"Aku akan memakai pakaian perompak ini!" seru Swan pada Lexia.
"Kupikir kita hanya menonton saja, Swan! Bukan turut dalam festival?" tanya Lexia. "Aduh, Lexia! Kita harus tampil maksimal dan berhenti menjadi penonton biasa," tukas Swan antusias.Pengasuh juga temannya itu menghela napas kesal. Swan menjadi terlalu semangat dan menginginkan hal aneh-aneh. "Silahkan pakai sendiri, tapi jangan paksa aku!" cetus Lexia tidak ingin terlibat menjadi aneh. "Kamu sendiri aneh! Perempuan tapi tidak pernah lepas celana panjang!" cibir Swan. Lexia tertawa kecil. "Ok. Jadi aku termasuk aneh dan kita dalam satu kategori. Make sense!" balas Lexia menyindir. Swan jarang sekali melewatkan hari tanpa bertengkar dengan Lexia. Tapi justru dengan ketidak akuran mereka, kedua gadis itu selalu bersama-sama dan menikmati perbedaan mencolok karakter masing-masing. "Lexia! Bilang sama Moses, besok malam kita berangkat naik kuda, tinggalkan mobil!" teriak Swan dari kamar mandi. "Katakan sendiri! Aku tidak bisa menundukkan sifat keras kakakmu!" tolak Lexia membalas dengan teriakan. Swan tertawa geli dan terus mandi dengan bernyanyi riang. ***Swan melirik Lexia yang dengan tenang masuk ke dalam mobil tanpa rasa bersalah. "Kupikir kita naik kuda?" tanya Swan setengah memprotes. Moses mengerutkan kening dengan heran. "Tidak ada yang memberitahuku?" balas kakaknya. Swan melotot pada Lexia dengan jengkel. Pengasuhnya terlanjur duduk di depan dengan tenang dan pandangan lurus ke depan. "Sudah jam tujuh, sebentar lagi jalanan penuh dan kita bisa tidak dapat tempat strategis buat menonton. Ayo cepat!" ajak Moses sembari menyalakan mesin mobilnya. Swan masuk tanpa bisa memprotes lagi. Ketiganya melaju dengan mobil mewah keluaran terbaru di negara mereka. Begitu tiba di pusat kota, Moses mendekat pada salah satu petugas keamanan dan mereka mendapat parkiran istimewa tepat di depan lapangan. Di sanalah nanti semua peserta festival akan berkumpul. Para peserta dengan kostum warna warni yang unik akan menari dan bernyanyi riang, iringan genderang juga band musik akan tampil di belakang mobil terbuka sementara berjalan. Pertunjukan festival panen akan sangat epik dan seru.Beberapa teman Moses datang dan kakaknya menyapa dengan ramah. Swan mengenali mereka sebagai anak-anak dari jajaran bangsawan lainnya. Hidup di kota Barner memang klasik. Sementara tatanan pemerintahan yang berbau kerajaan masih terasa, fasilitas kota mereka adalah yang paling modern dibandingkan kota besar lainnya. Bangsawan kaya akan mendapat kehormatan seperti era dulu serta masyarakat masih menunjukkan sikap sungkan juga segan pada kaum tersebut. Swan mulai malas bergabung dengan teman Moses karena asyik membicarakan topik membosankan sehari-hari. Pacuan kuda, karir, pesta, investasi dan segudang hal elit lainnya. "Bolehkah aku mendekat ke sana? Supaya dekat jalan yang akan mereka lalui?" tanya Swan ragu. Lexia sibuk bicara tentang pertandingan memanah yang akan ia ikuti. Pengasuhnya mendapat posisi yang sangat istimewa di mata Hector, ayahnya. Setiap pertandingan memanah dan berkuda, Hector mendukung Lexia untuk turut berpartisipasi dan menang! Bahkan dua bulan lalu, Lexia mengalahkan para lelaki dalam pertandingan berburu."Pergilah, tapi jangan terlalu jauh! Kau adalah berlian berharga papa, bisa dipenggal kepalaku jika kau hilang," sahut Moses