แชร์

Bab 20

ผู้เขียน: Adinda Permata
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-11-05 08:01:14

Ke arah tumpukan karung beras.

Udara di gang sempit itu terasa menyusut, ditarik paksa ke dalam sudut gelap yang kini menjadi pusat semesta Radit. Setiap suara malam—derik jangkrik, desau angin, dengung lampu neon yang sekarat—lenyap, digantikan oleh simfoni mengerikan dari detak jantungnya sendiri yang berpacu liar di rongga dada.

Luna, merasakan perubahan drastis pada atmosfer, ikut memutar kepalanya, matanya menyipit waspada. Tumpukan karung beras itu, yang biasanya hanya bagian dari latar warung yang berantakan, kini menjelma menjadi sebuah panggung horor, sebuah liang hitam yang mengancam akan menelan mereka bulat-bulat.

“Ada apa, Dit?” bisik Luna, suaranya tegang.

Radit tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangannya yang gemetar, menunjukkan layar ponselnya kepada Luna. Mata Luna melebar saat melihat foto itu, lalu beralih cepat ke sudut gelap, pemahamannya yang tajam langsung menangkap implikasi mengerikan dari stempel waktu di gambar itu. Seseorang, atau sesuatu, ada di sana.
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 125

    Jantung Luna serasa berhenti berdetak selama sepersekian detik. Foto itu—Radit, sendirian, rapuh, dengan lingkaran bidik merah yang menyala seperti mata iblis di kepalanya—membakar retinanya. Udara di sekitarnya terasa menipis. Kilatan lampu kamera dan riuh tepuk tangan para wartawan yang merayakan kemenangannya mendadak terasa jauh, seperti gema dari dunia lain.“Luna? Ada apa?” bisik Adrian di sebelahnya, merasakan perubahan drastis pada aura wanita itu.Tanpa sepatah kata pun, Luna menunjukkan layar ponselnya. Mata Adrian yang tadinya bersinar penuh kemenangan langsung meredup menjadi dua bilah es. Arogansinya yang baru saja kembali luntur seketika, digantikan oleh kewaspadaan predator yang terlatih.“Bajingan,” desis Adrian. “Mereka tidak menggertak. Ini bukan ancaman kosong. Ini deklarasi.”Luna menarik napas tajam, mengembalikan kendali atas dirinya. Kepanikan adalah kemewahan yang tidak ia miliki. “Mereka ingin aku menarik ultimatum itu. Mereka pikir ancaman ini akan membuatku

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 124

    Pria itu melangkah lebih dekat ke jeruji sel, cahaya remang-remang koridor akhirnya menyinari separuh wajahnya. Kulitnya pucat, matanya biru sedingin es, dan rambut pirang gelapnya disisir rapi ke belakang. Setiap inci dari dirinya menjeritkan kekuasaan korporat—mahal, terawat, dan tanpa ampun.“Kita punya masalah bersama,” ulangnya, nadanya datar seolah sedang membahas laporan kuartalan. “Dan… sebuah solusi bersama.”Ki Gendeng, yang tadinya merosot di dinding, perlahan menegakkan tubuhnya. Kekuatan gaibnya mungkin telah hilang, tetapi naluri liciknya sebagai pemain ulung masih tajam. “Aku tidak punya ‘masalah bersama’ dengan siapa pun. Terutama dengan tikus korporat yang lari saat kapalnya mulai tenggelam.”Pria asing itu tersenyum tipis, sebuah gerakan bibir tanpa kehangatan. “Tepat sekali. Kapal kita, Tuan Gendeng. Kapal kita. Global Foods Incorporated berinvestasi besar dalam proyek ‘Rasa Kilat’. Kekalahan Anda di panggung itu adalah kekalahan kami di lantai bursa. Saham kami anj

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 123

    Jawa Timur, ribuan kilometer dari panggung yang remuk itu.Mbah Soto tertidur di kursi kayunya yang reyot, kepalanya terkulai di dada, dengkur halusnya beradu dengan irama kaldu yang mendidih perlahan di dalam dandang tembaga raksasa. Mimpi yang datang bukanlah mimpi biasa. Bukan tentang masa lalu atau cucu-cucunya. Dalam mimpinya, ia melihat seutas benang emas melayang turun dari langit, menembus atap warungnya, dan menyentuh keningnya dengan kehangatan yang aneh. Benang itu lalu masuk ke dalam dandang kaldunya, menari-nari di antara tulang-tulang sapi dan rempah-rempah, menerangi setiap molekul umami yang tersembunyi.Ia melihatnya. Bukan dengan mata, tetapi dengan pemahaman. Ia melihat bagaimana kolagen pecah menjadi gelatin, bagaimana sumsum melepaskan lemaknya dalam butiran-butiran mikroskopis, bagaimana cengkih dan pala berbisik pada bawang putih dalam bahasa kimia yang puitis. Selama tujuh puluh tahun ia memasak soto, ia hanya mengenal hasilnya. Malam ini, dalam sekejap, ia dip

