Menyimpan lukanya sendiri, menyemangati diri sendiri memang sulit. Tapi, bagi Aletta ini lah salah satu cara untuk dirinya menjadi kuat. Tidak boleh lemah sedikitpun, ia nampak tak mempermasalahkan sesuatu yang membebaninya. Aletta selalu tersenyum di setiap waktu, bahkan semua orang menganggapnya adalah gadis ceria.
Dibalik itu semua, Aletta adalah orang yang hancur sehancur-hancurnya.
Pagi-pagi sekali Aletta bangun, ia memasang alarm 05.00 pagi. Agar bisa membuatkan sarapan untuk sang ibu. Meski hanya nasi goreng dan kopi susu. Aletta sarapan sembari menelfon Algara berkali-kali. Semoga saja cowok itu beriniatif untuk menjemputnya. Hitung-hitung hemat ongkos.
Tiiiiiiin.
Suara klakson terdengar keras, terlihat Algara dengan gagah menunggangi motor besarnya. Aletta terklepek-klepek melihatnya, dengan cepat cewek itu menangkring di boncengan. Tangannya tak lupa pula memeluk Algara dengan erat.
Algara mendengus kasar, kemudian menghidupkan mesin motornya.
"Beb, ganteng banget ih." puji Aletta, sembari menopangkan dagunya di pundak Algara. Hembusan nafasnya membuat Algara merasakan sesuatu. Geli, dasar Aletta membuat iman Algara goyah .
Beberapa menit sampai di sekolah, Aletta tidak mau turun. Cewek itu sengaja mangkrak di motor sembari memeluk erat Algara. Tentu, ini membuat Algara marah dan tak segan-segan memberontak. Para murid yang melihatnya pada heran. Algara berangkat sama cewek, padahal dia tidak pernah dikabarkan berpacaran. Yang mereka tahu Algara jomblo dan cuek sama cewek.
Algara memaksa tangan mungil itu lepas, Aletta terkekeh di belakang. Pasti raut Algara sudah seperti macan kelaparan dan siap untuk menyantapnya. Saat Aletta turun, ia mesam-mesem ke arah tunangannya. Kemudian berlari meninggalkan Algara di parkiran.
"Emang sinting tu anak," kesal Algara, sesekali cewek itu membalikkan badan dan melambaikan tangannya ke arah Algara.
"Alga?" panggil Yera yang tiba-tiba muncul di hadapan Algara.
Cowok jangkung itu hanya memandang Yera serta menunjukkan raut seolah mengatakan "Apa?"
"Btw, itu pacar lo atau adik lo?" tanya nya sembari memainkan jari-jemarinya.
"Apa urusannya sama lo?" sekak Algara, Yera langsung terkicep, tidak berani mengatakan apapun lagi.
Algara langsung pergi begitu saja, tidak menghiraukan Meira yang sudah dari lama mencoba mendekatinya. Rasanya Algara tak minat untuk mendekati seorang gadis. Cowok itu dengan gagahnya melangkah pergi meninggalkan Yera di sana. Cuek, memang seperti ini lah sosok Algara. Paling malas bersosialisasi dengan orang lain. Kecuali keluarganya sendiri.
****
Setiap langkah Algara pasti ada Aletta, begitu pula saat di kantin. Gadis itu sudah menunggu Algara di depan kelas. Melambaikan tangan menyapa, setelah dekat langsung menyaut pergelangan Algara. "Ayok ke kantin!" ajak Aletta sembari menarik Algara berjalan menurutinya.
"Males," balas Algara dengan nada malas.
"Napa males? Emangnya kamu nggak laper?" tanya Aletta, perutnya dari tadi sudah keroncongan masa iya Algara tidak lapar.
"Males bareng lo," cetus Algara,
Perkataan judes Algara barusan tidak membuat Aletta kesal atau marah. Gadis itu malah semakin lengket, dan mengajak Algara mempercepat jalannya ke kantin. Percuma Algara mengusir Aletta, gadis itu sudah tidak peduli.
Mereka duduk di meja lalu memesan makanan, Aletta terus menatap wajah tampan Algara. Kenapa sih cowok itu selalu membuat Aletta semringah. Padahal Algara hanyalah cowok jutek, bermulut pedas dan masa bodoh pada Aletta.
"Makan!" cetus Algara,
"Suapin," balas Aletta
Membuat Algara melirik ganas ke arahnya, kenapa sih cewek ini benar-benar menyebalkan. Kalau Algara bisa menyihir, ia pasti sudah menyihir Aletta untuk pindah ke planet pluto.