menggoda adiknya. Swan memajukan bibirnya kesal dan berlalu, sementara teman-teman mereka tertawa geli termasuk Lexia. "Tuan Hector begitu rapat menyimpan adikmu, hingga berkilau. Aku berharap bisa mempersuntingnya!" timpal Angus, anak menteri kelautan. Moses tertawa."Swan tidak akan memilih pria berbau ikan, Angus!" ledek Moses. Semua terbahak dan Angus meringis jengah. Swan terus mencari celah di antara penonton yang berdesakan. Dalam jarak sekitar sepuluh meter, Swan berdiri dan mendapat posisi paling depan. Swan merogoh saku dan mengambil sesuatu. Kaca kecil itu menjadi panduannya memasang aksesoris terakhir. Kostum perompaknya kini lengkap dengan kumis palsu yang Swan buat sendiri dari potongan rambut bonekanya. Lem perekat itu menempel sempurna dan tidak tergoyahkan bahkan oleh angin puting beliung. Swan tersenyum bangga. Rambutnya yang hitam legam panjang ia ikat sembarang. Tidak akan ada yang mengenali dirinya. Mata hijaunya mengerjap penuh pijar kegembiraan. Iring-iringan itu makin mendekat dan gegap gempita pesta perayaan menyambut panen telah dimulai. Swan turut memekik gembira dan menari sepuasnya. Para wanita cantik juga seksi menari dengan pria gagah yang sepadan. Semua terlihat sempurna di mata Swan.Inilah kehidupan impiannya! Penonton mulai berdesakan mendekati lapangan dan Swan terdesak semakin menjauh dari tempat semula. Swan tidak lagi bisa melawan arus apalagi mempertahankan posisinya. Sejauh ini, Swan belum panik. Dirinya masih bersikap tenang karena terlalu menikmati hiburan tradisional yang terus berlangsung. Genderang bertalu-talu dengan lantang dan menggetarkan gendang telinga penonton. Tiba-tiba bunyi letusan terdengar dan Swan membeliakkan mata ketika melihat pijaran kembang api yang meledak di angkasa. Pijaran bunga api itu membentuk lingkaran magis serta menyihir Swan. Tanpa terasa, air mata Swan merebak. Ia merasa bahagia. Ini pencapaian tertinggi dalam hidupnya! "Terima kasih, Tuhan," bisik Swan haru. Swan kembali terdorong ke arah lapangan dan arus manusia semakin tidak terkontrol. Ada yang menabrak dirinya dengan kasar tanpa meminta maaf sedikit pun. Swan makin terombang-ambing dalam gelombang manusia yang setengahnya mabuk juga lepas kendali. Jauh dari Swan, Moses dan Lexia mulai gugup karena Swan tidak mereka temukan. Dengan bantuan semua teman-temannya, mereka mencari dengan cepat. "Moses! Apa yang kamu lakukan di sini?" seru Fabrice, kepala detektif, yang dekat dengan keluarganya. "Kami sedang menonton dan tiba-tiba Swan menghilang. Mungkin terdesak arus penonton!" jawab Moses cemas. Fabrice memucat."Cari adikmu secepatnya dan segera pergi menjauh dari kerumunan, ada gerakan mencurigakan yang mungkin mengacaukan festival!" desis Fabrice kalut. Moses sontak panik dan mengangguk. Ia tidak lagi bersantai, tapi segera mencari Swan dengan gesit. Baru saja kembang api yang berbentuk tangkai gandum berpijar di angkasa, mendadak letusan yang lebih memekakkan telinga terdengar. Semua menjerit histeris ketika menyadari letusan tersebut adalah bom! Swan tergagap tapi bingung harus lari kemana. Ia berlarian tanpa arah dan kalut. Seseorang menabraknya dari belakang hingga membuatnya jatuh tersungkur. Swan meringis kesakitan. Ia bangkit dan kembali terjangan manusia yang berlarian panik menabrak juga menginjaknya. Gadis itu berteriak ketakutan serta menangis, tapi