"Oke!"Diego berjalan mendekat, bersiap bertarung dengan Revin untuk merebut Reina.Tidak disangka, Diego baru saja menjulurkan tangan, tubuhnya sudah lebih dulu dihajar dan ditendang Revin."Buak!" Diego sampai terlempar beberapa meter ke belakang, dia menangkupi dadanya dan tidak bisa berkata-kata.Treya langsung membantu Diego berdiri, lalu menatap Revin dengan marah, "Berani sekali kamu menendang anakku!"Revin menggendong Reina sambil menatap kedua orang itu dengan dingin.Buliran air hujan menetes dari ujung rambut Revin.Dia berjalan menghampiri Treya dan Diego, selangkah demi selangkah. Sosoknya sangat berbeda, dia terlihat tegas dan garang."Kalian cari mati?"Treya dan Diego ketakutan dengan sosok Revin, seketika mereka diam membisu.Sambil membopong Reina, Revin tidak lupa mengingatkan Treya."Dalam surat wasiatnya, Nana bilang dia punya rekaman di mana kamu berjanji untuk memutuskan hubungan dengannya, kamu nggak lupa, 'kan?"Reina tidak mau jadi putrinya lagi ....Reina ta
Maxime mendengarkan dalam diam, tatapannya menjadi suram tetapi dia tidak membantah.Justru karena sikap acuh tak acuh Maxime inilah yang membuat baik Jovan, Joanna, Ekki bahkan semua pelayan di kediaman utama Keluarga Sunandar tidak memperlakukan Reina layaknya manusia.Tiba-tiba Jovan menerima telepon dan pergi dengan tergesa-gesa.Setelah Jovan pergi, Maxime spontan melirik ponselnya dan mendapati Reina tidak meneleponnya.Maxime menelepon, tetapi kembali disambut suara operator."Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak terjangkau. Silakan hubungi lagi beberapa saat lagi ...."Maxime pun membuang ponselnya ke samping karena frustrasi.Kemudian dia berdiri dan berjalan ke jendela besar yang tingginya sama dengan tinggi ruangannya, lalu menyalakan rokok.Perkataan Reina tadi pagi masih terngiang-ngiang ... Reina bilang dia menyesal ....Tenggorokan Maxime terasa sangat pahit, dia berdeham dua kali dan tiba-tiba mendengar suara seorang wanita di belakangnya."Kak Max jangan merokok, ng
Angin bertiup kencang di luar jendela, Reina meletakkan tangannya yang pucat dan kurus di perut bagian bawah, tatapannya terlihat pilu.Revin memberitahunya, dokter bilang dia hamil.Anak ini datang di waktu yang salah.Lyann menatap Reina dan mendapati tatapannya kosong, Reina tidak terlihat punya keinginan untuk bertahan hidup."Nana."Reina tersadar dari lamunannya, lalu menoleh. "Bu Lyann."Mata Lyann memerah, dia merapikan beberapa helai rambut yang berantakan di pelipis Reina seraya berkata, "Nana, Ibu itu nggak punya anak dan sudah menganggapmu seperti anakku sendiri.""Ibu nggak berharap kamu jadi orang sukses dan kaya raya, aku hanya ingin melihatmu sehat.""Kalau satu-satunya anakku mati, mana mungkin aku bisa tetap menjalani hidup?"Mata Reina menegang saat melihat Lyann mengambil pisau buah."Aku yang membesarkanmu sampai umur 10 tahun, tapi aku salah karena nggak bisa menemanimu lagi setelah itu. Sekarang, aku mau pergi minta maaf pada Tuan Besar Anthony."Setelah Lyann se
Hujan masih sering turun di penghujung bulan Mei.Setelah Reina keluar rumah sakit, Revin sering meluangkan waktu untuk menemaninya.Mungkin karena efek samping dari obat-obatan yang dia minum dulu, kondisi kesehatan Reina jadi lebih buruk dari sebelumnya.Namun, semangat hidupnya sangat tinggi, kadang saat tidak nafsu makan, dia tetap memaksakan diri untuk mengisi perutnya.Selama bersama Revin, dia tidak pernah menyebut nama Maxime sekalipun.Setiap orang berbeda, ada tipe yang suka memendam masalah dan begitu masalah itu diungkit kembali, mereka akan merasa tersiksa sama seperti luka lama yang terbuka kembali.Atau mungkin dia tidak ingin menyebarkan aura negatif pada orang-orang di sekitarnya.Saat sendirian, ada kalanya Reina memandangi foto profil WhatsApp Maxime.Dia tidak tahu bagaimana sebaiknya memulai pembicaraan untuk membahas perceraian mereka.Hari ini, Reina pergi keluar untuk berbelanja bahan makanan dan baru saja hendak pulang.Saat dia hendak pulang, ada seseorang ber
