Beranda / Rumah Tangga / Rindu yang Terluka / 5. Kekasih Gelapmu 2

Share

5. Kekasih Gelapmu 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-25 20:35:22

Karirnya hancur. Impian menjadi dokter adalah cita-citanya semenjak kecil. Namun kini terancam tinggal kenangan.

"Pergi jauh dari kota ini. Mulai lagi karirmu. Penjara tiga bulan nggak akan membuat karirmu tenggelam." Mak Ewok tadi sore bicara begitu padanya. Namun apa masih ada orang yang percaya padanya? Profesi dokter sangat berkaitan dengan keselamatan pasien. Lantas bagaimana jika dirinya sendiri telah menganiaya orang. Apa mereka bisa menyakininya lagi?

Rinjani mengangkat wajah. Melihat teman-teman satu sel yang terlelap di atas tikar. Mereka sudah terbiasa setelah berbulan-bulan menghuni ruangan dengan ukuran 4X4 meter itu. Bahkan dengkuran Mak Ewok yang terdengar di segala penjuru, tidak menjadikan itu sebuah gangguan. Mereka sudah terbiasa.

Mungkin sekarang dirinya tengah menjadi perbincangan para tenaga kesehatan di rumah sakit, para kenalan, teman, kerabat, dan orang lain yang tahu tentang kasusnya. Emosi telah membuatnya berakhir di sini. Entah apa pendapat mereka tentang perbuatan yang ia lakukan? Akankah mendapatkan pembenaran karena telah menyerang perempuan yang menjadi orang ketiga dalam pernikahannya? Bisa jadi dibodohkan karena tindakan yang menjadikan dirinya kehilangan pekerjaan.

Apa dirinya kurang sabar? Hampir lima bulan semenjak membaca chat sang suami dengan perempuan itu, Rinjani menekan emosi, menjaga sikap dihadapan suami. Sabar mencari tahu dan terus menyelidiki hingga akhirnya dia tahu kebenaran tentang perselingkuhan suaminya. Perempuan itu, sebenarnya hanya staf biasa di sebuah perusahaan yang menjadi rekan bisnis Jaya Gemilang. Perusahaan keluarga besar Daffa.

Namun Abila ini anak dari keluarga kaya yang orang tuanya bercerai. Dia anak semata wayang . Ibunya menetap di Jakarta dan tinggal dengan berondongnya, sedangkan sang ayah pergi ke luar negeri. Sementara kakek dan neneknya pemilik kontrakan yang menyebar di penjuru kota besar ini.

Dia li4r karena kurang perhatian. Soal uang jangan ditanya. Tak kan habis tujuh turunan bahkan tujuh tikungan. Abila bekerja hanya untuk mengisi waktunya saja. Untuk bersenang-senang dalam dunia yang mempertemukannya dengan banyak pebisnis muda. Para eksekutif yang kagum dengan kecantikannya.

Keluarga besarnya memiliki kekuasaan di mana-mana. Makanya tidak susah untuk menjebloskan Rinjani ke dalam penjara. Sampai pembelaan kenapa dia melakukan hal itu karena Abila telah merusak rumah tangganya saja, sama sekali tidak mendapatkan pertimbangan dari pihak hakim.

Dalam beberapa hari, Rinjani bisa tahu siapa tentang gadis itu. Tentu saja ada bantuan dari Desy, teman baiknya.

Menunggu hari esok terasa begitu lama. Semoga proses pembebasan bersyaratnya bisa dikabulkan pihak yang berwenang. Rinjani sangat rindu pada Noval.

***L***

"Rin, om terlambat mengajukan pembebasan bersyarat untukmu. Ternyata pengacara Daffa sudah lebih dulu mengurusnya. Kemungkinan lusa kamu sudah bisa keluar dari penjara." Pak Haslam memberitahu sang keponakan saat besuk pagi itu.

"Lebih baik saya tetap di sini daripada dia yang membebaskan, Om." Rinjani sangat kecewa. Walaupun yang menolongnya adalah suami sendiri. Lelaki yang sudah mengkhianati cintanya, kini sok jadi pahlawan dan bertanggungjawab padanya.

"Nduk, yang penting kamu bebas dulu. Mungkin kamu hanya perlu dua kali saja wajib lapor karena masa hukumanmu tinggal tujuh minggu. Kamu ingin bertemu Noval, kan?"

Rinjani mengangguk pelan. "Tapi saya nggak ingin kembali ke rumah itu, Om. Walaupun Mas Daffa yang menjamin, saya tidak harus ikut bersamanya. Om, bisa datang kan di hari kebebasanku."

