RINDU YANG TERLUKA
- Kekasih Gelapmu "Assalamu'alaikum." Seorang wanita yang sedang menenteng tas mewah berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Rambutnya yang indah terurai untuk menutupi pipinya. "Wa'alaikumsalam," jawab Daffa dan Bu Tiwi bersamaan sambil memandang siapa yang datang. "Ma, tolong ajak Noval ke kamarnya." Daffa berkata pada sang mama. Bu Tiwi menatap tajam wanita yang mengangguk sopan padanya. Kalau tidak ada sang cucu, ingin rasanya mengamuk pada wanita yang sudah menjadi selingkuhan putranya. "Noval, ayo ikut nenek." Bu Tiwi mengandeng Noval menaiki tangga untuk ke lantai dua. Bocah lelaki itu tak henti menatap perempuan yang baru dilihatnya malam itu. "Beraninya kamu datang ke sini. Kau ingin permasalahan ini makin rumit, Bil?" Daffa menahan amarahnya. Tidak menyangka Abila berani mendatangi rumahnya. "Kenapa Mas menghilang setelah kejadian itu? Katanya tadi mau datang ke rumah. Aku tunggu kenapa nggak muncul? Makanya jangan salahkan kalau aku nyamperin ke sini. Enak saja mau menghindariku setelah aku jadi seperti ini." Abila menunjuk ke pipi dan jemarinya. Daffa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sangat frustasi kalau sudah begini. Luka di pipi Abila bagi Daffa tidak seberapa. Namun bagi perempuan yang mendewakan kesempurnaan seperti Abila, tentu ini menjadi malap3taka. "Kamu ingin menghindariku setelah ketauan istrimu, Mas?" Mata Abila berkaca-kaca. "Kamu lupa dengan hubungan kita selama ini? Kamu lupa dengan apa yang kita ...." "Stop it, Bil." Daffa berdiri dan menarik paksa Abila ke teras depan. "Lepasin! Sakit, tahu." Gadis itu menyentakkan cekalan tangan Daffa. Mereka berdua duduk di kursi teras. "Oke, aku akan membiayai operasi plastikmu. Kutanggung semuanya. Cari informasi yang akurat, rumah sakit mana yang bisa memulihkan lukamu. Jakarta, Singapura, Thailand, atau Korea. Bilang berapa biaya yang dibutuhkan. Kapan kamu bisa berangkat?" Tanpa uangnya Daffa sebenarnya dia bisa membiayai sendiri. "Aku nggak ingin operasi plastik. Terlalu ribet perawatannya dan beresiko. Cuman aku ingin, Mas Daffa menikahiku." Tatapan Daffa tajam pada perempuan di depannya. Sudah bisa diduga kalau Abila memang ingin mengambil kesempatan ini untuk menuntutnya ke pernikahan. "Mas, nggak akan ninggalin aku, kan? Mas, juga tahu kalau aku mencintaimu?" Air mata Abila luruh berbulir-bulir. "Bil, please. Jangan katakan itu lagi. Kamu tahu aku punya istri." Abila menyeka air mata. "Kemarin saat bersamaku apa kamu lupa punya istri, Mas. Setelah ketahuan lantas kamu ingin membuangku. Mas, ...." "Please, Bil. Kamu tahu kalau kita nggak ada komitmen apa-apa selain ...." "Bersenang-senang begitu?" sahut Abila cepat. Daffa menatap wanita cantik itu sekilas kemudian membuang pandang. "Ya," jawab Daffa. "What!" Abila mendelik. Dilemparkannya bantal kursi yang ditarik dari belakang punggungnya ke arah Daffa. Lelaki itu bergeming. "Kamu nggak bisa mutusin aku begitu saja. Aku nggak mau. Aku akan bilang pada mamamu atau papamu apa yang telah kamu lakukan." Daffa menghela nafas panjang. "Jangan mengancamku, Bila." "Aku nggak mengancam. Tapi jangan pernah berniat meninggalkanku kalau nggak ingin semuanya hancur dan istrimu mendekam di penjara lebih lama." Selesai bicara Abila meraih tali tas mahalnya lantas beranjak meninggalkan teras. Mobil gadis itu keluar dari halaman rumahnya Daffa dengan kecepatan tinggi. "Mana perempuan itu?" Bu Tiwi muncul dengan wajah menahan amarah. "Sudah pulang, Ma," jawab Daffa seraya memijit keningnya. "Bisa-bisanya kamu selingkuh dengan perempuan bin4l seperti itu. Apa sih yang kamu cari? Bikin malu keluarga saja." Bu Tiwi meninggalkan putranya kembali ke kamar sang cucu. Daffa beku di tempat. Menunduk dengan kedua siku bertumpu pada pahanya. Pandangan menyapu lantai granit. Pertanyaan mamanya tidak salah. Apa yang dia cari pada gadis itu? Apa? Kesenangan yang menyesatkan dan berlumur dosa. Pertemuan suatu siang dengan Abila telah mengacaukan hidupnya. Wajah Rinjani memenuhi kepala. Bayangan tembok penjara yang kusam, ruangan yang pengap, lantai yang dingin, dan perlakuan para penghuni satu sel yang belum tentu baik pada Rinjani, membuat Daffa khawatir dan ketakutan. Sedang apa Rin sekarang? Duduk memeluk lutut di salah satu sudut ruangan atau meringkuk kedinginan beralaskan tikar kumal tanpa selimut. Ah, Daffa mencengkeram rambutnya hingga menimbulkan rasa sakit di kulit kepala. Rinjani yang bersih, yang rapi, yang selalu cerewet tentang kebersihan dan pola makannya, kini tak berdaya di balik tembok penjara. Kalau dihitung, Rinjani perlu menjalani tujuh minggu lagi masa hukumannya. Daffa mengambil ponsel di saku celana untuk menghubungi pengacara. ***L*** Jangankan satu jam, saat detik berganti menit rasanya begitu lama bagi Rinjani. Waktu seperti berhenti di tempat. Tidak ada kenyamanan di sini, kebebasannya tergadaikan. Tidak bisa memeluk lagi putranya. Rinjani yang menyembunyikan wajah di antara lengan yang bertumpu pada lututnya, merasakan kerinduan yang teramat sangat. Bayangan Noval bermain dalam ingatan. Menciptakan kabut di matanya. "Maafkan mama, Sayang." Ganti sosok Daffa menjelma, menimbulkan kemarahan dan luka. "Please bicara, Rin. Maafkan kesalahan mas." "Mas khilaf. Sudah lama mas ingin ninggalin Bila, tapi dia selalu mengancam." "Nggak akan ada yang bisa gantiin kamu. Please, maafkan mas." Persetan dengan semua ucapan Daffa. Lelaki yang sangat dicintai telah menghancurkan perasaannya dan mengkhianati pernikahan mereka.Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak