Halaman luas itu tampak terawat rapi dengan rumpun bunga dan semak yang terpotong oleh tangan yang kreatif. Jajaran pohon pinus tinggi menghiasi sepanjang jalan menuju pintu masuk kediaman keluarga bangsawan Reinard yang mirip dengan istana kecil.
Bangunan yang berbentuk kastil itu sudah berdiri selama kurun seratus tahun lebih. Namun masih tampak kokoh. Walau mengalami pemugaran kecil beberapa kali, bentuk aslinya tidak pernah berubah. Masyarakat sekitar menyebutnya kastil Mawar, karena begitu banyaknya bunga mawar dengan berbagai jenis warna yang tertanam pada tiap sudut taman. Luas tanah sekitar satu hektar tersebut memang terdesain rapi sebagai kediaman termewah di kawasan kota Barner, pusat pemerintahan negara Northery. Northery sendiri adalah sebuah negara kecil paling makmur di daratan Eropa. Pemerintahannya dipimpin oleh seorang ratu, Theodore Reen Longstar. Wanita tangguh yang sukses membawa negaranya menjadi sejahtera dan mandiri dalam berbagai sektor, terutama pertanian. Semua mengetahui jika keluarga bangsawan Reinard adalah keponakan kandung sang ratu. Akses yang didapatkan oleh Hector Barnes Reinard sangat istimewa. Sebagai menteri yang memegang sektor paling menonjol, yaitu pertanian, Hector mendukung penuh ratunya untuk membawa negara menjadi penghasil gandum dan kopi terbesar di Eropa. Mendapatkan pekerjaan di kediaman Reinard adalah impian bagi kaum muda di kota Barner. Seluruh karyawan mereka mendapat upah yang sangat layak dan jika berbakat, akan disekolahkan oleh Hector sendiri serta berkesempatan menjadi petugas pemerintahan. Semua berpikir alangkah beruntungnya menjadi bagian dari keluarga tersebut. Tetapi tidak bagi putri bungsu Hector, Swanaya Reinard. Dirinya terkungkung dalam peraturan keras yang diterapkan Hector padanya. Ayah Swan, panggilan gadis itu, membatasi semua pergerakannya. Bahkan untuk bergaul saja, Swan mengalami seleksi ketat dan hanya diperbolehkan dengan kalangan tertentu. Selama delapan belas tahun hidupnya, Swan tidak pernah merasakan indahnya hidup normal di alam pedesaan yang selalu ia inginkan. Sebagian besar waktu, ia habiskan di balik tembok tinggi rumahnya. "Ini bukan rumah. Lebih mirip penjara bagiku! Aku seperti narapidana yang tidak memiliki kebebasan!" keluh Swan. Lexia, pengasuh yang lebih tua darinya beberapa tahun, melemparkan senyum samar. Lexia dipekerjakan oleh Hector sebagai teman sepermainan untuk Swan. "Kau lebih beruntung dariku, Lexia. Bisa sekolah tinggi, bergaul dan menikmati hidup dengan kebebasan tidak terbatas. Aku?" "Jangan lupa bersyukur, Swan. Aku ini dari kalangan biasa yang harus berjuang untuk mendapatkan semuanya," tukas Lexia sembari terus merapikan tempat tidur Swan. "Aku ingin hidup itu juga! Merasakan indahnya pedesaan atau sekedar berlarian di sepanjang trotoar pertokoan hanya untuk membeli manisan!" bantah Swan. Lexia menghela napas pendek. "Selama tiga tahun aku bersamamu, baru kali ini aku mendengar kamu mengeluh. Ada apa? Kamu mau berkuda? Mungkin bisa menghilangkan kebosanan," ajak Lexia. "Tidak mau! Aku mau meneruskan membaca buku novel yang baru," tolak Swan lalu meninggalkan Lexia. Dengan pandangan prihatin, Lexia mengikuti langkah Swan menuju perpustakaan. ***Dua wanita setengah baya tampak sedang menebar butiran beras bercampur bekatul untuk makanan ternak ayam milik keluarga Reinard. Seloroh penuh canda terlontar dari keduanya. Mereka terlihat gembira dan bekerja tanpa beban sedikit pun. Swan yang sedang berjalan menuju istal kuda berhenti. Ia ingin tertawa lepas seperti mereka. Tidak banyak yang mengetahui karakter Hector sesungguhnya. Bagi Swan, ayahnya adalah seorang pria diktaktor yang kaku dan memegang kendali penuh hidupnya. Ibunya, Anne, adalah wanita lemah yang selalu bungkam dan mengikuti