu, Daniel?"  

Daniel tertegun saat wanita disampingnya mengucapkan kata 'Teman'. Bibirnya terasa kelu tidak bisa menjawab. Kemudian ia terkekeh. Dari tawanya itu mengandung kekecewaan yang teramat sangat. Entah apa Daninda menyadarinya atau tidak.

  

"Ya, kita teman," ucapnya. Ia merasa seperti orang bodoh saat ini. "Cuma teman.." ucap Daniel melafalkan untuk dirinya sendiri. Pandangannya berubah kosong ke depan. Melihat pepohonan yang terayun oleh angin.

 

 

 

Sorry typo & absurd. 

 

Thankyuu ^^ 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status