Swan masih mendapat perawatan oleh dokter pribadi mereka. Perawat juga membersihkan semua luka dan goresan di tubuh Swan. Anne terlihat sangat cemas dan berkali-kali menanyakan kondisi putrinya.
"Kakinya yang terkilir sudah dibetulkan dan dipijat oleh Hugo. Sepertinya kita harus segera menemui penolong Swan, Mama. Jangan buat dia menunggu," ajak Moses menjelaskan pada ibunya. Anne mengangguk dan mengikuti Moses ke ruang keluarga. Ayahnya sudah terlebih dahulu tiba dan menunggu Moses juga istrinya untuk bergabung dengannya. "Siapa namamu?" tanya Hector. Pria itu meletakkan cangkir berusi teh susu hangat dengan pelan. "Dusk, Tuan Reinard," jawab pria dengan nama Dusk pelan. Tidak ada nada takut dalam suaranya. Seakan-akan ia telah mengenal Hector cukup lama. "Nama keluarga?" tanya Hector sembari menyalakan cerutunya. "Hanya Dusk saja. Tidak ada nama keluarga. Saya hidup di jalanan sejak remaja," sahut Dusk tanpa beban. Hector manggut-manggut."Terima kasih telah menolong putri kami, Tuan Dusk. Semoga Tuhan membalas semua kebaikanmu," timpal Anne cepat-cepat. Dusk tersenyum tipis dan mengangguk. "Sama-sama. Panggil saya Dusk, Nyonya. Saya bukan pria berstatus yang memiliki jabatan dan layak dipanggil tuan," pinta Dusk. Anne tersenyum hangat. "Ini bentuk rasa terima kasih kami, semoga cukup untuk membalas semua budi baikmu," ucap Moses pada Dusk seraya menyorongkan amplop cokelat di meja. Dusk terhenyak. Ia memang mendengar tentang keluarga Reinard yang dermawan dan cukup murah hati. Tapi bukan itu yang ia butuhkan! "Saya menolong bukan untuk mendapatkan imbalan uang, Tuan Muda Reinard. Semua yang saya lakukan tidak ada pamrih. Sepertinya anda salah paham tentang niat baik saya," tukas Dusk mulai bangkit dari tempat duduknya bersiap untuk pergi. Hector tertawa senang dan menahan Dusk serta memintanya duduk kembali. "Anakku masih belum tahu tentang menghargai dengan cara sopan. Duduklah. Kita bisa bicarakan apa yang kau butuhkan saat ini!" seru Hector. Dusk duduk kembali dengan segan. "Kami tidak bermaksud menghina atau menghargai dengan cara kasar. Maafkan aku," sesal Moses. Dusk mengangguk dan tersenyum samar. "Tidak apa-apa, sangat dimengerti jika orang seperti saya biasanya hanya memikirkan uang saja," tukas Dusk tidak menganggap itu masalah. "Apa yang dirimu pikirkan? Kamu punya pekerjaan?" tanya Hector. "Saya pendatang, Tuan Reinard. Baru satu tahun lebih tiba di negara ini. Mencoba keberuntungam walau belum berhasil," sahut Dusk. "Dari mana asalmu?" tanya Anne menjadi tertarik. "Dataran seberang, Spanyol. Setelah tidak memiliki keluarga, saya memutuskan hidup baru di Northery yang saya dengar sangat makmur," jawab Dusk sopan. "Kamu mau bekerja dengan kami?" Hector tiba-tiba berpikir tentang merekrut Dusk menjadi pengawas kapalnya. "Ji-jika Anda tidak keberatan," tanggap Dusk dengan wajah terkejut. Ia tidak menyangka jika hari-harinya di jalanan akan berakhir. "Aku dengar orang Spanyol Selatan memiliki keahlian dalam pelayaran yang sangat mengesankan. Seberapa jauh dirimu tahu tentang kapal?" tanya Hector kini terdengar seperti sedang menginterview. Mata Dusk berbinar."Keluargaku adalah nelayan. Saya besar di pesisir selatan, Monero, desa nelayan tempat kami tinggal dulu." Dusk kemudian menjelaskan dengan singkat tentang pengetahuan juga kemampuan mengemudi kapal beserta navigasinya. "Sempurna!" seru Hector puas. "Bisakah kau mulai besok? Aku memiliki dua kapal yang membutuhkan seseorang untuk memahami cara merawat dan menjaganya!" "Tentu. Kenapa tidak?" Dusk menyambut dengan cepat tawaran tersebut. Hatinya bersorak senang. Tujuannya untuk mendapatkan keberhasilan ada di depan mata. Setelah itu, ia akan menuntaskan sesuatu yang menjadi beban hidupnya selama ini. Dusk mulai melihat titik terang dalam kesuraman hidupnya. "Lexia akan menyiapkan kamar untukmu. Kamu bisa tinggal di sini jika mau," ucap Hector kemudian. Dusk sempat ragu. Dia tidak menyangka jika dirinya mendapat fasilitas untuk tinggal bersama mereka, di kastil Mawar! "Terima kasih, Tuan. Saya sangat menghargai kebaikan dan pertolongan Anda." Dusk membungkukkan setengah badannya dalam-dalam. "Selamat datang di keluarga kami, Dusk!" seru Moses yang menyukai pria itu sejak awal. Anne tersenyum lega karena semua yang pemuda itu dapatkan sangat setimpal dengan pertolongannya pada Swan. Lexia memberi isyarat pada Dusk untuk mengikutinya. Resmi sejak malam itu, Dusk, berandalan yang hidup mengelandang selama setahun di Northery kini mendapatkan tempat tinggal yang layak. "Ini kamarmu. Kamu bisa tinggal langsung malam ini. Kuncinya tergantung di pintu. Jika butuh kendaraan untuk mengambil barangmu, aku ada motor yang bisa kau pakai," ucap Lexia dengan tempo cepat. "Tidak ada! Aku tidak memiliki bawaan," tukas Dusk buru-buru. Lexia mengerutkan keningnya dengan heran. "Maksudmu, kau tidak ada baju lain selain yang kau pakai?" tanya Lexia. Dusk mengedikkan bahu. "Apakah ada masalah dengan itu? Jangan bilang bauku mengganggu!" Lexia menatapnya dengan kesal. Pria baru itu sangat ketus. "Aku akan ambilkan beberapa baju di gudang dengan handuk bersih untukmu! Berusahalah untuk tampil bersih, dan ya! Aku sangat terganggu dengan baumu!" ucap Lexia dengan nada jengkel. Dusk menebarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Bahkan seumur hidupnya, ia tidak pernah memiliki kamar sebaik ini. Kasur yang empuk, lemari, meja dan perapian kecil dekat jendela. Ini sangat mewah untuknya! Tangannya mengelus meja kayu yang kokoh dan matanya memandang ke luar jendela. Dari kamarnya yang ada di dataran tinggi belakang kastil, ia bisa melihat danau buatan juga laut. Mata birunya memandang penuh kerinduan dan ingatan melayang pada kampung halaman. Barner mengingatkan Dusk pada desa asalnya, di mana tidak ada lagi yang tersisa. Dusk terakhir hidup utuh dengan keluarga asuhnya saat berusia sepuluh tahun. Kini, usianya yang menjelang dua puluh lima tahun, Dusk memutuskan meninggalkan Spanyol. Paman dan bibinya telah meninggal dan sepupunya memutuskan hijrah ke Amerika. Dusk tidak memiliki siapa pun untuk tetap bertahan di Monero. Ayahnya pergi sejak ia kecil dan ibunya berakhir meninggal karena penyakit asma. Hidup tidak pernah memperlakukan dirinya dengan adil. Tinggal bersama paman dan bibinya yang baik, ternyata mereka juga serba kekurangan. Setelah sepupunya, Gerald, memutuskan pergi dengan bekal uang penjualan