****
Sepulang sekolah Aletta berlari meninggalkan kelas karena takut ditinggal pulang oleh Algara. Benar, cowok jangkung itu sudah berada di parkiran. Tapi tidak sendirian, sedang mengobrol bersama seorang gadis, ya Aletta tahu siapa cewek itu. Kakak kelas judes, yang hari pertama MOS marah-marah padanya.
Aletta tidak tahu apa yang menjadi topik pembicaraan mereka. Ia langsung duduk di boncengan motor seraya memeluk Algara. Tidak peduli reaksi cowok itu yang terkejut. "Ayo, pulang." rengek Aletta, dengan nada manja. Algara menahan rahangnya yang mengeras dengan kepalan tangan.
Yera terkejut melihat gadis bar-bar itu terlihat dekat dengan Algara. Apa mereka memiliki hubungan? Yera mencoba tidak kepo, lagi pula percuma saja bertanya dengan Algara. Cowok dingin itu akan menjawab "Nggak ada urusannya sama lo." khas gaya judesnya. Meskipun begitu Yera tetap menyukai Algara.
"Kalo gitu, kita sambung di Wa aja ya." ujar Yera seraya tersenyum ramah ke arah Algara. Cowok itu hanya mengangguk tanpa senyum sedikitpun.
Aletta berfikir kalau Yera mempunyai nomor Wa Algara. Ha? Jadi mereka sering chattingan? Hisss, menyebalkan! Aletta cemburu sampai ubun-ubun, masa iya tunangannya berhubungan dengan gadis lain. Baru akan bertanya, Algara mengegaskan motornya menuju pulang.
Saat di perjalanan pulang Aletta tertidur di punggung Algara. Sungguh meresahkan sekali gadis ini, pelukannya seakan melonggar. Kalau lepas, Aletta akan terjatuh ke jalan. Algara memperlambat kecepatan motornya, cowok itu memiliki perasaan sedikit peduli. Tangan Aletta ia pegang agar tidak lepas memeluknya.
"Nyusahin," gumam Algara,
****
Sesampainya di perempatan jalan Aletta terbangun. Pelukannya kembali erat, Algara menyadarinya langsung melepaskan tangan Algara. "Lo megangin tangan gue, ya. Ihh soswet banget deh tunangan gue." Aletta kegeeran bukan main.
"Kalau lo jatuh di jalan, yang ada gue bisa jadi tersangka. Mikir," cetusnya.
"Soswet pokoknya mah,"
"Najis!"
"Pamali beb, nggak boleh najisin orang cantik."
Algara mendengus kasar, cowok itu mengebutkan motornya agar cepat sampai di rumah Aletta. Hari ini akan tidur nyenyak tanpa gangguan Aletta.
Setelah sampai di pekarangan rumah, Aletta buru-buru turun. Kemudian tersenyum memperlihatkan gigi rapihnya serta raut ceria ke arah Algara. Cowok itu hanya memandangnya tanpa ekspresi. Tidak ada niatan untuk tersenyum ke arah Aletta. Tidak masalah, Aletta mengerti.
"Makasih beb, Hati-hati di jalan yah. Dadah. Aku masuk dulu." belum selesai Aletta mengatakannya, Algara sudah mutar balik untuk pulang ke rumah. Aletta mendengus sabar, bagaimana pun ia harus sabar. Sikap Algara memang seperti itu, berharap kalau suatu saat nanti Algara akan menerimanya. Tapi kapan?
"Huft,"
Aletta masuk ke dalam rumah, lagi-lagi ia melihat Ibu-nya sedang meminum minuman keras serta bingkisan sampah yang berantakan. Kaki diangkat ke atas meja, wanita itu mengisap rokok dengan bar-bar. Aletta merasa sedih melihat ibu kandungnya seperti ini.
"Kenapa lo liat-liat, nggak suka? Cepet masuk ke kamar sana!" suruh Alana seraya menatap sinis ke arah Aletta, jujur saja setiap papanya pergi keluar negeri. Pasti Alana akan melakukan hal yang buruk. Kadang seorang laki-laki muda sering ke rumahnya. Itu selingkuhan Alana, Aletta tidak bisa melakukan apapun selain diam.
Cewek itu langsung naik ke kamar atas, belum lagi nanti ia akan di suruh-suruh oleh Alana. Aletta Anak yang baik, tidak mau membantah Orang tua. Setelah Aletta masuk ke kamar tempat ternyaman-nya. Gadis itu mengunci pintu lalu merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya. Bercorak pink dengan seprei kuda poni.