tidak seorang pun mempedulikan dirinya. Swan merangkak karena kakinya ternyata sakit luar biasa . Serbuan penonton tadi yang membuatnya terkilir.Sebuah kereta kuda sedang berlari ke arahnya tanpa kusir. Kuda itu meringkik liar dan makin dekat ke arahnya. Swan pasrah, ia tidak mampu menghindar. Pada detik-detik terakhir, dua tangan kokoh menyambar tubuhnya. Swan berteriak histeris dalam pelukan seorang pria. "Diam! Dasar banci! Kau sudah selamat!" bentak suara itu kesal. Dengan kasar, tubuhnya dilempar ke atas jerami yang memang tersusun sepanjang jalan. Swan meringis kesakitan dan tidak mampu lagi menangis. Baru saja ia mendapatkan kebahagiaannya, kini dirinya harus mengalami hal terburuk! Ia menoleh pada pria yang menyelamatkannya dan baru sadar jika kumisnya masih terpasang. 'Pantas dia menganggapku seorang pria banci,' batin Swan. Dengan sekuat tenaga, Swan mencoba melepaskan kumisnya tapi sulit. "Hei! Jangan bodoh! Kenapa kau lepaskan kumismu begitu?!" teriaknya kaget. "Aku perempuan! Bukan pria!" bantah Swan. Pemuda yang ternyata sangat tampan itu mendekat dan menyingkirkan tangan Swan. Jarinya menarik kumis dan Swan menjerit. "Sakiiit!" jeritnya. "Dan kau masih mencoba mengatakan dirimu perempuan?" sindirnya sambil bangkit dan bertolak pinggang. "Kujelaskan nanti!" bentak Swan jengkel. "Kita harus kabur, ada bom!" lanjut Swan putus asa. "Ya, kau benar! Sampai jumpa!" balasnya dan bersiap pergi. "Tunggu aku! Tolong, aku tidak bisa berjalan. Kakiku sakit sekali!" pinta Swan. Dari bahasa tubuhnya, pria itu ragu. Sekilas ia melihat pada lelaki aneh bersuara mirip perempuan dengan kostum norak tersebut. Tubuh pria itu menurutnya terlalu kurus. 'Pantas, lemah!" batinnya merasa terbebani. Dengan menahan jengkel dan rasa enggan, ia mengangkat dan memanggul tubuh Swan serta berlari. Baru seratus meter langkahnya, seseorang berteriak padanya. Pemuda berambut hitam dan tampan itu terus mengejarnya. Pemuda yang memanggul Swan berhenti. Letusan bom kembali terdengar. Mereka sontak merunduk. "Turunkan, dia adikku!" pinta Moses. Seketika Swan berteriak gembira. Pria penolongnya menurunkan tubuh Swan dan memberi tahu jika Swan terluka. "Terima kasih telah menyelamatkan adik perempuanku! Ayo, ikut kami supaya selamat!" ajak Moses. Pria itu terkejut. Swan melebarkan mata dengan kesal seakan ingin bicara 'sudah kubilang'."Ayo!" ajak Moses kembali. Tampak penolong Swan itu sempat ragu, tapi akhirnya berlari mengikuti Moses yang memanggul adiknya tanpa kesulitan.Swan masih mendapat perawatan oleh dokter pribadi mereka. Perawat juga membersihkan semua luka dan goresan di tubuh Swan. Anne terlihat sangat cemas dan berkali-kali menanyakan kondisi putrinya."Kakinya yang terkilir sudah dibetulkan dan dipijat oleh Hugo. Sepertinya kita harus segera menemui penolong Swan, Mama. Jangan buat dia menunggu," ajak Moses menjelaskan pada ibunya.Anne mengangguk dan mengikuti Moses ke ruang keluarga.Ayahnya sudah terlebih dahulu tiba dan menunggu Moses juga istrinya untuk bergabung dengannya."Siapa namamu?" tanya Hector. Pria itu meletakkan cangkir berusi teh susu hangat dengan pelan."Dusk, Tuan Reinard," jawab pria dengan nama Dusk pelan. Tidak ada nada takut dalam suaranya. Seakan-akan ia telah mengenal Hector cukup lama."Nama keluarga?" tanya Hector sembari menyalakan cerutunya."Hanya Dusk saja. Tidak ada nama keluarga. Saya hidup di jalanan sejak remaja," sahut Dusk tanpa beban. Hec
