Tak terasa hampir 8 bulan Bagas di Pontianak. Hidupnya memang terasa sepi tapi dia merasa lebih baik karena sudah tak diganggu lagi oleh Nana.
Minggu kemarin dia baru saja ke Jawa mengunjungi sahabat baiknya yang baru saja menikah. Ternyata perjuangan hampir setahun lebih akhirnya sampai pelaminan juga. Bagas geleng-geleng kepala ketika mendengar Ricky pernah digigit ular karena insiden yang tak terduga. Bahkan menurutnya konyol dan tidak heroik sama sekali.
Padahal dulu mereka berlima pernah mengalami insiden jatuh dari perahu motor bersama tiga penumpang lain dan ketemu buaya muara. Ricky menjadi salah satu pahlawan penyelamat mereka. Dia dan bang Mateo berupaya mengecoh bahkan menghalau si buaya yang hendak menerkam salah satu penumpang dan berakhir dengan tertangkapnya sang buaya.
Berarti diantara semua teman sekontrakan tinggal Bagas yang belum menikah atau setidaknya memiliki pacar. Bagas menghembuskan nafas kasar. Andai hati bisa bekerja sama dengan otaknya sebenarnya Bagas ingin move on dan berusaha mencari cinta yang lain. Bagas lelah dengan perasaan cinta tak sampainya ini.
"Gas."
"Hai Gi, gimana kabar?"
"Baik. Kamu di Pontianak sekarang?"
"Iya Gi. Kamu ada urusan apa di sini?"
"Pekerjaan."
Gio adalah salah satu teman kuliah Bagas. Dia ada urusan pekerjaan di Pontianak. Keduanya larut dalam obrolan seru hampir satu jam. Kemudian keduanya berpisah karena Gio harus segera kembali ke Jawa sedangkan Bagas ada urusan juga.
🍀🍀🍀🍀🍀
"Bagas, lama tak jumpa." Nana datang menghampiri Bagas yang tengah duduk bersama Roni rekan kerjanya.
"Kamu semakin tampan saja Gas." Nana duduk di samping Bagas.
"Wah, Nana ya? Kamu juga makin cantik saja," celetuk Roni.
"Oh Hai Ron, gimana di tempat baru, betah gak?" tanya Nana.
"Betah gak betah sih. Paling gak betahnya gak bisa lihat senyum manis kamu." Roni menggombal. Sedangkan Bagas seperti biasa, cuek.
"Halo semua, wah akhirnya ngumpul di sini juga ya." Feri datang dan langsung bergabung.
"Wah Gas, kamu kok gak pernah main lagi ke Kutai. Betah disini ya?"
"Lumayan Bang, Abang gimana kabarnya?"
"Baik, sesekali mainlah kalau gak sibuk."
"Nanti aku cari waktu Bang."
Mereka berbincang lama, saat ini sedang ada acara ulang tahun perusahaan di sebuah restoran terkenal di Pontianak. Bagas cenderung diam hanya menyimak. Nana bersikap sangat manis pada Bagas tapi seperti biasa Bagas cuek.
"Wah, artisnya udah datang lihat tuh. Ckckck. Cantiknya." Roni sangat terpesona pada Mawar.
Sedangkan Bagas menoleh ke arah panggung, mau tak mau dia pun hanyut terbuai oleh suara merdu Mawar. Walaupun Bagas tak menyukai Mawar tetapi mendengar suaranya membuat hati Bagas berdesir. Suara Mawar begitu mirip dengan wanita masa lalunya. Wanita yang menjadi cinta pertama bagi seorang anak laki-laki.
Seperti biasa Nana sangat kesal sekaligus cemburu melihat bagaimana Bagas menatap penuh pemujaan pada Mawar. Nana memutuskan pergi dari situ.
🍀🍀🍀🍀🍀
Di tempat lain seorang lelaki berusia sekitar tiga puluh tahunan dan cukup tampan meminta seorang pramusaji untuk membawakan minuman yang telah diberi obat perangsang untuk sang primadona.
"Malam ini kamu harus jadi milikku Mawar," ucap Kevin dengan senyum jahat.
Tingkah lakunya diamati oleh Bara, teman sekaligus bodyguard Mawar yang sengaja diutus Iwan untuk menjaga Mawar.
"Kamu akan jadi milikku."
Hal yang hampir sama juga terjadi pada Bagas. Nana wanita yang tergila-gila dengan Bagas berencana menjebak Bagas. Dia berniat akan menggunakan akal liciknya demi mendapatkan Bagas.
"Pokoknya Bang Feri harus bantu aku. Bagaimanapun minuman ini harus diminum sama Bagas."
