Share

BAB 10 (Kecewa)

"Apa yang kau lakukan disini, Morgan?"

Morgan hanya memandangnya dengan dingin.

"Aku mencarimu." Tegasnya.

Mencariku? Untuk apa?

"Apa kau akan melindungi kami dari para penyerang hutan ini?" Tanya Riku.

Morgan hanya menghela nafas, menundukkan kepala ke arah Riku.

"Aku yang membakar hutan ini"

Apa ini? Gumam Riku.

Morgan membakar hutan ini? Mengapa?

"Aku membakar hutan ini, sebab kakek tidak mau memberi tahu apapun."

"Jadi, aku menyerangnya dan membakar hutan ini. Memancingmu untuk datang kesini."

Apa? Memancingku? Kenapa ia juga menyerang kakek?

Morgan maju selangkah lebih dekat dengan berdiri tegap.

"Riku, atas perintah dari perdana menteri kerajaan, kau kami tahan karena terlahir sebagai anak dari orang yang terkutuk, Raja Api Kuri."

Terkutuk? Raja Api Kuri? Ayahku? Ayahku orang terkutuk?

"Apa maksudmu, Morgan? Bukankah ayahku adalah seorang pahlawan?" Tanya Riku, getir.

Morgan hanya diam, dan bahkan tidak menggubris pertanyaan Riku yang terlihat sudah hancur mentalnya. Morgan menghela nafas.

"Tidakkah kau tahu perbedaan dari kenyataan dan kebohongan? Ya, aku berbohong." Ucap Morgan, tatapannya begitu dingin, ia berkata yang sebenarnya.

Riku semakin lemas dan tertunduk dalam.

Apa katanya? Bohong? Apa berarti selama ini dia berbohong? Semua tentang ayah? Kebohongan?

"Ketua, apa sudah dipastikan mengenai kebenaran anak ini?" Tanya salah seorang pasukan yang bersama Morgan.

"Ya, Moreey. Buktinya adalah jimat di lehernya. Yang merupakan pemberian dari sang Raja Api, tepat saat kematiannya." Ucap Morgan.

"Lihatlah, jimat itu sudah beresonansi dengan si Riku, dia memang anak dari Raja Api Kuri." Jelas Morgan. Moreey menunduk, ia tahu bahwa tidak ada yang dapat diragukan dari ketua pasukannya, kuat, cerdas, dialah sosok ketua ideal bagi pasukan kerajaan.

"Tinggalkan Riku, Morgan!"

"Perdana Menteri tidak berhak untuk mengambilnya." Teriak seseorang dari jauh, itu Yuo, kakek Riku.

"Riku! Pergi!!" Teriak kakek, seraya berlari menyusulnya.

Riku tak mengetahui apa-apa yang terjadi, ia masih terdiam, tertunduk, lemas, pias, dia--tidak tahu harus berbuat apa. Saut-saut pelan terdengar suara kakek di telinganya, ia hanya menoleh, namun tidak menggubrisnya sama sekali, ia tidak peduli. Hanya bisikan-bisikan aneh yang memenuhi kepalanya.

Semua bohong? Ayah bukan pahlawan? Ayah orang terkutuk? Morgan bukan siapa-siapa? Bukankah Morgan adalah orang yang paling peduli padaku?

Lantas, sebenarnya, siapakah aku ini?

"Riku!!"

Kakek terus berteriak memanggilnya, yang kini ia terjebak oleh empat pasukan kerajaan, dan tidak ada jalan lain, kakek harus bertarung.

"Ah, sial." Ucap kakek yang berlari menerjang empat pasukan itu.

Empat pasukan itu mulai mengubah posisi.

"Tanah penjebak"

Serangan pertama. Secara garis lurus tanah mulai hancur dengan cepat seperti gempa bumi, mengarah cepat ke arah Yuo.

Yuo mengangkat tangannya. Serangan tanah itu tertahan, tidak berlanjut, apa yang terjadi?

"Giliranku." Ucap salah satu dari mereka.

"Gerakan ki-"

Dalam satu langkah cepat, Yuo mendekati pasukan tersebut.

"Sihir hampa, area."

Semua terhenti, dalam lingkaran dengan jarak tertentu, semua yang berada di dalamnya, terhenti.

"Ju...rus a...pa ini?!" Ucap salah satu dari mereka yang tertangkap dalam ruang kehampaan.

"Tehnik hampa, pukulan."

Dengan cepat kakek melesat ke arah pasukan tersebut dan memukulnya dengan cepat, puluhan, ratusan, entah berapa banyak pukulan yang ia hantamkan. Namun di dalam kehampaan, pasukan tersebut tidak akan bergerak, tidak setelah tiga detik berlalu.

Kakek melanjutkan serangannya ke pasukan yang lain, meninggalkan salah satunya di dalam area hampa setelah menghajarnya, efeknya akan datang dalam, tiga, dua, satu, dan--bukk, bukk, bukk, bukk, puluhan, ratusan, entah berapa banyak. Pukulan Yuo muncul seperti pukulan kosong yang menghajar habis-habisan pasukan tersebut. Pasukan tersebut terjatuh, terkapar oleh banyaknya pukulan Yuo.

