Share

Bab 5: Mual-Mual

"Ah, maaf, Pak." Ayu kelimpungan, segera ia membersihkan pakaian pria tersebut. Bukannya bersih, noda cokelat semakin luas hingga membuat sang pemilik merasa geram.

"Sudah-sudah! nggak becus sekali!" gertaknya, Ayu mulai menegang melihat pemilik kafe datang untuk melerai. Meminta maaf atas keteledoran pegawainya. Ayu hanya bisa menunduk, apa lagi kini ia menjadi pusat perhatian banyak orang, termasuk dua bajingan yang tengah memerhatikannya. Kini apakah Ayu akan dipecat? tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi. Dan beban yang ia pikul semakin bertambah besar.

"Lain kali pekerjakan orang yang berpengalaman, jangan kayak dia ini, Pak!" lelaki itu memojoki Ayu, menatap sengit kepadanya

"Iya, Mas. saya mengerti, sekali lagi kami memohon maaf." ucap Boss

"Maafkan saya juga, Pak." sekali lagi Ayu memohon

"Hm!" dan pria itu melenggang pergi meninggalkannya

Terdengar helaan napas panjang yang berasal dari Boss disampingnya ini, ia menoleh menatap Ayu yang masih betah menunduk. "Untuk kali ini saya maafkan. Lain kali jika terulang lagi, kamu pikir sendiri akibatnya." bisik sang Boss

"Baik, Pak. maaf," lirih Ayu

"Bersihkan lantainya!" titah yang diberikan kepada Ayu, gadis tersebut mengangguk dengan perasaan yang cukup lega

Ayu bangkit berdiri setelah pekerjaannya selesai membersihkan lantai. Ia melangkah untuk kembali namun tiba-tiba cekalan tangan menghentikannya. Ayu menoleh ke belakang, terbelalak melihat dua bajingan itu telah berada dihadapannya.

"A-yunda, Mas Dimas?" lirihnya gugup

"Kerja disini kowe rupanya, Mbak? cih! kafe beginian!" rutuk saudari kembarnya

Ayu menatap ke sekelilingnya, ia tidak ingin lagi menjadi pusat perhatian orang-orang untuk kedua kalinya. Jika masih berdiri disini telah dipastikan perempuan dihadapannya akan berulah yang tidak-tidak. Ayu menyeret adiknya, membawanya ke sisi lain yang sepi.

"Ih! lepas!" Ayunda menghentakkan tangan mereka

"Pulanglah, Yunda. Bawa bekasku itu dari sini!" usir Ayu masih menatap kesal kepada mantan suaminya

"Sok sekali kamu, Yu." sahut Dimas, memandang tubuh Ayu dari atas hingga ke bawah sembari menyunggingkan senyum sinis padanya

"Makin kucel, kurus tambah kurus." hina Dimas

"Hah, iya benar, Yang. nggak koyok tubuhku yang bohay, berisi, cantik pula, pinter dandan." Ayunda menyombongkan diri

"Kalian kesini untuk menghina aku, lebih baik pergi! dan kowe, Mas, jangan kira aku masih cinta samamu, sama sekali enggak!" tegas Ayu, kemudian ia melenggang pergi meninggalkan mereka yang masih terpaku di area parkir.

Ayu mengusap air matanya yang kembali jatuh tak dapat dibendung. Lelaki yang dulu ia cintai, setahun menjalin kasih dengannya, dan malah mendua dengan saudari kembarnya sejak usia pernikahan mereka menginjak dua bulan. Hingga Ayu sudah tidak tahan lagi dengan ini semua dan memutuskan untuk menggugat cerai seorang Dimas.

"Yu, kamu punya kembaran, ya, ternyata?" seru teman-temannya

Ayu mengangguk mengiyakan. "Iya," jawabnya singkat

"Tapi--kenapa kamu malah ngekos? nggak tinggal sama keluargamu?"

"Mereka di desa, Ayu cuma pengen hidup mandiri di kota. udah ah, ayo lanjutin kerjaan!" ucapnya. Ayu merasa malas jika harus membahas wanita itu. rasa sakit terus saja menjalar bila mengingatnya.

***

Hari berlalu dengan begitu cepat. Sebuah kota yang terkenal sebagai tempat perantauan para kalangan manapun, kota nan sibuk dan padat tak pernah lekang oleh lengang. Gedung-gedung tinggi berjejer hingga hampir menembus cakrawala, dihuni oleh para manusia yang teramat sibuk dalam mengais rejeki. Ingar bingar Kota Jakarta melebihi kota manapun, disebut kota metropolitan karena kota yang menjadi pusat segala macam kegiatan tertentu dalam hal pemerintahan maupun perdagangan.