Air matanya lolos jatuh dengan sendirinya, hatinya berdenyut nyeri. Kenapa ia tidak bisa mencegah perbuatan Ibunya. Aletta terlalu takut untuk mengatakannya. Jangankan untuk itu, dia makan saja harus membersihkan rumah dulu. Alana sangat kasar, bahkan kerap sering memukul Aletta.
"Papa, kapan pulang hikss."
"Kak Andrei, Papa, aku butuh kalian."
Isak tangis gadis itu sembari memeluk erat guling, rasanya ingin cepat-cepat dewasa agar bisa seperti Andrei, sang kakak yang sudah kuliah di Korea. Alasan Aletta seperti itu agar bisa keluar dari rumah ini. Rumah yang ia anggap sebagai neraka.
Ketika gedoran pintu terdengar kasar, Aletta buru-buru mengganti baju seragamnya dengan pakaian santai. Alana sang ibu menyuruhnya untuk membersihkan rumah. "Keluar lo, beresin rumah sampe bersih! Baru lo makan. Ngerti?"
Aletta menjawab dari kamar seraya memakai celana pendek, "Iya ma,"
Aletta membuka pintu kamar, terdapat Alana yang bersidakep menatap tidak suka ke arahnya. Tatapan itu seperti jijik, padahal Aletta adalah anaknya. "Cepetan turun, awas kalau nggak bersih." tegasnya seraya menarik tangan Aletta dengan kasar. Gadis itu mengikuti mamanya turun, cekalan itu membuatnya meringis kesakitan. Luka 2 minggu lalu yang terkena pukulan dari Alana masih belum pulih.
"Ma, pelan-pelan. Sakit banget tangan Aletta." desisnya tanpa di gubris oleh Alana.
Sesampainya di bawah, Aletta di dorong sampai tersungkur. Gadis itu menahan sakit lagi, kemudian membereskan sampah-sampah yang memenuhi ruang keluarga. "Jangan sampe lo bilang ke papa soal ini, kalau lo berani nggak ada ampun buat Lo!" betapa kasarnya wanita itu memperlakukan Aletta.
"Iya ma," jawabnya sembari menunduk, tak mau menatap mata kejam itu.
Alana pergi meninggalkan Aletta, entah kemana perginya wanita itu Aletta tidak tahu. Cewek itu meneruskan membersihkan rumah. Banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. Seperti biasa, tidak ada pembantu atau pengurus rumah.
To be continued.
Di pagi hari yang cerah. Aletta berjalan memasuki sekolah bersama Algara. Menggandeng lengan Doi saat di sekolah adalah sebuah keinginan Aletta. Akhirnya sekarang terwujud, lengan Algara tidak menolak gandengan darinya. Menjadi sebuah perhatian dan cibiran pagi ini, Aletta tidak peduli. Ia sangat gembira, meski wajah Algara masih sama seperti biasanya. Wajahnya DATAR!"Yang, pulang nanti temenin aku beli Novel, yah?" pinta Aletta merengek manja membuat Algara jengah."Nggak gratis," balasnya."Ih, kok gitu." tiba-tiba Haru datang menghampiri mereka berdua. Lalu memegang pergelangan Aletta seperti akan mengajak cewek itu pergi."Bisa ikut gue sebentar, nggak?" tanya Haru,Aletta masih melongo, kenapa tiba-tiba cowok ini datang. "Ih, gue mau ke kelas tau. Mau kemana coba?" Aletta tak suka dengan sikap Haru, yang seenaknya memegang tangan secara tiba-tiba."Lepasin tangan dia!" bentak Algara."Wou, eman
Hari ini Aletta benar-benar tidak semangat. Tidak mendapat balasan apapun dari Algara. Dan cowok itu tidak masuk sekolah, kepikiran terus. Apalagi tentang semalam Algara bersikap aneh padanya. Seperti ada yang disembunyikan, Aletta tidak tahu apa sebenarnya. Apa mungkin traumanya kambuh? Tapi, itu tidak mungkin bukan?Tante Lisya pernah bercerita sedikit tentang masa kecil Algara dan alasan Algara menjadi anak pendiam dan pemurung. "Masa sih?" batinnya seraya memainkan pulpennya. Cewek itu tidak fokus pada pelajaran pak Sehun pagi ini. Otaknya sedang traveling ke Algara.Bergumam dan bingung sendiri. Rautnya berubah menjadi lesu. "Lo kenapa sih?" tanya Meira. Penasaran dengan Aletta yang tidak seperti biasanya.Cewek itu menoleh, menatap datar ke arah sahabatnya. Berbicara sedikit memuncungkan bibirnya, "Kangen Algara, masa dari semalem gue diabaikan terus, Mei." jawabnya."Temuin aja kali, l
