Setelah menekan tombol penghisap kloset, Mahreen menuju wastafel untuk cuci tangan dan mengelap mulutnya. Matanya menatap kaca besar yang ada didepannya. Sebuah kekhawatiran muncul tiba-tiba dan itu membuatnya ingin menangis.
Mahreen mulai menghitung sesuatu dengan sepuluh jari tangannya. Dadanya sesak dan perempuan cantik itu pun bernapas dengan terengah-engah.
"Telat 2 minggu. Astaghfirullah Aladziim, pertanda apa ini? Terakhir aku berhubungan intim dengan dia sekitar ..." Bola mata Mahreen berputar mengingat-ngingat tanggal penting. "Satu bulan sebelum ketok palu."
"Tidak tidak, aku pasti lagi masuk angin. Nanti sampai rumah, aku minta kerokan saja sama bi Darmi." Mahreen mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.
Setelah dirasa penampilannya sudah lebih segar dibandingkan saat masuk kamar mandi tadi, perempuan berhijab itu pun memaksakan tersenyum di pantulan kaca yang menampilkan sosok seorang perempuan yang tidak begitu ting
“Oh tidak, tidak. Aku baik-baik saja.” Ucap Mahreen sambil menatap wajah sang suami yang tersenyum penuh arti padanya.“Mateo, aku mau pulang saja. Percuma datang kesini juga tapi aku seperti manekin yang tidak boleh tersenyum, tidak boleh berbicara, dan tidak bisa makan yang aku mau. Hanya minum air putih saja, dirumah juga bisa.” Jawab Mahreen berbisik, setelah sepasang tuan rumah itu pergi berlalu.“Huh, kamu sudah mulai cerewet ya. Bersabarlah, kita akan pulang sebentar lagi. Tunggulah beberapa menit lagi. Pertunjukan intinya belum berlangsung.” Ujar Mateo sambil mengusap lembut pipi putih sang istri yang sebagian pipinya tertutup jilbab.“Pertunjukan inti? Apa maksud kamu?” Mahreen mengerutkan alisnya.“Karena itu, tunggulah sebentar lagi.” Ujar Mateo sambil menggenggam erat tangan sang istri seperti takut terlepas di keramaian. Mahreen tersenyum simpul melihat tingkah sang suami, yang awal
“Hei, berani juga kamu ya. Kalau bukan karena trik kotormu, Mateo tidak akan menolak aku yang cantik dan seksi ini.” Ucap Adriana dengan mata nyalang.Mahreen yang merasakan tangan perempuan Italia itu mencekik lehernya dan akan menaik jilbabnya, memegang tangan Adriana dengan kedua tangannya dan mendorongnya ke belakang sekuat tenaga hingga tubuh Andriana terlempar mengenai pintu kamar mandi.BRAKKK!“Kurang ajar!” Adriana hendak menyerang Mahreen lagi namun perempuan berjilbab itu sudah bersiap dengan ancang-ancang tangan terkepal. Sayangnya, kekuatan Adriana seorang perempuan seksi yang terbiasa dengan dunia gelap dan kejahatan, lebih kuat daripada Mahreen yang hanya berteman dengan buku, Alquran, dan tanaman-tanaman favoritnya. Jilbab Mahreen pun berhasil ditarik Adriana sehingga terlepas dari kepala Mahreen. Beruntung masih ada daleman jilbab warna hitam yang menutupi rambutnya. Mahreen gemas bukan kepalan
“Tidak, kamu beritahu aku dulu! Ada apa dengan perubahan sikapmu itu? Aku tidak suka kalau aku dipaksa untuk menebak-nebak apa yang ada dalam hatimu.” Jawab Mateo lebih kuat lagi menahan tubuh Mahreen agar tidak bisa memunggunginya. Mahreen terdiam dan menatap suami Italianya itu. Bukan hal yang aneh jika lingkungan Mateo sejak kecil telah membentuknya menjadi pria yang tidak mengenal Tuhan. Di mata, hati, dan pikirannya yang ada hanyalah uang dan kekuasaan. Bisa jadi dia telah menganggap dua benda itu sebagai Tuhan. Jadi, ketika ada seseorang yang masuk kedalam kehidupannya, tidak akan semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah sifat dan kebiasaanya.“Mungkin aku terlalu berharap padamu. Tapi, bukan aku juga yang memilihmu. Aku dan kamu dipertemukan dan disatukan oleh takdir. Aku hanyalah manusia yang hanya bisa menjalankan takdir ini sebaik-baiknya. Tapi, aku juga wanita biasa yang tidak bisa bertahan terlalu lama dengan keadaan yang susah untuk dir