"Om, akan menjemputmu."

Mendengar jawaban Pak Haslam, Rinjani tampak lega.

"Tante Mila sudah sembuh, Om?"

"Alhamdulillah, sudah. Tantemu hanya kecapekan saja."

Hening sejenak. Rinjani memainkan jemari tangannya yang bertaut di atas meja. Kemudian kembali memandang Pak Haslam. "Om, saya ingin mengajukan gugatan perceraian."

Lelaki berkacamata yang sudah menduga tentang hal itu, tidak terkejut dengan ucapan Rinjani. Beberapa hari ini ia sudah membahasnya dengan sang istri.

"Yang penting kamu bebas dulu sampai selesai masa wajib lapormu. Setelah itu, kita bisa membicarakannya."

"Iya. Saya ingin memperjuangkan hak asuh Noval dan membawanya pergi dari kota ini. Buka praktek di desa kecil. Mungkin di sana tenaga saya diperlukan dan masih bisa dipercaya."

"Kamu mau tinggal di mana? Di kota ini kamu masih bisa berkarier. Percayalah pasti masih ada peluang."

Rinjani tampak ragu, rasanya tidak yakin akan mendapatkan peluang itu. Petugas penjara memberitahu kalau jam besuk sudah habis.

"Om pulang dulu. Om akan datang lagi saat kamu dibebaskan bersyarat."

"Terima kasih banyak, Om." Rinjani mencium tangan Pak Haslam cukup lama.

Lelaki itu mengusap rambutnya. "Om akan selalu ada buatmu. Jangan merasa sendirian. Tante Mila pun selalu berdiri di belakangmu. Karirmu belum berakhir, pasti ada peluang lagi nanti. Tetap semangat, Dokter Rin." Pak Rosyam tersenyum menyemangati anak perempuan dari kakak lelakinya.

Rinjani terharu sekaligus bahagia. Masih ada yang peduli padanya. Padahal setelah peristiwa itu, ia sangat khawatir kalau om sama tantenya bakalan mengamuk karena mereka yang menjaganya sejak kecil. Untuk biaya sekolah dan kuliah, Rinjani menjual pekarangan peninggalan kedua orang tuanya. Tapi tetap saja omnya memiliki andil dalam membiayainya. Sekolah kedokteran tidaklah murah.

Awalnya memang kecewa, tapi setelah Rinjani menjelaskan apa alasan yang membuatnya nekat, mereka bisa mengerti.

***L***

Senyum Daffa merekah saat Rinjani keluar dari pintu besar itu dengan pakaian rapi. Blouse kembang-kembang warna putih dan celana bahan warna milo. Rambut wanita itu dibiarkan tergerai. Tampak indah ditiup semilir angin.

Daffa berjalan menghampiri. Rinjani berhenti dan mengedarkan pandangan ke tepian jalan. Kenapa omnya belum datang. Karena terlambat atau tidak jadi menjemputnya?

"Dokter Rin," ucap Daffa setelah berdiri tegak di hadapan istrinya. Wajah tampan itu menampilkan senyum manis. Ada kobar bahagia dan rindu menyala-nyala di binar matanya.

"Jangan panggil seperti itu. Mungkin aku bukan dokter lagi. Btw, terima kasih sudah membebaskanku, Mas," ucap Rinjani dingin.

"Ucapanmu terlalu formal, Dok. Mari kita pulang!" Daffa mengulurkan tangannya.

"Noval menunggumu di rumah. Dia tidak sabar ingin bertemu mamanya."

Rinjani masih diam. Membiarkan tangan suaminya mengambang di udara. Meski jiwanya menangis mendengar nama putranya disebut. Ia rindu.

Sekali lagi pandangan Rinjani menyapu tepian jalan. Di mana Om Haslam? Hatinya lega saat melihat sebuah mobil muncul dan berhenti agak jauh dari mobilnya Daffa.

"Maaf, aku nggak akan pulang ke rumahmu, Mas. Terima kasih banyak untuk kebebasanku hari ini. Aku akan membayarnya suatu hari nanti." Rinjani melangkah ke arah Pak Haslam yang baru turun dari mobil.

"Rin," panggil Daffa. Lelaki itu tidak menyangka kalau Pak Haslam datang disaat yang tepat.

Next ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
jangan mimpi Rinjani bakal kembali padamu Daffa.. yg ada setelah ini kamu bakal kehilangan segalanya.. termasuk Noval..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status