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 122

    —bukan dengan suara, melainkan dengan keheningan yang memekakkan telinga.Cahaya itu tidak membakar, tidak menghancurkan. Ia adalah esensi murni dari pengetahuan, sebuah simfoni keemasan yang meledak dari dada Radit dalam gelombang tanpa batas. Luna dan Adrian terlempar beberapa langkah ke belakang, bukan karena kekuatan fisik, melainkan karena bobot spiritual dari apa yang baru saja dilepaskan. Mereka melindungi mata mereka, tetapi cahaya itu menembus kelopak mata, mengisi pikiran mereka dengan gambaran samar dari ribuan dapur yang menyala serentak.“Apa-apaan ini?!” teriak Adrian, mencoba membaca data di tabletnya yang kini hanya menampilkan layar putih menyilaukan. “Ini bukan ledakan energi biasa! Skalanya… skalanya di luar grafik!”Di pusat badai tenang itu, Radit tidak lagi berteriak. Ia berlutut dengan satu kaki, kepalanya tertunduk, tangannya menekan lantai panggung seolah sedang menahan gempa bumi di dalam jiwanya. Ia adalah pusat dari prosesi agung ini, sebuah bendungan sek

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 121

    …KEMAMPUANMU UNTUK MERASAKAN.Tiga kata terakhir itu bukan sekadar teks pada antarmuka. Tiga kata itu adalah pisau bedah esensial yang menusuk langsung ke jantung identitas Radit. Bukan ingatan. Bukan keahlian. Bukan pula kekuatan. Yang diminta sebagai harga adalah fondasi dari segalanya: kemampuannya untuk secara pribadi mengalami keajaiban yang ia ciptakan. Ia bisa menjadi konduktor musik yang sempurna, tetapi ia akan selamanya tuli terhadap simfoni yang ia pimpin.Tarikan mengerikan itu berhenti, menunggu persetujuannya. Di dalam katedral data yang retak, jiwa Radit melayang, terguncang oleh dilema yang jauh melampaui sekadar hidup dan mati. Menjadi dewa yang maha tahu, atau menjadi manusia yang menginspirasi namun hampa?“Tidak,” bisik jiwanya, sebuah penolakan yang lebih dalam, lebih final. “Tidak akan pernah.”Dengan penolakan itu, kosmos data di sekelilingnya pecah berkeping-keping seperti kaca.BRUK!Kesadaran Radit terhempas kembali ke dalam raganya dengan kekuatan sebuah me

  • Resep Rahasia Sang Pecundang   Bab 120

    …TINGKAT MAKSIMUM. LEVEL 100.]Huruf-huruf emas itu tidak terbakar di retina batin Radit; mereka terlahir dari kehampaan, terbentuk dari debu bintang yang menyusun kesadarannya. Suara riuh stadion, wajah cemas Luna, dan dinginnya lantai panggung—semua itu lenyap, digantikan oleh keheningan agung di dalam sebuah katedral data yang tak bertepi.Ia tidak lagi berada di dalam tubuhnya. Ia adalah titik kesadaran yang melayang di tengah samudra informasi yang tenang. Di sekelilingnya, galaksi-galaksi algoritma berputar perlahan, dan nebula-nebula memori berkilauan dengan cahaya lembut. Ini adalah inti dari Sistem Citarasa Ilahi, sebuah ruang singgasana di ujung alam semesta kuliner.Sebuah utas cahaya perak terulur dari pusat kosmos ini, menyentuh kesadarannya. Sebuah suara yang bukan suara, sebuah konsep yang ditanamkan langsung ke dalam jiwanya, mulai berbicara.`[Pencapaian Tertinggi Telah Diraih. Protokol Wadah Telah Sempurna.]`“Sempurna?” bisik jiwa Radit, gema pikirannya menciptakan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status