Beranda / Romansa / Retak Janji Pernikahan / Bab 25. Penampilan Berbeda

Share

Bab 25. Penampilan Berbeda

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-26 11:56:02

"Nia ...."

Galang menyapaku dengan suara nyaris berbisik. Langkahku spontan terhenti, tapi aku tak menoleh. Aku hanya menatap lurus ke depan dengan senyum samar. Tidak mungkin aku menghampirinya di saat seperti ini. Galang bintangnya di sini. Semua orang menghormatinya. Semua orang kagum padanya. Sedangkan aku ... dipandang sebelah mata pun tidak.

Aku kembali melangkah saat mendengar suara panitia meminta kami berkumpul.

Panitia membagikan kunci kamar. Aku menunggu Bimo di dekat meja registrasi, tapi dia malah sibuk tertawa dengan teman-temannya. Aku terpaksa menghampirinya.

“Mas, kamar kita di mana?” tanyaku pelan.

Tanpa menatap, Bimo menjawab ketus, “Kamu tanya aja sama panitia. Aku di sini mau seneng-seneng, jangan ganggu.”

“Tapi, Mas ... terus aku gimana?”

“Terserah kamu! Bantu-bantu di dapur kek sana!” bentaknya hingga orang-orang semua menoleh pada kami

Ia berbalik pergi, meninggalkanku begitu saja di tengah kerumunan. Kalau begini lebih baik aku tidak usah ikut aja tadi. Aku me
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 38. Dress Tipis Transparan

    “Ngapain kamu di dalam? Jawab!”Suara Sela terdengar lantang. Aku mematung di depan pintu ruangan Galang, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Beberapa karyawan yang lewat sempat menoleh, lalu cepat-cepat berpura-pura sibuk. Rupanya Sela ingin mempermalukan aku lagi. “Saya tanya baik-baik, ngapain kamu di dalam, hah?” Sela melipat tangan di dada, menatapku dari ujung kepala sampai kaki dengan tatapan penuh curiga.Aku membuka mulut, tapi suaraku tertelan. Dalam hati, aku panik. Sela cukup dekat dengan Ratna, istri Galang. Bagaimana kalau dia cerita yang tidak-tidak? Kalau ucapannya sampai terdengar ke Ratna, habislah aku.“Ditanya malah bengong. Jawab, dong! Kamu budeg, ya?” sindirnya tajam.Aku menarik napas, menegakkan kepala. Tidak bisa terus-menerus diam seperti orang bersalah. “Saya sudah bilang tadi, Mbak. Saya cuma antar catering,” jawabku, kali ini dengan nada sedikit tegas. Aku tidak mau terlihat lemah di depannya.Sela menyeringai. “Cuma antar catering aja lama. Janga

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 37. Aku Kangen

    Suara pintu yang terkunci terdengar jelas. Klik.Aku menelan ludah. Galang berdiri di depanku dengan kedua tangan di pinggang, matanya menatapku dari atas sampai bawah. Tatapan itu penuh kelembutan dan ... kerinduan? Ah, mungkin aku hanya terbawa perasaan saja. Tidak mungkin Galang juga merasakan rindu itu.Aku berdiri kaku sambil memegang kotak makan yang mulai terasa berat di tanganku. Napasku tidak beraturan. Ruangan itu terasa sunyi, hanya ada suara pendingin ruangan dan detak jantungku sendiri yang terasa keras di telinga.“Mas ...” panggilku pelan, hampir seperti bisikan.Galang tidak menjawab. Ia masih menatapku dengan mata yang sulit kuterjemahkan. Aku menarik napas panjang, mencoba menguasai diri. Aku tidak boleh salah langkah. Aku datang ke sini hanya untuk mengantarkan makanan, bukan untuk terjebak lagi dalam perasaan yang tak seharusnya tumbuh.Tapi semakin aku berusaha menenangkan diri, semakin sulit rasanya berpura-pura biasa. Ada sesuatu dalam tatapan Galang yang me