satu-satunya kapal yang pamannya miliki, ternyata dia tidak pernah ada kabar lagi. Menjadi berandalan dan ahli dalam menggunakan senjata adalah tempaan yang ia dapatkan selama hidup di jalanan. Tetapi, itu bukan tujuan dan cita-cita dalam hidupnya. Dusk menginginkan lebih. Ia ingin menundukkan keras dan pahitnya takdir yang digariskan untuk dirinya. Tiba-tiba pintu kamar terkuak. "Ini beberapa pakaian beserta handuk juga peralatan mandi. Besok kau harus bangun pukul lima tepat untuk melihat kapal denganku." Lexia masuk dan meletakkan semua tumpukan di atas meja. Dusk tidak merespon dan hanya mengangguk. Pikirannya masih setengah melayang pada masa lalu pahitnya. Gadis itu menggelengkan kepala dan berbalik pergi. Sebelum menutup pintu, Lexia menoleh kembali. "Keluarga ini sangat baik jika kau memberikan kesetiaanmu. Sebagai pahlawan berandalan, aku akan mengawasimu, Dusk. Jika kau menimbulkan kekacauan atau sengaja bersikap konyol, kau akan berhadapan denganku!" tegas Lexia dingin. Pintu tertutup dengan keras dan terdengar langkah Lexia meninggalkan paviliun kecil tersebut.Dusk meletakkan lasagna ke dalam oven, lalu melepas sarung tangan tahan panas.Rose baru selesai menidurkan Leon dan kini waktunya menikmati masa santai dengan segelas wine. Sementara menunggu Dusk memasak untuk makan malam, Rose menyalakan televisi dan duduk dengan segelas wine di tangan.Tidak lama, tayangan berita mulai muncul dan Rose mengeraskan volume. Reporter memberitahu mengenai pengumuman penobatan ratu yang akan dilaksanakan dalam waktu tiga bulan dari sekarang.Dusk yang tadinya ada di dapur, berjalan dengan langkah pelan menuju ke ruang tengah. Sikapnya terlihat tertegun, begitu melihat Swan yang berada di layar televisi saat ini. Gadis yang tampak mulai menjadi seorang wanita sepenuhnya, mengenakan setelan jas celana panjang berwarna biru muda. Topi kecil yang menghiasi kepala, melengkapi penampilan penuh gaya Swan.Dusk menatap sepuasnya sosok tersebut. Rose menyadari jika tatapan mata itu masih menyimpan rasa yang sama. Kini dengan pandang
Lorong istana pagi itu sibuk dengan para pelayan dan pegawai istana. Hari senin pada minggu pertama tiap bulannya, adalah waktunya mengganti semua dekorasi. Dari tirai, taplak hingga pernak pernik terkecil.Swan melangkah dengan ayunan kaki mantap, menuju ke ruang neneknya. Meski riasan wajahnya menutupi kesan sembab yang disebabkan kejadian kemarin, tapi mata Swan tidak bisa disembunyikan.Semua menyapa Swan yang tidak peduli membalas sedikit pun. Gadis itu lurus berjalan tanpa menoleh atau melontarkan sapaan kembali.Kate baru saja keluar dari kantor Theodore ketika melihat Swan datang. Dengan tatapan mata nanar, Kate memandang Swan.Calon ratu Northery hanya melihatnya sekilas, tanpa menyapa, Swan segera mendorong pintu. Gadis itu melewati Kate tanpa sepatah kata pun terucap.“Putri Swan, tunggu!” tahan Kate menahan Swan untuk masuk.Sebagai pengawal pribadi ratu, Kate berhak menahan Swan untuk bertanya kepentingan bertemu The