Disalah satu gedung yang terlihat megah nan menjulang tinggi, seseorang baru saja turun dari mobil dengan balutan jas yang semakin membuatnya terlihat maskulin. Alexei, pria tampan keturunan Jawa-Jerman itu melenggang masuk ke dalam gedung tersebut.

"Selamat pagi, Tuan." sapa beberapa pegawai yang berpapasan dengannya

"Pagi." Alexei pun menyahut

Alexei menjengit menahan sesuatu yang menguar bebas memasuki hidungnya, ia mengkerutkan dahi kala mencium aroma busuk dari tubuh mereka. Tiba-tiba perutnya bergejolak, sesuatu tengah menghantam organ-organ didalam dada untuk segera ia lepaskan.

Alexei menoleh sekilas ke belakang menatap Assisten Harlan dan kembali lagi ke depan. melangkah lebar sembari menahan sesuatu yang hampir mencapai tenggorokannya.

Alexei masuk ke dalam lift, berharap benda itu bergerak laju dengan kecepatan kilat menuju lantai ruang kerjanya.

"Anda kenapa, Tuan?" Assisten Harlan mengernyit melihat atasannya tengah membungkam mulut

"Uwek!" rasa mual terus menyerang, Alexei merasa lelah menahannya

"Anda sakit, Tuan?" Assisten Harlan terbelalak

Ting!

Pintu terbuka, belum terbuka sempurna Alexei telah melangkah begitu tergesa-gesa. Tak lagi membungkam mulut, membiarkan bibirnya tetap merapat sendiri. Alangkah tidak gagahnya ia jika harus menutup mulut dengan tangannya dihadapan para karyawan.

Setiba didalam ruangan kerjanya, Alexei berlari mencapai pintu kamar mandi dan segera membuang segala yang mencekat tenggorokannya sedari tadi.

"Uwek!!"

"Uwek!!"

Cairan bening menguar cukup banyak berhambur menyentuh wastafel, berulang kali Alexei terus memuntahkannya. Dadanya terasa panas, tenggorokannya terasa perih dan tubuhnya hampir rapuh tak berdaya setelah membuang semuanya.

Ada apa ini? mengapa tiba-tiba Alexei merasakan mual setelah menghirup aroma tubuh para pegawainya. Ia pun bingung, menekan-nekan perutnya sembari menyeka keringat yang telah muncul dari dalam kulit wajahnya.

"Tuan, anda tidak apa-apa?" Assisten Harlan tampak cemas pula melihatnya

"Nggak apa-apa. pergilah," usir Alexei, kemudian membasuh wajahnya dengan air keran

"Lebih baik kita ke Rumah Sakit, Tuan. Anda pasti butuh obat untuk menghilangkan mual itu," saran Assisten Harlan

"Aku nggak suka dikit-dikit ke Rumah Sakit karna hal sepele ini. Nanti juga hilang dan paling cuma masuk angin," sanggah Alexei

"Hmmm, baiklah. saya permisi." pamitnya, langsung diangguki oleh Alexei

Alexei menatap lekat wajahnya yang terlihat lesu, memuntahkan segala yang mencekat sungguh menguras energinya. Membiarkan titik air diwajahnya terus menetes hingga mengering dengan sendirinya. Alexei menghembuskan napas berat, tubuhnya seketika lesu tak bertenaga. 

"Huf!" gumamnya

Alexei meninggalkan ruang toilet setelah perasaannya mulai membaik. Melangkah menuju kotak p3k untuk mengambil minyak angin, jika saja keadaan darurat seperti ini terjadi. Dan ya, benar, ia pun membutuhkannya saat ini yang tengah mengalami mual. 

Alexei merebahkan tubuhnya di kursi kebesaran, mulai menyalakan laptop sembari menyeruput air mineral dan coffe latte yang telah dipersiapkan sebelum kedatangannya oleh pihak pantri yang bertugas. Memang sudah menjadi peraturan untuk menyiapkan minuman sebelum orang nomor satu itu datang.

Disisi lain, Ayu tersenyum senang telah mendapat gaji pertamanya di kafe ini. nominalnya lumayan, setidaknya ia bisa menghidupi dirinya sendiri untuk sebulan ke depan dan seterusnya. Ayu melirik teman dekatnya, Sekar, yang juga memasang ekspresi sama sepertinya. Ayu pun harus bersiap mencari indekos baru dan tidak lagi menyusahkan keluarga Sekar.

"Ayo pulang, Yu! tapi--enaknya kita jajan dulu, beli bakso gitu, atau apalah." ajak Sekar, menggandeng tangannya

"Boleh juga tuh. kebetulan aku ngidam rujak, eh tapi-mana ada ya, malam-malam gini." Ayu terkekeh, merasa lucu dengan keinginannya

"Kamu udah kayak orang hamil aja, ngidam segala." seru Sekar, tergelak

Ayu yang mendengar kata hamil, seketika teringat akan kejadian dua minggu lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status