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 36. Hanya Ingin Melihatnya

    “Vania?!”Suaranya cukup keras. Aku menoleh. Dan benar saja, itu Sela. Ia berdiri tak jauh dariku, dengan wajah yang sengaja dibuat terkejut. Tangannya memegangi tas mahal berwarna krem, bibirnya tersenyum miring.“Eh … Mbak Sela,” sapaku pelan, mencoba ramah.Dia memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu tertawa kecil. “Kamu ke salon juga? Wah, hebat juga, ya. Tapi percuma, deh. Suami kamu juga jarang pulang, kan."Aku menahan napas, tersenyum getir. Orang-orang di ruang tunggu menoleh sekilas. Sela jelas sengaja bicara cukup keras untuk mempermalukan aku.“Sis, bisa tolong ambilkan bill aku?” katanya pada Siska tanpa menoleh padaku lagi. “Aku buru-buru, mau dijemput.”Siska yang sedari tadi menatap kami dengan wajah heran hanya menjawab singkat, “Iya, sebentar.”Sela menatapku lagi, menegakkan bahu. “Ya udah. Semangat ya … meski kayaknya percuma juga. Namanya laki-laki kalau udah bosan, mau kamu rawat kayak apa juga nggak akan balik.” Dia tertawa pelan, meninggalkan aro

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 35. Aku Tak Kuat Lagi

    Aku terpaku. Pandanganku berpindah dari wajah Bu Marni ke arah Adrian yang berdiri tak jauh dariku. Wajahnya tenang, sepertinya dia sudah siap menghadapi pertanyaan tajam dari mertuaku itu.“Saya yang langganan makan di warungnya Mbak Vania, Bu,” jawab Adrian cepat, suaranya terdengar mantap tapi sopan. “Kebetulan semalam saya lewat depan rumahnya, terus dengar ribut-ribut. Waktu tetangganya teriak minta tolong, saya ikut bantu bawa Mbak Vania ke sini.”Bu Marni yang tadinya masih menyipitkan mata perlahan melunak. Ia menatap Adrian beberapa detik, lalu mengangguk kecil. “Oh ... gitu, ya. Ya sudah, makasih, Nak. Udah ngerepotin, ya?”“Enggak, Bu, sama sekali,” balas Adrian ramah. “Sekalian saya tadi bantu ngurus administrasinya biar Mbak Vania bisa cepat pulang.”Aku menunduk, mengatur napas agar lebih tenang. Rasanya ingin cepat-cepat keluar dari tempat ini. “Terima kasih, Mas Adrian,” kataku pelan.Adrian tersenyum, matanya menatapku singkat seolah memberi isyarat agar aku tetap ten

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 34. Kedatangan Bu Marni

    “Mama?”Aku nyaris tak percaya dengan apa yang kulihat. Dari balik tirai putih yang terbuka lebar, di pintu masuk aku melihat seorang wanita paruh baya dengan gamis sederhana melangkah tergesa-gesa ke arahku. Napasnya teresengal, wajahnya sekilas tampak cemas , tapi sorot matanya tajam.“Itu … bukannya ibunya Bimo?” desis Galang pelan dari sisi ranjang. Ia baru saja hendak keluar refleks berhenti, menatap perempuan itu dengan mata menyipit.Aku tahu, Galang mengenal keluarga Bimo sejak lama. Mereka pernah beberapa kali bertemu saat masih sekolah SMA dulu.Bu Marni, ibu kandung Bimo, hanya sempat melirik sekilas ke arah Galang. Pandangannya tajam, tapi tampak bingung. Mungkin ia lupa atau tak mengenali Galang lagi.Aku langsung panik. Nafasku tercekat.“Mas, buruan pergi ... aku mohon!” bisikku cepat sebelum Bu Marni makin dekat. Mataku memohon.Galang sempat menatapku ragu beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk pelan, memberi isyarat paham. Lalu ia menatap sopan ke arah Bu Marni

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 33. Di Rumah Sakit

    Aroma asing yang menusuk hidung perlahan menyadarkanku. Kelopak mataku terasa berat, tapi aku berusaha membukanya. Yang pertama aku lihat adalah langit-langit putih dengan lampu neon yang menyala. Ada bunyi beep perlahan dari alat yang sepertinya ada di balik tirai ini. Beberapa detik kemudian aku baru sadar bahwa sedang berada di rumah sakit. Tirai putih mengelilingi brankar yang aku tempati.Aku mencoba menggerakkan tangan, tapi rasanya agak berat. Ternyata tangan kananku dipasang infus. Satu tangan lainnya reflek terangkat, ingin menyentuh kepalaku yang terasa nyeri berdenyut. Dan ketika jariku menyentuhnya, ada perban menempel di sana.Apa yang sebenarnya terjadi?Siapa yang membawaku ke sini?Suara langkah kaki terdengar dari balik tirai. Samar-samar aku mendengar dua orang sedang berbicara serius. Salah satunya sangat familiar di telingaku. Dalam kesadaranku yang belum pulih sepenuhnya, aku mengenali suara berat itu. Galang. Dia ada di sini. Dia ... kembali.Aku menoleh perlaha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status