Home / Romansa / Rindu yang Membunuh / Bab 8 - Romansa Ruang Rapat

Share

Bab 8 - Romansa Ruang Rapat

Author: G-Lyrae
last update Huling Na-update: 2025-10-01 12:07:46

Ruang rapat Grady Group terasa lebih sunyi dibanding pagi hari. Hanya suara lembar kontrak yang dibuka dan jarum jam yang bergerak pelan.

“Silahkan dibaca dulu kontraknya, Bu Ayla.” kata Lucas.

Adrian duduk tegak di ujung meja, mata abu-abunya menatap Ayla yang sedang membaca kontrak dengan seksama.

Ay… Ada keinginan untuk tersenyum ketika melihat Ayla begitu serius, bibirnya sedikit manyun, kebiasaan kecil yang selalu muncul saat ia benar-benar fokus. Tapi ia cepat menahan diri.

“Pastikan semuanya jelas sebelum kita tandatangani,” Adrian berkata datar, namun nada tegasnya membuat Ayla menahan nafas sejenak.

Ayla menunduk, mata fokus pada lembar demi lembar kontrak.

“Gimana menurutmu San?”

Santi yang duduk di samping Ayla ikut membaca kontrak itu. Meski gugup merasakan ketegangan yang memenuhi ruangan, ia berusaha tetap tenang.

“Menurut saya, semuanya sudah bagus Bu… kontraknya normal, menguntungkan kedua pihak.”

Ayla mengangguk setuju.

“Tapi poin ini Bu….”

Ayla melihat kemana tanga
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Rindu yang Membunuh   Bab 10 - Rasakan, Sayang.

    Perlahan Adrian mendekatkan bibirnya ke bibir Ayla, dengan lembut dia meraup bibir itu, mencium, merasakan rasa yang sudah sangat dia rindukan. “Mmh…” kepala Ayla menggeleng, seperti ingin menolak, tapi bibirnya justru merespons.Bangun, Ayla… ingat Reya… suaranya di dalam kepala begitu lirih.Saat Adrian mulai menjelajah setiap sudut bibirnya lalu masuk lebih dalam, menghisap lidahnya lembut namun intens, Logika Ayla seolah hilang dalam sekejap.“Mmmh…” tangan Ayla terangkat, bukannya mendorong tapi melingkarkannya di leher Adrian.Adrian tersenyum di antara napas mereka yang berpadu, mereka saling berpagutan, meluapkan rasa yang sudah tertahan terlalu lama.Suara lembab basah pelan memenuhi ruangan itu, “Hhh…” napas Ayla terpecah, menahan antara sadar dan hanyut, sementara Adrian hanya menunduk lebih dalam, membiarkan dunia di sekitarnya lenyap.Ketika akhirnya mereka berpisah hanya untuk mencari udara, napas mereka sama-sama berat.“Ay…” suara Adrian serak, nyaris seperti desah

  • Rindu yang Membunuh   Bab 9 - Melewati Batas

    Pertanyaan itu menghujam dada Ayla, membuat seluruh tubuhnya menegang, Matanya membesar terkejut namun juga menyimpan rahasia dan luka.Aku… nggak pernah ingin pergi, Adrian.Tenggorokannya kering, lidah kelu. Ia hanya bisa menatap mata abu-abu itu yang dulu rumahnya, kini menelanjangi dan merenggut logikanya.“Jawab Ayla.” Katanya rendah tapi tegas.Ayla memejamkan mata sesaat, menghembuskan napas berat.Tapi… kamu tidak boleh tahu, Ad.“Aku hanya harus pergi, Ad. Nothing special about it.”Adrian tertawa pendek, penuh getir.“Heh. Nothing special?” Ia menatap tajam. “Maksudmu… kamu pergi begitu saja, cuma karena kamu mau pergi? Heh?”Genggaman tangannya menguat, sementara tangan Ayla yang tadi sempat menolak kini mulai kehilangan daya.“Jangan harap bisa lepas begitu mudah.” katanya dingin.“Adrian, lepas! Aku harus pergi. Sekarang.”Tangan Ayla berusaha melepaskan diri, namun Adrian justru menariknya lebih dekat.Jarak di antara mereka lenyap, dada mereka bersentuhan. Satu tangan A

