LOGINPintu kantor Adrian tertutup rapat, meninggalkan ruangan sunyi. Di meja, selembar kertas lusuh tergeletak, cek yang baru ia terima. Adrian menatapnya lama, jari-jari menekuk tepi kertas, nafasnya pelan tapi tegang.“Cek… sebuah cek” gumamnya, suara berat namun terkendali.Lucas masuk, langkah ringan tapi sigap.“Boss, semuanya oke kan?”Matt muncul di belakang, menatap cek di tangan Adrian.“Lo oke? Papa Lo ngapain?”“Ini… dia ngasih ini…”Matt mengambil kertas itu, meneliti setiap sudut.“Cek… pengirim Alaric Grady, penerima Ayla Virella. Tanda tangan terlihat asli, kertas lusuh, tanggal diterima empat tahun lalu.”“Menurut kalian… ini asli atau palsu?” suara Adrian rendah tapi menuntut jawaban.“Ini terlihat asli, Ad.”Adrian menelan ludah, tatapannya kosong sejenak.“Tapi terlihat asli nggak berarti nggak bisa dimanipulasi,” Matt menambahkan, nada seperti tertantang untuk membedah lebih jauh cek itu.Adrian menarik napas panjang, jarinya mengetuk meja perlahan, seolah mencoba menen
“Bu Ayla!” Santi langsung berseru saat melihat Ayla keluar dari ruangan Adrian.“Ya Tuhan… akhirnya ibu keluar juga.. haah” katanya seperti bernafas lega.Ia mempercepat langkah, mencoba menyamai tempo Ayla.“Aku dag-dig-dug nungguin ibu tahu... Kita kan ada janji makan sia—”“Aku ke toilet dulu, San.”Jawab Ayla datar, tanpa menoleh.Gedung Grady Group bukan ruang asing baginya, ia pernah hidup bertahun-tahun di dalam ritme kantor ini. Beberapa sudut berubah, tapi memorinya belum lapuk.Begitu masuk toilet, Ayla menaruh tas di atas wastafel lalu membasuh tangan. Air dingin tak cukup menenangkan denyut jantungnya.Deg… deg… deg.“Hahh… hhh…”Ia mengatur napas, memaksa dirinya kembali waras.“Tenang, Ayla. Tenang…”Tapi begitu ia menunduk, kilasan bibir dan tangan Adrian yang bermain di tubuhnya kembali menghantam kesadarannya.“Ugh… Ayla!”Lalu kata-kata Adrian bergema di pikirannya “kamu bahkan mencapai nipple orgasme”“OH.. my.. God ..” momen saat dia mencapai nipple orgasme itu kem
Adrian belum melepaskan hisapannya, sementara Ayla masih terengah-engah setelah merasakan sensasi yang begitu luar biasa untuk pertama kalinya.“Slurp…. Pc.. cp cp..”“Hah.. hah.. hah..”Tidak pernah dia merasakan sensasi ini bahkan dulu saat bersama Adrian, nipple orgasme tidak pernah tubuhnya berikan. “Plok..” akhirnya Adrian melepaskan hisapannya.Adrian memandang wajah Ayla yang masih Sayu dan terengah itu, jelas ada senyum kepuasan di wajah Adrian, “heh… so.. beautiful” gumamnya.“Kayaknya setelah 4 tahun, tubuhmu jadi lebih sensitif Ay,” sambungnya sambil tangannya kembali meremas penuh kedua payudara Ayla.Ayla tidak bisa menjawab, ia sendiri juga bingung dengan apa yang dilalui nya, apakah dirinya begitu merindukan sentuhan Adrian, hingga tubuhnya kewalahan menerima semua sentuhannya? Entah Ayla pun tidak tahu.“Cup…” Adrian kembali mencium bibir Ayla, lembut, penuh rindu dan ketulusan.“Mmm… cpcpcp” Ayla membalas ciumannya, membiarkan dirinya menikmati momen yang jujur sanga
Tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Ayla, hanya desahan dan nafas berat yang silih berganti.“Nghh… hah, hah”Adrian tersenyum puas melihat itu, aku tahu, kamu gak akan sanggup menahan sentuhanku sayang, begitu pikirnya sebelum dia kembali menghisap kulit putih payudara Ayla hingga meninggalkan bekas kemerahan, “slurp, pc… mmm..”Adrian mulai kembali menghisap satu pucuk payudara Ayla, masih satu payudara yang tadi, belum bergantian, payudara yang lainnya masih terus dipilin perlahan.“Ssh… aahh.. mmm.. slurp, pc.. slurp…, pc, aku lapar Ay…” katanya lanjut menaikan tempo hisapan, jilatan dan pilinannya. “Mmm… nghh… ahhh, Ad,” nafasnya sudah tidak beraturan, ia semakin merasakan sensasi basah di bawahnya, tapi dia tidak peduli, rasa ini… terlalu memabukan.“Iya sayang… mmh.. slurp… pc, slurp.. pc, cp cp cp cp..”Adrian mulai berpindah ke payudara yang satunya lagi, dan melakukan hal yang sama di sana, sementara tangan satunya kembali aktif memilin pucuk payudara satunya yang
“Nghh..” desah Ayla dengan tubuh yang mulai bergerak gelisah karena sensasi jari dan tangan Adrian yang terus bermain di pucuk payudaranya.“Lihatkan? Tubuhmu ingin lebih sayang.” “Mmm..” kepala Ayla masih menggeleng tapi jelas ekspresi nya menahan nikmatnya sensasi yang sudah lama ia rindukan juga.Bahkan kini mulai muncul pikiran untuk melepaskan bra-nya sendiri, tapi nggak, gak boleh Ay… begitu emosi dan logikanya berdebat.Adrian mencium kembali bibir Ayla, membuat Ayla melepaskan gigitan pada bibir bawahnya sendiri, dan mulai mengikuti ritme ciuman Adrian.Adrian Masih bermain di atas bra tipis itu, kadang diremas satu satu, atau ditarik pucuknya, atau dilebarkan tangannya hingga menekan kedua pucuknya seperti tadi.“Nghh…” “Mmm…”Desahan dan cecapan terdengar silih bergantian. Sepertinya logika Ayla juga mulai kalah, dia tidak menunjukan perlawanan apapun kali ini. Gelengan kepalanya sudah hilang, tangannya sudah melingkar kembali di leher Adrian.“Cpcpcp… nghh”Ditengah itu
Perlahan Adrian mendekatkan bibirnya ke bibir Ayla, dengan lembut dia meraup bibir itu, mencium, merasakan rasa yang sudah sangat dia rindukan. “Mmh…” kepala Ayla menggeleng, seperti ingin menolak, tapi bibirnya justru merespons.Bangun, Ayla… ingat Reya… suaranya di dalam kepala begitu lirih.Saat Adrian mulai menjelajah setiap sudut bibirnya lalu masuk lebih dalam, menghisap lidahnya lembut namun intens, Logika Ayla seolah hilang dalam sekejap.“Mmmh…” tangan Ayla terangkat, bukannya mendorong tapi melingkarkannya di leher Adrian.Adrian tersenyum di antara napas mereka yang berpadu, mereka saling berpagutan, meluapkan rasa yang sudah tertahan terlalu lama.Suara lembab basah pelan memenuhi ruangan itu, “Hhh…” napas Ayla terpecah, menahan antara sadar dan hanyut, sementara Adrian hanya menunduk lebih dalam, membiarkan dunia di sekitarnya lenyap.Ketika akhirnya mereka berpisah hanya untuk mencari udara, napas mereka sama-sama berat.“Ay…” suara Adrian serak, nyaris seperti desah