Rangkaian penjelasan telah disampaikan oleh Lexia. Awalnya Dusk sempat meremehkan kemampuan gadis tersebut. Tapi setelah melihat dengan mata sendiri, Dusk dalam hati kagum.Lexia terlihat lincah di atas kapal mewah yang akan menjadi tanggung jawabnya nanti. Gadis tomboi aneh itu juga menguasai mesin dan sistem kemudi yang otomatis.Ia mengajarkan pada Dusk tentang semua panel yang ada, termasuk GPS. Dusk mencibir dan mengatakan ia sudah mengetahui semua itu."Aku pernah menjadi asistan kepala mesin kapal Paradise selama dua tahun!" cetus Dusk. Lexia mendengus kesal. Pemuda itu sangat sombong.Paradise memang salah satu kapal milik perusahaan dari negara Spanyol yang terkenal. Kapal pesiar Paradise juga terkenal sebagai salah satu yang terbaik di Eropa."Akan ada dua orang lainnya yang membantumu. Sebagai kapten kapal, tugas utamamu adalah memastikan kedua kapal dalam kondisi prima, bersih dan siap dipakai oleh keluarga Reinard. Ada jadwal
Swan terus menarik tangan Lexia dan naik ke lantai atas menuju kamarnya."Kamu tidak pernah memberitahuku tentang dia bekerja di sini, Lex!" cecar Swan.Lexia menarik tangannya dan meminta Swan tenang."Papamu yang meminta Dusk untuk menggantikan Gerto, Swan. Ternyata pria itu sangat mengesankan menjadi kapten kapal kita yang baru," jelas Lexia kemudian."Apa yang ada di pikiran papa? Pria itu sangat berbahaya! Tidakkah kamu lihat caranya yang kasar saat membantingku di tumpukan jerami?!" pekik Swan masih terlihat panik. Lexia mengerling jengkel."Tidak, Swan! Aku dan Moses tidak melihatmu diperlakukan dengan tidak hormat, karena kau kabur tanpa sepengetahuan kami!" sindir Lexia gemas.Swan menghela napas dan menhempaskan badannya di sofa bulat kamarnya."Aku tidak kabur. Arus penonton itu yang mendorongku menjauh. Seandainya ada kesempatan kabur, mungkin akan kulakukan," balas Swan dengan pelan. Wajahnya mendadak mendung dan
Swan selesai mengikat rambutnya ke belakang. Lexia mengetuk pintu yang terbuka dan mengajak Swan keluar dengan isyarat.Dengan langkah malas, ia mengikuti Lexia. Ketika tiba di ruang tengah, ia melihat Dusk yang sedang bermain bilyar dengan kakak dan juga ayahnya. Swan tercekat.‘Apa yang ia lakukan di sini?’ batin Swan makin tidak mengerti jika mendadak keluarganya begitu menyukai pria tengil yang memiliki senyum menjengkelkan.“Swan! Papa dengar, Dusk menyelamatkan kamu kemarin?” tanya Hector. Swan menelan cairan mulutnya dengan wajah datar.“Ya. Benar.” Bahkan untuk menjawab ayahnya saja, Swan malas.“Apakah kau sudah mengucapkan terima kasih?” tanya Hector sembari melakukan pukulan fantastis pada bola berwarna merah.“Terima kasih, Tuan Dusk,” balas Swan dengan nada tertekan dan terpaksa. Dusk yang masih menggosok tongkat bilyar dengan lengannya hanya melihat sekilas.“Tidak masalah! Dan panggil Dusk, lebih enak didengar!” seru Dusk tanpa m