  • Rindu yang Membunuh   Bab 8 - Romansa Ruang Rapat

    Ruang rapat Grady Group terasa lebih sunyi dibanding pagi hari. Hanya suara lembar kontrak yang dibuka dan jarum jam yang bergerak pelan. “Silahkan dibaca dulu kontraknya, Bu Ayla.” kata Lucas.Adrian duduk tegak di ujung meja, mata abu-abunya menatap Ayla yang sedang membaca kontrak dengan seksama. Ay… Ada keinginan untuk tersenyum ketika melihat Ayla begitu serius, bibirnya sedikit manyun, kebiasaan kecil yang selalu muncul saat ia benar-benar fokus. Tapi ia cepat menahan diri.“Pastikan semuanya jelas sebelum kita tandatangani,” Adrian berkata datar, namun nada tegasnya membuat Ayla menahan nafas sejenak.Ayla menunduk, mata fokus pada lembar demi lembar kontrak.“Gimana menurutmu San?”Santi yang duduk di samping Ayla ikut membaca kontrak itu. Meski gugup merasakan ketegangan yang memenuhi ruangan, ia berusaha tetap tenang.“Menurut saya, semuanya sudah bagus Bu… kontraknya normal, menguntungkan kedua pihak.”Ayla mengangguk setuju.“Tapi poin ini Bu….”Ayla melihat kemana tanga

  • Rindu yang Membunuh   Bab 7 - Bayangan

    Apartemen Adrian sunyi, hanya detak jam dinding yang menemani kesepiannya. Adrian duduk di sofa, tatapannya kosong menembus jendela. Gelas bourbon di tangannya dibiarkan tak tersentuh, asap rokok membentuk lingkaran tipis di udara.Matt masuk setelah dipanggil, meletakkan kantong kopi di meja dengan santai. "Wah... ada hal penting nih kayaknya," komentarnya, memperhatikan asap rokok yang melingkari Adrian. "Merokok? Tanda bahaya dan seru... haha."Adrian menoleh sekilas. "Revan.""Siapa dia?" Matt mencoba mengingat. "Jangan-jangan, cowok yang makan bareng Ayla itu?"Adrian mengangguk singkat. "Selidiki dia. Semua tentang dia. Gue nggak peduli dia klien atau apapun itu. Gue nggak suka caranya dia ngeliatin Ayla."Matt mendengus, bersandar di meja. "Lo bahkan belum tahu apa-apa tentang dia. Cuma insting lo aja yang main."Adrian mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya setajam pisau. "Insting gue jarang salah, Matt. Gue nggak akan biarin Ayla deket sama orang yang mencurigakan. Cari tah

  • Rindu yang Membunuh   Bab 6 - Ayah... Reya?

    Ayla berlari dari lobi keluar gedung apartemen Adrian, dada berdebar kencang. Telepon dari ibunya masih berdering di kepalanya. “Reya, sayang… dia butuh kamu sekarang…”Nafas panik menyeruak di setiap langkahnya. Tangannya menjulur mencari tas, kunci mobil, apa pun yang bisa membawanya ke putrinya, tapi tak ada, satu-satunya yang ia bawa cuma handphone nya yang ada di saku celananya.Mobilnya masih di parkiran restoran, tempat Adrian membawanya tanpa izin beberapa jam lalu. “Astaga, Adrian… sial!” gumamnya, frustasi, hampir meneteskan air mata.Dia kembali berlari tapi langkahnya terhenti saat sebuah tangan kuat mencengkram pergelangan tangannya.“Tunggu, Ayla…” suara Adrian terdengar tegas, tapi… ada nada khawatir di sana.Ayla tetap berjalan meski tangannya dipegang Adrian. Tapi Adrian menariknya dengan tegas, memutar tubuhnya sehingga kini berhadap-hadapan.“Kita harus bicara Ayla.” Adrian menatapnya, mata abu-abu gelap penuh intensitas.“Ada apa Ay…? Kasih ta..”“Lepas, Adrian.” A

  • Rindu yang Membunuh   Bab 5 - Ayla!

    Adrian mencondongkan tubuh ke kursi, nafasnya tinggal beberapa senti dari wajah Ayla. Mata abu-abu itu menatap tajam, menelusuri setiap gerakan Ayla yang menegang, bahkan memejamkan mata kuat.Ayla menelan nafas, jantungnya berdebar, tapi dia menahan diri. Tubuhnya kaku, tangan menekuk di pangkuan. Adrian menatap tubuh itu, memperhatikan matanya yang terpejam, dan tangan yang memegang ujung bajunya erat, Adrian menunduk sejenak.Apa kamu takut padaku sekarang Ay?Adrian menarik nafas, menenangkan diri, lalu mundur ke kursi kemudi, menyalakan mesin. Suara starter mobil bergetar halus, lampu dashboard memantul di wajahnya. Tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan, ia menekan nomor di ponsel.“Matt, pastikan semua barang-barangnya aman,” katanya singkat.“Siap, boss. Semuanya aman,” jawab suara Matt dari speaker.“Klien ku masih disana, Adrian please… aku harus kembali.”Adrian diam beberapa saat menenangkan dirinya lagi mengingat bagaimana mata yang disebut klien itu memandang Ayla, Ia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status