Tempat duduk yang berbentuk ayunan di teras tersebut baru selesai diperbaiki oleh Dusk. Mereka menempati rumah bergaya country di sebuah desa yang jauh dari kota Barner. Menempuh sekitar sepuluh jam dengan menggunakan mobil.Di kota kecil inilah Dusk memilih tempat tinggal bersama Leon, putranya, dan Rose, yang ternyata bersedia menemani dirinya.Alasan Rose karena tidak ada hal lain yang ia lakukan di Barner, maka pilihannya adalah menempuh petualangan bersama Dusk. Mereka menyewa rumah yang tadinya hampir bobrok tersebut. Dusk tidak ingin menghamburkan banyak uang untuk tempat tinggal.Ia harus berhemat demi masa depan Leon nanti. Rose muncul dengan dua gelas wine dan sepiring pie hangat yang baru ia keluarkan dari oven. Dusk tersenyum samar dan menepuk ayunan untuk memastikan kokoh.“Pie yang memiliki rasa standar namun terbaik untuk saat ini,” goda Dusk sementara tangannya mencomot salah satu pie tersebut.Rose tertawa kecil dan men
Polin menatap Swan yang melesat dengan mobil porsche hitamnya, meninggalkan halaman losmen. Tidak ada yang bisa menebak kebahagian dalam hidup. Siapa pun yang berada dalam situasi Swan, pasti akan merasakan kehancuran yang mengubah segala pola pikir juga mental.Swan memacu mobil mahalnya melewati jalanan yang mulai sepi, di tengah guyuran hujan bulan September. Musim gugur baru saja dimulai dan angin bertiup cukup kencang, dengan suhu udara yang dingin dan kering. Air mata menguburkan pandangannya. Swan melihat jembatan di depan dan entah kenapa, mendadak ia menekan pedal rem.Gadis itu menepikan mobil dan untuk sesaat ia terdiam dengan pandangan ke luar. Hanya lampu jalanan yang menerangi sisi jalan. Trotoar yang biasa digunakan oleh pemakai sepeda juga pejalan kaki tampak sepi.Tidak ada satu orang pun yang ingin berkeliaran di malam musim gugur yang cukup dingin tersebut.Swan keluar dari mobil, melangkah menuju ke tempat ia hampir melompat turun untu
Gaun berwarna biru pastel selutut itu membalut tubuh Swan dengan sempurna. Pagi ini, ia baru saja selesai melakukan pertemuan resmi pertamanya dengan para anggota dewan kerajaan dengan menteri baru yang terpilih.Selama rapat berlangsung, Theodore, neneknya, menunjukkan bagaimana kiprah seorang ratu dalam memimpin rapat dan memutuskan beberapa hal penting yang mendesak.Sudah hampir seminggu lebih, Dusk tidak menemuinya lagi. Sempat Swan mendengar jika kini Dusk juga merawat bayi yang diadopsinya.Tidak banyak pembicaraan yang mereka lakukan sejauh ini. Minimnya waktu dan tuntutan pekerjaan juga tanggung jawabnya, menghalangi Swan untuk melakukan keperluan pribadi.Sementara mengganti baju dengan celana panjang dan kaos, Swan melihat Lexia masuk dan menyapanya dengan buru-buru. Rentetan kalimat yang meminta Swan membaca beberapa tugas dari Theodore, tidak ia indahkan.“Aku mau libur hari ini, Lexia!” tukas Swan dengan cepat memakai jake
Dusk memeluk Leon dengan dekapan erat penuh kerinduan. Bayinya tertawa senang seakan tahu jika pria yang ia selalu lihat dan dekat dengannya selama ini telah kembali.Leon membasahi seluruh wajah Dusk dengan ciuman penuh liur. Dusk terbahak geli sementara Leon memekik senang saat mendengar tawa ayahnya.“Kau benar-benar pencium yang buruk, Leon! Saat besar nanti, papa akan mengajari yang benar!” seru Dusk di antara derai tawa yang terlontar.Rose yang mendengar semua kelakar, tersenyum diam-diam. Siapa pun menginginkan untuk menjadi pendamping pria tampan yang ternyata bisa berperan sebagai ayah yang luar biasa penyayang.“Dia sempat rewel tidak mau tidur pada hari pertama. Aku sempat dibuat kalang kabut hingga menjelang dini hari. Ternyata Leon suka sekali tidur dengan memeluk salah satu kemejamu. Untung aku menemukannya di lemari,” tutur Rose dengan geli.Dusk terenyuh saat mendengar cerita Rose mengenai Leon sementara dir