semua keinginan suaminya. "Swan! Ayolah, kita harus bergegas sebelum matahari berhenti bersinar!" seru Lexia tidak sabar. Lexia mungkin diminta atau terlatih menjadi pengasuh yang tegas untuk Swan. Wanita itu yang mengingatkan Swan untuk terus memenuhi peraturan ayahnya.Swan bergegas mengikuti langkah Lexia dan melupakan semua pikiran liarnya. ***"Kamu jangan meminta yang aneh-aneh, Swan! Itu semua hanya perbuatan orang bodoh tidak berpendidikan!" tolak Hector pada Swan. "Papa, aku hanya minta ijin satu kali saja untuk melihat festival panen, kenapa dilarang? Bukannya itu tidak berbahaya? Bodohnya ada di mana?" desak Swan mulai berani membantah. "Kamu pikir festival itu tidak dipenuhi orang-orang yang jahat? Jambret, perampok, tambah lagi berandalan!" bentak ayahnya mulai tidak sabar. "Belum lagi oponen politikku! Kamu tahu apa tentang bahaya?!" cibir Hector ketus. Suasana makan malam yang tadinya tenang, berubah menjadi tegang. Anne mulai gelisah dalam hati. Suaminya mulai geram dan ini akan merembet ke hal lainnya. Swan menunduk dan menatap piring porselen yang berisi bebek madu kesukaannya. Gadis itu telah kehilangan selera makannya. Kakak lelaki Swan, Moses, menaruh simpati untuk adik semata wayangnya. Pria yang memiliki jarak enam tahun dengan Swan itu meletakkan garpu dan pisau makannya. "Aku akan menemani dia, Papa!" cetus Moses. Swan terkesima. Ia tidak menyangka jika Moses memiliki kemauan untuk menjamin keinginannya! Wajah Swan terangkat dan menatap Moses dengan haru. Kakaknya tersenyum hangat. "Swan sudah cukup dewasa, mungkin dia ingin menikmati suasana baru tentang dunia luar," sambung Moses. Hector tampak berpikir. Ia sangat membanggakan putra sulungnya yang tangkas dan cerdas. Selain pandai dalam bidang teknologi, Moses juga salah satu pilot muda terbaik negerinya. "Kamu yakin? Bukannya kamu akan sibuk latihan untuk pertunjukan resmi bulan depan, Moses?" tanya ayahnya tiba-tiba melunak. "Kami libur juga selama tiga hari dan itu bersamaan dengan waktu festival panen. Swan pasti sering menonton acara panen tiap tahun dan ingin menyaksikan sendiri acara tersebut, kali ini," sahut Moses yakin. Hector menghela napas panjang. Ia mengelap mulutnya dengan serbet dan menatap Swan. "Kau bisa pergi dalam pengawasan Moses dan didampingi Lexia. Jangan bertindak macam-macam, pulang sebelum tengah malam!" tandas Hector. Swan tersenyum lebar dan tidak lagi peduli akan aturan pulang cepat yang Hector kemukakan. "Terima kasih, Papa!" balas Swan.Hector acuh dan melanjutkan santapannya. Swan berpaling pada Moses yang tertawa kecil melihat keceriaannya. "Kamu yang terbaik," bisik Swan sembari mengedipkan matanya. Moses mengangguk dengan tatapan penuh kasih. Ia iba pada adiknya yang kurang mendapat kesempatan menikmati hidupnya. Ini tidak seharusnya terjadi jika Joana, adik bungsu Hector, tidak meninggal saat kawin lari dengan bajingan dari dataran seberang. Ya, bibi mereka meninggal lima belas tahun yang lalu. Mereka menerima kabar bahwa Joana hidup terlantar dan sengsara di perbatasan Spanyol. Ketika berusaha menyelamatkan, ternyata terlambat. Joana keburu meninggal saat melahirkan bayinya. Hector murka dan mencari suami bibinya yang terlanjur kabur bersama wanita lain. Pria itu berakhir meregang nyawa dan memicu konflik dengan keluarga dari negeri seberang. Bayi yang Hector pikir bisa ia selamatkan, ternyata juga meninggal karena kurang asupan gizi sejak dalam kandungan. Sejak saat itu, Hector menjaga semua wanita dalam keluarganya. Swan yang menerima semua resiko sekarang ini. Dua sepupunya yang juga perempuan, memilih menjadi biarawati dan meninggalkan keistimewaan hidup sebagai bangsawan. Swan, seorang gadis jelita yang harus menjalani hidup di balik tembok tebal, dalam kungkungan sangkar