Reina baru paham maksud peringatan Marshanda tadi, ternyata dia akan mengadukan pembicaraan mereka tadi pada Maxime.Sebelum Reina sempat menjawab, Maxime sudah kembali melanjutkan."Perceraian ini urusan kita berdua, kamu nggak perlu melukai Marshanda sampai membuatnya masuk rumah sakit."Reina tertegun sesaat, tetapi langsung paham situasinya.Dia tidak menyangka Marshanda menggunakan cara kotor untuk menjebaknya dan bisa-bisanya Maxime percaya."Terserah mau percaya atau nggak. Tadi kami hanya bertemu untuk mengobrol sebentar, aku nggak melakukan apa pun padanya."Setelah berkata Reina langsung menutup telepon.Ekspresi Maxime yang sedang menemani Marshanda di rumah sakit sangat tidak enak dilihat.Marshanda sedang berbaring di ranjang rumah sakit, dahinya terbalut perban.Tadi setelah bertemu Reina, dia sengaja melukai dahinya dan memfitnah Reina."Awalnya aku cuma mau bicara baik-baik dengannya, nggak kusangka dia malah ...."Sebelum Marshanda selesai berbicara, dia mengeluarkan s
Apanya yang menyarankan? Jelas-jelas ini memberi pelajaran pada Reina.Semua anggota keluarga Maxime, Ekki bahkan semua pembantu di kediaman utama berhak mengajari Reina.Reina harus berterima kasih dan menerima dengan senyum.Namun, sekarang Reina tidak ingin lagi menyalahkan dirinya sendiri ....Reina mengepalkan tangannya.Dia menatap Ekki dengan dingin. "Dia marah? Bukan urusanku.""Kalau nggak ada urusan lain, aku permisi dulu."Hati Ekki bergetar saat melihat tatapan dingin Reina.Ekki baru akan menjawab saat Reina sudah lebih dulu menutup pintu.Ini adalah pertama kalinya Ekki ditolak mentah-mentah.Selama ini hanya Ekki seorang yang mengabaikan Reina, kenapa sekarang posisi mereka terbalik?Apa Reina serius ingin bercerai?...Reina tahu Ekki pasti akan melaporkan hal ini pada Maxime.Jadi, Reina duduk lemas di sofa sambil menunggu Maxime memarahinya.Persis seperti dugaan Reina, Ekki memang melapor kejadian barusan pada Maxime.Hari ini angin bertiup sangat kencang, kaca jende
Reina sangat ketakutan melihat Maxime yang menyerangnya penuh nafsu, dia hanya bisa melindungi perutnya dengan hati-hati.Entah setelah berapa lama barulah Maxime berhenti."Reina, jangan membuatku marah," ujar Maxime dengan napas yang tersengal-sengal.Perkataan Maxime terdengar samar-samar di telinga Reina.Dengan tatapan kosong, dia bertanya, "Bukannya kamu yang bilang nggak akan pernah menyentuhku?""Sekarang apa maksud semua ini?"Reina membenamkan wajahnya di bantal, Maxime tidak menyadari wajahnya yang pucat.Reina menambahkan, "Apa pacarmu tahu perbuatanmu ini? Dia pasti akan sangat marah kalau tahu."Dulu Reina merasa Maxime itu kejam, tetapi ada kalanya penuh kasih sayang.Sekarang, Reina hanya merasa Maxime itu pria jahat.Pacar?Maxime tahu yang Reina maksud adalah Marshanda."Apa kamu pernah memikirkan hal ini waktu bersama Revin?"Mereka saling menyerang.Maxime tidak akan pernah menyalahkan diri sendiri demi seorang wanita, apalagi wanita itu Reina.Maxime mengejek tanpa
Setelah tahu Reina hamil, Jovan meminta pihak rumah sakit untuk selalu mengabarinya tentang kondisi Reina.Entah kenapa, tiba-tiba firasat Maxime menjadi buruk."Ada apa?""Aku nggak tahu apa yang terjadi. Waktu hari ini aku ke rumah sakit, dokter bilang Reina meninggal!"Ucapan Jovan itu membuat Maxime merasa seperti tersambar petir di siang bolong!Meninggal?Mustahil!Semalam Reina masih baik-baik saja!Maxime sontak bangkit berdiri, kepalanya terasa berputar. "Apa yang sebenarnya terjadi?""Dokter bilang semalam Reina masuk rumah sakit dan hari ini dinyatakan meninggal setelah jantungnya berhenti berdetak."Tanpa berbasa-basi lagi, Maxime mengambil jas yang dia lemparkan ke atas kasur dan berjalan keluar.Setelah itu, Maxime segera mengemudikan mobilnya ke rumah sakit.Sepanjang jalan, Maxime mengingat kembali perkataan Reina kemarin malam."Pak Maxime, apa kamu sedih kalau aku mati?"Entah kenapa, saat ini Maxime merasa sulit bernapas.Dia sudah melepas dua kancing teratas kemejan