Tiga hari berturut-turut Dusk melakukan penyelidikan dengan teliti dan cermat. Satu persatu ia bongkar dan selidiki. Segala kiprah Weston dan Newton tidak ada yang lepas dari pengamatannya.Data-data yang diberikan oleh Remmy, ahli teknologi kerjaan Northery yang notabene anak buah Kate, mampu memudahkan semua urusan yang Dusk tangani.Bahkan sector impor dan ekspor ternyata juga melibatkan mereka berdua. sejumlah kejahatan memang berhasil Dusk dapatkan melalui oknum yang ia bayar dengan mahal. Uang memang mampu menyelesaikan segala permasalahan saat ini.Orang yang pernah kedua penjahat itu tugaskan, ternyata tidak sepenuhnya melenyapkan barang bukti yang akan meringankan hukuman Hector.Secara teknis, Hector tetap saja akan menerima ganjaran atas keterlibatannya dalam aksi yang dilakukan oleh dua bekas pejabat negara tersebut.Namun tidak seperti ancaman yang akan ditimpakan pada Hector dengan tudingan makar.Sejauh ini, Kate cukup puas da
Life ChoicesLucu permainan orang dalam dunia ini. Ada yang beralasan demi kenyamanan hidup, seseorang sanggup melakukan hal yang tidak sesuai dengan hati nuraninya juga merugikan orang lain. Ambisi mengalahkan segalanya. Itulah yang terjadi pada sebagian manusia.Ambisi.Bagi Dusk sendiri, mendengar kisah Anne yang meninggalkan Hector adalah sesuatu yang sebenarnya tidak mengejutkan. Wanita itu berhak bahagia dan mencari tujuan hidupnya sendiri, setelah sekian lama mengalah dan mundur demi suami tercinta.Tapi Hector, seorang pahlawan negeri ini yang salah mengambil langkah, juga patut mendapat kesempatan kedua. Dia tidak pantas ditinggalkan oleh istrinya, walau Hector telah memperlakukan begitu buruk, juga tidak sepatutnya dihukum karena begitu banyak jasa untuk Northery tercinta.Hector melupakan semua urusan keluarga, mengorbankan hal-hal penting dalam hidupnya, demi negeri yang ia banggakan.Kil
Anne masih duduk dengan piring makan malam yang belum tersentuh sedikit pun. Moses duduk di seberangnya dengan raut prihatin.Ibunya masih belum mau mengunjungi ayahnya hingga detik ini.Alasan Anne cukup membuat Moses naik pitam tadinya, tapi kini ia hanya melihat seorang wanita kesepian yang masih ragu memaafkan.Hector adalah pria yang Anne cintai hampir seluruh hidupnya. Tapi kekecewaan terus Hector berikan selama dua tahun belakangan. Rasanya kembali pada pria yang membuat hidupnya berantakan adalah sulit. Bukan hanya rasa tidak percaya, tapi ada ketakutan jika masa itu akan terulang kembali.“Aku tahu, Ma. Tidak nyaman rasanya kembali pada titik yang kita tinggalkan. Tapi siapa tahu, kita bisa memulai ulang dan memperbaiki eror tersebut?”Mata Anne bergerak dan kini menatap Moses.“Kau tidak tahu, Nak. Mama terlanjur meletakkan harapan untuk kembali pada hari pergi dari rumah. Cinta dan keinginan menjalani hidup denga