emas."Aku akan memakai pakaian perompak ini!" seru Swan pada Lexia."Kupikir kita hanya menonton saja, Swan! Bukan turut dalam festival?" tanya Lexia."Aduh, Lexia! Kita harus tampil maksimal dan berhenti menjadi penonton biasa," tukas Swan antusias.Pengasuh juga temannya itu menghela napas kesal. Swan menjadi terlalu semangat dan menginginkan hal aneh-aneh."Silahkan pakai sendiri, tapi jangan paksa aku!" cetus Lexia tidak ingin terlibat menjadi aneh."Kamu sendiri aneh! Perempuan tapi tidak pernah lepas celana panjang!" cibir Swan. Lexia tertawa kecil."Ok. Jadi aku termasuk aneh dan kita dalam satu kategori. Make sense!" balas Lexia menyindir.Swan jarang sekali melewatkan hari tanpa bertengkar dengan Lexia. Tapi justru dengan ketidak akuran mereka, kedua gadis itu selalu bersama-sama dan menikmati perbedaan mencolok karakter masing-masing."Lexia! Bilang sama Moses, besok malam kita berangkat naik kuda, tinggalkan mob
Swan masih mendapat perawatan oleh dokter pribadi mereka. Perawat juga membersihkan semua luka dan goresan di tubuh Swan. Anne terlihat sangat cemas dan berkali-kali menanyakan kondisi putrinya."Kakinya yang terkilir sudah dibetulkan dan dipijat oleh Hugo. Sepertinya kita harus segera menemui penolong Swan, Mama. Jangan buat dia menunggu," ajak Moses menjelaskan pada ibunya.Anne mengangguk dan mengikuti Moses ke ruang keluarga.Ayahnya sudah terlebih dahulu tiba dan menunggu Moses juga istrinya untuk bergabung dengannya."Siapa namamu?" tanya Hector. Pria itu meletakkan cangkir berusi teh susu hangat dengan pelan."Dusk, Tuan Reinard," jawab pria dengan nama Dusk pelan. Tidak ada nada takut dalam suaranya. Seakan-akan ia telah mengenal Hector cukup lama."Nama keluarga?" tanya Hector sembari menyalakan cerutunya."Hanya Dusk saja. Tidak ada nama keluarga. Saya hidup di jalanan sejak remaja," sahut Dusk tanpa beban. Hec
Rangkaian penjelasan telah disampaikan oleh Lexia. Awalnya Dusk sempat meremehkan kemampuan gadis tersebut. Tapi setelah melihat dengan mata sendiri, Dusk dalam hati kagum.Lexia terlihat lincah di atas kapal mewah yang akan menjadi tanggung jawabnya nanti. Gadis tomboi aneh itu juga menguasai mesin dan sistem kemudi yang otomatis.Ia mengajarkan pada Dusk tentang semua panel yang ada, termasuk GPS. Dusk mencibir dan mengatakan ia sudah mengetahui semua itu."Aku pernah menjadi asistan kepala mesin kapal Paradise selama dua tahun!" cetus Dusk. Lexia mendengus kesal. Pemuda itu sangat sombong.Paradise memang salah satu kapal milik perusahaan dari negara Spanyol yang terkenal. Kapal pesiar Paradise juga terkenal sebagai salah satu yang terbaik di Eropa."Akan ada dua orang lainnya yang membantumu. Sebagai kapten kapal, tugas utamamu adalah memastikan kedua kapal dalam kondisi prima, bersih dan siap dipakai oleh keluarga Reinard. Ada jadwal
Swan terus menarik tangan Lexia dan naik ke lantai atas menuju kamarnya."Kamu tidak pernah memberitahuku tentang dia bekerja di sini, Lex!" cecar Swan.Lexia menarik tangannya dan meminta Swan tenang."Papamu yang meminta Dusk untuk menggantikan Gerto, Swan. Ternyata pria itu sangat mengesankan menjadi kapten kapal kita yang baru," jelas Lexia kemudian."Apa yang ada di pikiran papa? Pria itu sangat berbahaya! Tidakkah kamu lihat caranya yang kasar saat membantingku di tumpukan jerami?!" pekik Swan masih terlihat panik. Lexia mengerling jengkel."Tidak, Swan! Aku dan Moses tidak melihatmu diperlakukan dengan tidak hormat, karena kau kabur tanpa sepengetahuan kami!" sindir Lexia gemas.Swan menghela napas dan menhempaskan badannya di sofa bulat kamarnya."Aku tidak kabur. Arus penonton itu yang mendorongku menjauh. Seandainya ada kesempatan kabur, mungkin akan kulakukan," balas Swan dengan pelan. Wajahnya mendadak mendung dan