Yuo bergerak cepat, namun dalam sekejap, salah satu pasukan telah hilang, tersisa satu di depan. Melihat celah besar, Yuo merangsek maju dengan cepat, meski sudah tua, dia bukanlah petarung lemah.

Seorang anggota pasukan di depannya, bersiap untuk bertahan, dia nampak tidak menggunakan jurus apapun.

Aku akan menahannya dalam areaku, berhati-hati dia akan menyerang dengan jarak tertentu.

Setelah masuk dalam area, akan ku serang habis-habisan, pikir Yuo.

"Sihir hampa, area."

Cepat saja kemampuan itu bergerak, dalam sesaat, sekelilingnya dalam jarak tertentu, menjadi diam tak bergerak, termasuk salah satu anggota pasukan tadi, dengan posisi bertahannya.

Yuo bergerak cepat mengepalkan tangannya, bersiap menyerang dengan pukulannya. Lalu--

"Cancel"

Tap, pukulan Yuo--tertangkap. Salah satu anggota itu, yang entah bagaimana, berhasil keluar dari sihir area milik Yuo, menangkap tangannya, dan segera mengirimkan pukulan balasan.

Yuo yang tanpa pikir panjang, langsung melepaskan genggaman tangan orang itu dan melompat ke belakang, tepat sebelum pukulan balasan orang tersebut mengenainya, kini dia sudah siap dalam posisi menyerang. Tapi--jleb.

Yuo terdiam, tubuhnya terasa dingin, sebuah perasaan yang tidak begitu asing baginya, dilihatnya ke bawah, ia terkejut, lubang itu, tubuhnya--tertusuk. Tusukan panjang pedang, lebih tepatnya katana, menembus tubuhnya, warnanya merah, merah terang, darahnya menyelimuti pedang itu.

Yuo terjatuh, terkulai lemas, dipandangnya sosok yang menusuknya, yang tidak lain merupakan salah satu anggota yang hilang dari pandangannya tadi.

"Bagaimana bisa?" Tanya Yuo.

Kedua pasukan itu hanya tertawa.

"Kau harus lebih kuat untuk membuat kami bicara." Ucap salah satu dari mereka, dia--yang menusuk Yuo.

Dari jauh, Riku melihat pertarungan itu dengan matanya sendiri. Kondisinya semakin parah dengan melihat kakeknya yang terluka.

Morgan kembali menunduk, berbisik ke telinga Riku.

"Seseorang yang tidak mengenal temannya, maka tidak akan mengenal musuhnya."

Riku tertegun, apa selama ini aku salah?

Morgan kembali menegakkan badannya, menatap kepada pasukannya dan berteriak.

"Ikat dia! Kita akan membawanya ke kerajaan." Lantangnya.

"Dan jangan sampai perdana menteri tahu. Bahwa dua anggota pasukan terhebatnya dikalahkan oleh orang tua yang lemah." Jelas Morgan.

Semua anggota pasukan, terutama dua orang yang berhasil dikalahkan Yuo, buru-buru bangun, tidak ada tempat bagi yang lemah di dalam pasukan kerajaan, jadilah kuat atau pergi dari pasukan.

Sekali lagi, Morgan menatap Riku.

"Riku, atas perintah kerajaan, kau harus ikut kami!" Ucap Morgan, tegas.

Riku tak menghiraukan Morgan, ia nampak tidak peduli, di dalam kepalanya, masih berkecamuk pikiran yang begitu banyak.

Seseorang yang tidak mengenal temannya, maka tidak akan mengenal musuhnya. Begitukah, Morgan?

Riku kini paham, apa yang harus ia lakukan. Secara cepat ia kembali mendapat fokusnya. Nafasnya kembali teratur, bergerak cepat ke arah tenang, bahkan terlalu tenang.

Riku berdiri, kepalanya masih tertunduk. Morgan mengangkat tangannya, isyarat untuk mengikat, menjaga agar Riku tidak melawan.

Selama proses mengikat, Morgan kembali berseru.

"Dengan ini, atas perintah perdana menteri. Kau, Riku, anak dari Raja Api Kuri yang terkutuk, ditahan atas nama hukum kerajaan."

Terkutuk? Iya kah? 

Morgan terdiam, ia menatap sekeliling, ada yang aneh. Anggota pasukannya pun merasakan hal yang sama.

Ada sebuah tekanan lain, apa ini? Serangan? Pikir Morgan.

Diantara pasukan yang hebat adalah mereka yang mengetahui bahaya, terlebih mengetahui siapa yang lebih kuat.

Sejenak Morgan sadar apa yang terjadi, diliriknya Riku dengan perlahan, dan--

"Lari!" Dan, bumm!!

Ledakan yang besar, yang dalam sekejap berhasil ditahan oleh Morgan, dia berhasil menyelamatkan diri serta menyelamatkan pasukan, membuat dinding api.

Aku tidak menyadarinya sejak awal, aku bodoh, gumamnya.

Anak itu, benar-benar berbahaya seperti ayahnya. Ini, akan memakan waktu.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status