Kalau bukan karena paman yang sudah berbaik hati membesarkan dan menyekolahkannya, Mahreen tidak akan mau menikah dengan pria yang berprofesi sebagai mafia. “Kalau begitu, paman pergi dulu. Hari ini paman ingin menjemput tante dan sepupu kamu. Mereka sudah terlalu lama tinggal disana. Sudah waktunya mereka untuk pulang.” Naval bangkit berdiri. “Paman, aku ... harus kembali pulang dulu. Sudah cukup lama aku disini. Ada beberapa berkas yang tertinggal di rumah Mateo. Aku harus kesana mengambilnya agar aku bisa segera pulang ke Indonesia.” Mahreen berkata dengan suaranya yang lembut. Naval hanya bisa mengangguk-angguk setuju. “Mahreen, kamu hati-hatilah disana. Paman sudah berhutang budi padamu. Paman tidak ingin terjadi sesuatu padamu.” Jawab Naval. “Aku akan berhati-hati, paman. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Ujar Mahreen sambil tersenyum sekedar untuk menenangkan hati pamannya. Mahreen sudah mencari info pada pelayan yang
“Kita bicarakan itu nanti! Sekarang aku mau kamu melayaniku.” Mateo duduk bersimpuh diatas tubuh telanjang sang istri dan pria itu membuka satu persatu pakaiannya. Mahreen menjerit memohon belas kasihan untuk dilepaskan namun semuanya sia-sia.“Lepaskan aku! Kamu tidak berhak atas tubuhku lagi.” Mahreen masih terus berusaha memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh Mateo. Namun, tubuh kekar berotot Mateo bukanlah lawan tandingan Mahreen. Perempuan itu akhirnya harus tunduk dan pasrah saat dirinya dimasuki sang suami dalam sekali hentakan.“Eughhhh, ahhhh,” Tetes bening air mata Mahreen jatuh di pelupuk matanya yang indah. Mateo yang sudah dipenuhi emosi meluap-luap tidak peduli dengan air mata sang istri. Pria itu pun menghujamnya berkali-kali dengan cara yang sangat kasar dan liar. Mahreen tidak berdaya sama sekali. Tangisan dan teriakannya tiada arti. Pria diatas tubuhnya seperti kerasukan setan.Setelah beberapa k
“Halo, nona Armala. Bisa kita bertemu lagi segera? Bos saya mendadak sudah sampai Indonesia.” Eve berkata setelah mengucapkan salam. Mahreen alias Armala yang masih dalam perjalanan, berpikir sejenak sebelum menjawab keinginan customer nya itu.“Maaf, bu Eve ...”“Please, Eve saja. okay?” Mahreen bisa melihat raut wajah Eve yang tersenyum ramah di ujung telpon.“Oh, i-iya Eve. Saya masih dalam perjalanan menuju ke rumah. Bagaimana kalau nanti sore?” Mahreen sebenarnya ingin menolak tapi dia tidak enak hati menolak customer pertamanya ini. ini adalah kesempatan emas padanya untuk menunjukkan sejauh mana kemampuannya dan usahanya untuk mendapatkan proyek.“Boleh, apa kamu mau ke kantor kami lagi atau kita ketemu di luar saja?” Eve balik bertanya.“Hmm, saya akan ke kantor Eve lagi sekitar jam 5 sampai sana. Apakah bisa?” Jawab Mahreen.“Tentu saja. Aku akan menunggu
“Baiklah, lagipula mungkin tanteku yang akan bertemu dengan bos Eve karena aku hanya mewakili untuk sementara saat ini.” Jawab Mahreen sambil tersenyum lembut.“Baiklah, sampai jumpa.” Kedua perempuan itu pun berpisah setelah pintu lift tertutup. Bersamaan dengan ditutupnya pintu lift, dari lift sebelah keluarlah seorang pria yang merupakan bos dari Eve.“Bos?” Eve tidak bisa berkata-kata lagi karena langkah kakinya mengejar sang bos, Mateo yang melangkah cepat dengan kaki jenjangnya menuju ke dalam kantor.“Ruanganku belum jadi?” Tanya Mateo.“Be-belum. Tapi, semua akan selesai dalam dua minggu. Sebelum jadi, tuan bisa memakai ...”“Tidak perlu, aku tidak akan kesini kalau ruangannya belum jadi. Bawa saja semua dokumen yang aku butuhkan ke apartemen.“Siap, bos.” Jawab Eve sedikit panik.Mateo mempercepat mandinya di apartemen ketika terpikir
“Musibah yang aku alami membawa keuntungan untukku. Aku pastikan kamu akan jatuh ke dalam pelukanku, Mateo.” Gumam Mischa dalam hati.Mischa, sejak pertama mengenal Mateo saat ibunya menikah dengan ayah Mateo dan membawanya ke rumah keluarga barunya. Saat itu, Mischa adalah anak gadis yang masih lugu dan belum mengenal sama sekali dengan teman lelaki. Begitu dilihatnya Mateo dan ayah barunya menyambut kedatangannya bersama ibunya, Mischa langsung jatuh cinta dengan sikap dan penampilannya yang tampan dengan sorot mata biru tajam.Hari-hari Mischa di sekolah tidak pernah terlepas dari Mateo yang selalu menjaganya kemanapun layaknya harta yang harus dijaga agar tidak rusak dan retak. Mateo menganggap Mischa sebagai adiknya sedangkan Mischa menganggap Mateo adalah cinta pertamanya. Namun, cinta Mischa bertepuk sebelah tangan setiap mendapatkan perlakuan dan ucapan yang keluar dari bibir Mateo yang selalu berkata kalau hubungan merek