Swan selesai mengikat rambutnya ke belakang. Lexia mengetuk pintu yang terbuka dan mengajak Swan keluar dengan isyarat.Dengan langkah malas, ia mengikuti Lexia. Ketika tiba di ruang tengah, ia melihat Dusk yang sedang bermain bilyar dengan kakak dan juga ayahnya. Swan tercekat.‘Apa yang ia lakukan di sini?’ batin Swan makin tidak mengerti jika mendadak keluarganya begitu menyukai pria tengil yang memiliki senyum menjengkelkan.“Swan! Papa dengar, Dusk menyelamatkan kamu kemarin?” tanya Hector. Swan menelan cairan mulutnya dengan wajah datar.“Ya. Benar.” Bahkan untuk menjawab ayahnya saja, Swan malas.“Apakah kau sudah mengucapkan terima kasih?” tanya Hector sembari melakukan pukulan fantastis pada bola berwarna merah.“Terima kasih, Tuan Dusk,” balas Swan dengan nada tertekan dan terpaksa. Dusk yang masih menggosok tongkat bilyar dengan lengannya hanya melihat sekilas.“Tidak masalah! Dan panggil Dusk, lebih enak didengar!” seru Dusk tanpa m
Satu persatu mobil mewah memenuhi halaman gedung teater. Pertunjukkan drama yang begitu dinantikan oleh warga kota Barner menampilkan perdananya malam ini.Untuk yang satu ini, Swan tidak akan melewatkan kesempatan tersebut. Moses menggandeng tangan ibunya menuju tempat duduk VIP di lantai atas. Balkoni itu telah mereka pesan khusus untuk keluarga mereka.Hector berjalan paling depan sejajar dengan ayah Angus, Clint Gregory Merson. Keduanya kemudian berpisah dan dari yang Swan sempat dengar, ayahnya mengajak koalisi politik yang menguntungkan.Swan menyingkirkan perasaan tidak enak yang tiba-tiba menyergap dalam hati. Ia ingin konsentrasi penuh pada pertunjukkan malam itu.Ketika baru saja Swan duduk, mendadak Moses melambaikan tangan ke bawah. Dusk yang sedang berjalan membalas dan segera menghampiri mereka di atas."Ayah menggundang dia juga?" bisik Swan pada Lexia. Pengasuhnya mengangguk tanpa menoleh.Swan berharap pria itu t
Swan menenggelamkan diri dalam kesendirian. Sejak kejadian di gedung kesenian tersebut, ia semakin terpuruk dan bahkan Lexia tidak mampu menembus benteng bungkamnya.Siang itu, Lexia harus berlatih memanah karena musim berburu akan segera dimulai. Hector menjagokan dirinya tahun ini untuk kembali menyabet kejuaraan.Swan meyakinkan Lexia untuk membiarkan dirinya berkuda sendirian tanpa pengawalan."Aku sudah hapal jalan menuju tepi hutan. Jangan khawatir, aku tidak akan tersesat," cetus Swan sembari membetulkan letak pelananya.Lexia membantu Swan meletakkan botol minum dan juga bekal roti lapis di kantong pelana.“Hati-hati dan jangan memacu Thunder terlalu kuat!” pesan Lexia pada Swan.“Dia tahu yang aku mau, Lex!” tukas Swan sambil mengelus leher Thunder.Thunder adalah kuda hitam milik Swan. Sejak kecil Thunder telah Swan besarkan dengan penuh kasih sayang. Kuda itu memahami sepenuhnya keinginan Swan tanpa tuannya me
Hector begitu murka atas kejadian yang menimpa putrinya. Hector mengeluarkan tuntutan penjara seumur hidup pada para keluarga geng motor tersebut. Salah satu korban kapak Dusk yang kini terancam diamputasi juga harus dijebloskan ke dalam penjara.“Mereka sudah terluka cukup parah, Tuan Reinard! Mohon toleransinya,” cetus salah satu keluarga terdakwa yang meminta jalan damai.Hector maju dan menudingkan telunjuknya pada wajah pria tersebut.“Kau pikir putriku baik-baik saja? Dia akan menderita trauma seumur hidup dan semua memori buruknya tidak akan pernah terhapus!” desis Hector geram.Kepala Polisi segera melerai dan meminta semua mengikuti peraturan yang ada.“Tahan diri kalian! Kasus ini akan terus kami jalankan. Dua orang terdakwa akan menjalani persidangan besok, sementara tiga lainnya menyusul!” putus kepala polisi, Willy Trainer, dengan tegas.Hector mengangkat wajahnya dengan angkuh, tapi dia belum terlihat puas sebelum para pencari onar m