Brakkkk!!Motor Algara oleng sampai keduanya mengalami kecelakaan kecil. Kehilangan kendali saat mengendarai motor, menabrak trotoar yang tidak bersalah. Tapi, Aletta mengalami luka yang cukup di bagian kaki dan sikunya. Melihat darah yang keluar membuat Algara langsung membopong AlettaCewek itu terkejut, Algara sekhawatir ini padanya. Banyak orang yang membantu mereka berdua. Kepala Algara semakin sakit, Gadis kecil yang mengejar kelinci tadi sudah tidak ada. Apa hanya halusinasi Algara saja?Algara membawa Aletta ke Rumah sakit untuk mengobati luka di kakinya. Rasanya khawatir sekali dengan Aletta. Apalagi saat cewek itu meringis kesakitan. Setelah selesai diobati, Dokter mengatakan kalau Aletta harus istirahat dulu di sini. Anak itu pasti syok."Luka kamu nggak di obati?" tanya Aletta,"Ini luka kecil, kamu gimana? Masih sakit banget nggak?" tanya Algara penuh kekhawatiran.&nbs
Brakkkk!!!!Pintu terbuka begitu keras, langkah kaki terdengar semakin dekat. Algara terbangun dari tidurnya karena sosok itu sangat begitu tergesa-gesa. Melihat Alyeta dan Layla yang sedang terlelap di sampingnya. Ia tidak mau terjadi sesuatu pada gadis kecil itu. Algara lebih mengorbankan nyawanya untuk mereka. Tidak masalah jika penculik itu menghukumnya. Asal. Jangan sakiti kakak beradik itu.Sial! Itu tidak mungkin.Alyeta begitu ketakutan ketika melihat ruangan semakin gelap. Seketika lampu itu redup dan padam."Syuuuttt, kamu diem Alyeta. Jangan bersuara." pinta Algara, ia berusaha keras untuk melepaskan Cable tibles di tangannya . Namun, ini sangatlah kuat jika terus dipaksa, tangannya akan terluka."Hikss, aku takut. Aku takut." isaknya seraya mencari-cari keberadaan Algara dengan tangannya yang terikat."Papy, mamy, hiksss tolong Alyeta.
Algara duduk di kantin seraya memijit pelipis keningnya. Cowok itu kepikiran tentang mimpi semalam. Kenapa seperti nyata? Lalu menyebut-nyebut nama gadis kecil itu membuat Aletta cemburu tak karuan. Algara benar-benar pusing, setiap kali Aletta merengek meminta penjelasan darinya."Woi, napa bengong?" senggol Syaiful, "Mikirin kondomnya Zaenal? Keknya emang itu milik dia. Ya kali, punya kakaknya. Nggak mungkin bre!" cerocos Syaiful masih curiga tentang benda berharga dan intim milik Zaenal."Anjing lo! Dibilangin itu bukan punya gue juga!" sarkas Zaenal tidak setuju dengan perkataan Syaiful."Dih ngambek," sahut Dimas."Terkampret kelen bedua!""Heh, heh, yaelah. Kalau bener milik Zaenal ya kagak papa. Lagian dia juga normal! Punya nafsu juga njir!" bela Dimas"Tap--""Masih mau pusing ngurusin kondom? Makanya punya Doi!" cetus Zaenal memoton
Setelah dirawat satu hari dan Aletta tidak bisa sekolah hari ini. Begitu juga dengan Algara yang menunggu dan menemani Aletta. Ada Lisya sang calon Ibu mertua, wanita itu yang mengurus Aletta di rumah sakit. Alana tidak bisa datang, alasan dirinya sedang sibuk di luar kota.Tidak masalah bagi Aletta, yang penting sudah ada kabar tentang Ibunya. Soalnya kemarin ia tidak mendapat kabar dan balasan pesan dari sang ibu."Nginap di rumah aja, biar tante bisa ngawasin kamu." pinta Lisya,"Aletta udah sehat Tante, jangan khawatir hehe." elaknya lembut."Beneran?""Iya tante, beneran nih.""Kalau ada apa-apa, jangan lupa kabari Algara atau tante, ya." pesan Lisya, seraya memeluk Aletta.Saat dipeluk oleh Lisya, Aletta merasakan betapa senangnya mendapatkan calon mertua seperti Lisya. Wanita lemah lembut dan hangat padanya. Kenapa de