"Aduh Nana, kamu gila ya. Oke aku tahu kamu cinta mati sama Bagas tapi jangan kayak gini." Feri berusaha menolak.
"Kalau Bang Feri gak mau nolong Nana, Nana akan bilang ke Papa kalau Mas Feri pernah tidur sama istri simpanan Papa. Abang mau dipecat? Silakan Abang pilih mana?" ancam Nana.
"Oke. Oke. Tapi aku gak mau tahu. Jangan sampai Bagas tahu aku bantu kamu."
"Abang tenang aja. Aku gak bakalan kasih tahu asal Abang bantu aku. Gimana?"
"Oke deal."
🍀🍀🍀🍀🍀
"Kamu kayaknya lesu amat, minum ini gih."
"Apaan ini Bang?"
"Cuma air putih. Abang tahu dari tadi kamu gak berani minum karena takut isinya alkohol semua."
"Makasih Bang." Bagas meminum air dari Feri hingga tandas.
Feri tersenyum, tugasnya selesai. Walaupun ia merasa bersalah sama Bagas tapi dia lebih takut dipecat.
Ditempat berbeda, Mawar baru saja meminum air putih yang dibawakan oleh pramusaji. Tiba-tiba ada pesan lewat chat dari seseorang.
Bara : ["Kamu jangan minum air apapun, Kevin ngasih sesuatu ke minuman yang dibawa pramusaji."]
Mawar : ["Apa Bang? Aku udah minum ini. Aku pikir air putih biasa."]
Bara : ["Apa? Kamu udah minum? Oke usahakan kamu harus pergi dari situ akan kucoba mengalihkan perhatian. Kevin bener-bener licik dia sengaja bikin aku gak bisa di dekat kamu."]
Mawar : ["Iya Bang, aku akan berusaha. Tapi Abang harus bisa gimanapun caranya bantu aku."]
Bara : ["Sedang abang coba."]
Mawar segera menyambar dompetnya. Dia harus segera pergi. Begitu membuka pintu dia melihat Kevin tengah menunggunya. Mawar gugup tapi berusaha menampilkan senyum manisnya.
"Bang Kevin ada apa?"
"Aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Ayok." Kevin langsung menggenggam tangan Mawar dan menariknya. Mawar terpaksa mengikutinya.
Sedangkan Bagas tengah berada di taman resto memandang langit sambil membayangkan Seruni. Nana datang menghampiri Bagas. Bagas merasa kesal tapi malas berdebat.
"Malam sungguh indah ya Gas. Kamu merasa gak kalau malam ini sungguh panas," ucap Nana dengan mendesah manja.
Bagas merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Rasanya panas, jantungnya berdebar, dan ada hasrat yang ingin dituntaskan. Bagas mengamati Nana, raut wajah wanita itu begitu licik. Bagas merasa apa yang ia rasakan ada hubungannya dengan wanita itu. Tapi Bagas berusaha menahan, sekaligus mencari jalan keluar meninggalkan wanita itu. Di seberang Bagas yang terjarak oleh kolam renang, ia melihat Mawar yang juga tengah merasakan apa yang dirasakan oleh Bagas. Di sampingnya terlihat Kevin yang menatap Mawar dengan tatapan lapar.
Entah kenapa tatapan Bagas dan Mawar bertemu. Mereka saling berkomunikasi lewat tatapan mata. Sama-sama menahan gairah yang luar biasa. Sama-sama mencari jalan keluar.
Mawar melihat kolam renang di depannya, refleks ide muncul di kepalanya. Ia pura-pura berjalan mendekati kolam dan berakting terkilir hingga ... Byur!
"Mawar." Kevin berteriak, ia tak bisa berenang sehingga hanya bisa berteriak dari luar kolam. Mawar berakting hendak tenggelam sehingga mengundang pengunjung lain menuju kolam.
Bagas langsung berlari dan menyeburkan diri menyelamatkan Mawar. Setelah membawa Mawar ke tepi kolam. Bagas refleks menggendong Mawar.
Bara yang sudah bisa terlepas dari para pengawal Kevin segera meminta Bagas membawa Mawar masuk ke mobil. Bara segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat acara.
Kevin marah. Lebih marah karena usahanya tidak berhasil. Harusnya tadi ia tak mengikuti kemauan Mawar berjalan menuju kolam. Mawar pasti sengaja karena ia tahu Kevin tak bisa berenang.
"Sial! Bagaimana bisa aku teledor! Aggh!"
Sedangkan Nana, dia sangat marah karena rencananya gagal. Dia membenci Mawar yang telah menggagalkan rencananya.
"Sial! Sial! Sial! Bagaimana bisa wanita itu merusak rencanaku."
Nana dan Kevin masih marah sedangkan Bagas dan Mawar merasa lega. Mereka selamat.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k