Satu persatu mobil mewah memenuhi halaman gedung teater. Pertunjukkan drama yang begitu dinantikan oleh warga kota Barner menampilkan perdananya malam ini.Untuk yang satu ini, Swan tidak akan melewatkan kesempatan tersebut. Moses menggandeng tangan ibunya menuju tempat duduk VIP di lantai atas. Balkoni itu telah mereka pesan khusus untuk keluarga mereka.Hector berjalan paling depan sejajar dengan ayah Angus, Clint Gregory Merson. Keduanya kemudian berpisah dan dari yang Swan sempat dengar, ayahnya mengajak koalisi politik yang menguntungkan.Swan menyingkirkan perasaan tidak enak yang tiba-tiba menyergap dalam hati. Ia ingin konsentrasi penuh pada pertunjukkan malam itu.Ketika baru saja Swan duduk, mendadak Moses melambaikan tangan ke bawah. Dusk yang sedang berjalan membalas dan segera menghampiri mereka di atas."Ayah menggundang dia juga?" bisik Swan pada Lexia. Pengasuhnya mengangguk tanpa menoleh.Swan berharap pria itu t
Swan menenggelamkan diri dalam kesendirian. Sejak kejadian di gedung kesenian tersebut, ia semakin terpuruk dan bahkan Lexia tidak mampu menembus benteng bungkamnya.Siang itu, Lexia harus berlatih memanah karena musim berburu akan segera dimulai. Hector menjagokan dirinya tahun ini untuk kembali menyabet kejuaraan.Swan meyakinkan Lexia untuk membiarkan dirinya berkuda sendirian tanpa pengawalan."Aku sudah hapal jalan menuju tepi hutan. Jangan khawatir, aku tidak akan tersesat," cetus Swan sembari membetulkan letak pelananya.Lexia membantu Swan meletakkan botol minum dan juga bekal roti lapis di kantong pelana.“Hati-hati dan jangan memacu Thunder terlalu kuat!” pesan Lexia pada Swan.“Dia tahu yang aku mau, Lex!” tukas Swan sambil mengelus leher Thunder.Thunder adalah kuda hitam milik Swan. Sejak kecil Thunder telah Swan besarkan dengan penuh kasih sayang. Kuda itu memahami sepenuhnya keinginan Swan tanpa tuannya me
Hector begitu murka atas kejadian yang menimpa putrinya. Hector mengeluarkan tuntutan penjara seumur hidup pada para keluarga geng motor tersebut. Salah satu korban kapak Dusk yang kini terancam diamputasi juga harus dijebloskan ke dalam penjara.“Mereka sudah terluka cukup parah, Tuan Reinard! Mohon toleransinya,” cetus salah satu keluarga terdakwa yang meminta jalan damai.Hector maju dan menudingkan telunjuknya pada wajah pria tersebut.“Kau pikir putriku baik-baik saja? Dia akan menderita trauma seumur hidup dan semua memori buruknya tidak akan pernah terhapus!” desis Hector geram.Kepala Polisi segera melerai dan meminta semua mengikuti peraturan yang ada.“Tahan diri kalian! Kasus ini akan terus kami jalankan. Dua orang terdakwa akan menjalani persidangan besok, sementara tiga lainnya menyusul!” putus kepala polisi, Willy Trainer, dengan tegas.Hector mengangkat wajahnya dengan angkuh, tapi dia belum terlihat puas sebelum para pencari onar m
Musim dingin yang akan berjalan selama empat bulan sudah mulai terasa pagi itu. Perhitungan yang telah disampaikan oleh para tetua dan menjadi patokan pesta rakyat tersebut ternyata sangat tepat.Rakyat tampak antusias menyambut tradisi yang berlangsung tiap tahun tersebut.Sementara itu, Lexia begitu terkesan oleh Dusk yang pandai mengambil hati Hector dengan cara yang tidak terlihat menjilat ataupun mencari muka.Permintaan Dusk untuk membawa Swan dalam pesta rakyat segera diiyakan oleh Hector tanpa ragu ataupun pertanyaan yang berbelit.“Aku menang, dan mulai detik ini, kamu harus menuruti semua perintahku!” cetus Dusk sembari mengangsurkan selebaran pesta rakyat sore itu. Swan yang sedang membaca buku terbeliak dengan raut tidak percaya.Detik selanjutnya terlontar pekikan gembira yang melengking dan bergaung di penjuru rumah. Seluruh pegawai saling berpandangan heran.Swan kembali menjadi gadis ceria seperti dulu!“Baju apa yang seba