Share

PART 7

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-09-09 07:08:04

 Hari minggu pagi kulihat Metta sudah bersiap akan pergi. Tak lupa dia juga sudah menyiapkan Ibas untuk diajaknya serta. 

 

 "Jadi pergi, Mah?" tanyaku basa basi. Padahal sebenarnya betapa inginnya aku mendengarnya membatalkan acaranya itu hingga aku bisa meredakan amarah Linda dengan mangajak jalan-jalan bersama Tiara hari ini. 

 

 "Jadi, Pah," jawabnya singkat tanpa menengok ke arahku. 

 

 "Eh tunggu, itu matamu kenapa, Mah?" Saat sekilas tadi memperhatikan seperti ada sedikit bengkak di mata Metta, aku pun bertanya dengan keheranan. 

 

 "Nggak apa-apa, Pah," sahutnya cepat seolah ingin menghindar dariku. Lalu dia pun segera melangkah sambil memanggil-manggil anak kami.

 

 "Bas, ayok berangkat! Udah siap belum?" tanyanya. 

 

 "Udah, Mah." 

 

 Tak berapa lama terlihat Ibas keluar dari kamarnya dengan pakaian rapinya.

 

 "Mah, tunggu dulu." Aku nekat ingin melihat matanya tadi yang sedikit bengkak. Perasaanku mengatakan bahwa sepertinya dia habis menangis. Tapi kenapa? Sudah agak lama rasanya tak pernah melihat wanitaku ini menangis. 

 

 "Kamu habis nangis ya?" tanyaku kemudian saat akhirnya sudah berhasil memegang bahunya untuk kuhadapkan ke arahku. 

 

 "Enggaaak. Kelilipan semalem," ujarnya sedikit ketus. 

 

 Semalam? Apa semalam dia menangis? Memikirkan hal itu aku jadi merasa bersalah sampai-sampai tak tahu bahwa istrinya sedang menangis entah karena apa. 

 

 Seperti baru tersadar dari tidur panjang, seingatku dulu Metta adalah orang yang selalu rajin bercerita apa saja yang dialaminya seharian setiap kali aku pulang dari toko. Dia akan bercerita panjang lebar hingga kadang membuatku sangat bosan, karena yang diceritakannya selalu hanya itu-itu saja. Kalau bukan tukang sayur kompleks, ibu-ibu tetangga yang meresahkan, atau tingkah lucu si Ibas selama aku tak ada di rumah. 

 

 Namun rasanya sudah sangat lama aku tak lagi mendengarnya bercerita seperti itu. Dahiku berkerut mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kalinya aku mendengar cerita recehnya itu. Tapi rupanya akau sudah tak ingat lagi. Sepertinya sudah lebih dari sebulan yang lalu. Apakah itu sejak dia berubah?

 

 Saat tersadar dari pikiranku tentang Metta, rupanya istri dan anakku itu telah tak ada lagi di depanku. Mobil kami juga sudah melaju pelan meninggalkan garasi. Rupanya aku tadi tidak mendengar waktu mereka berpamitan saking sibuknya aku memikirkan Metta. 

 

 Saat rumah menjadi sepi, tiba-tiba wajah Linda kembali terbayang. Kuraih ponsel di saku celanaku dengan cepat dan kucoba untuk menghubunginya lagi. Kali ini nada panggilannya sudah tak tersambung. Lalu aku beralih ke aplikasi perpesanan dan mencoba mengiriminya pesan, namun masih juga seperti kemarin siang, ceklis satu. Apakah semarah itu Linda padaku hingga nomerku dia blokir sampai sekarang?

 

 Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera bersiap meninggalkan rumah. Apa boleh buat, aku akan menemuinya naik motor saja daripada membiarkannya lama-lama dalam keadaan marah. Pasti nanti justru jadi semakin runyam masalahnya.

.

.

.

 Sesampainya di sana, aku keheranan karena melihat rumah dalam keadaan sepi. Praktis aku pun tak bisa masuk karena kunci cadangan yang kubawa tersimpan di mobil. 

 

 Sekali lagi aku mencoba menghubungi ponsel Linda. Namun tetap saja, panggilanku tak tersambung. Kemana dia?

 

 "Pak Bimo, nyari bu Linda?" tanya seorang ibu kompleks yang kebetulan melintas di depan rumah kami.

 

 "Iya, Bu," jawabku singkat. Lalu dia pun menghampiriku dengan raut penuh selidik. 

 

 "Tadi pagi bu Linda keluar, Pak. Dijemput sama laki-laki," ujarnya.

 

Apa? Linda keluar dengan laki-laki? Siapa dia?

 

 "Oooh, benarkah, Bu? Kalau begitu terima kasih informasinya." Aku berusaha tak terpancing dengan perkataan si ibu yang sepertinya memang sedang ingin memperkeruh suasana. 

 

 "Iya, Pak. Tadi yang jemput laki-laki gagah lho Pak, masih muda juga. Bawa mobil bagus. Lha ini pak Bimo kok tumben ke sini bawa motor? Mobilnya kemana, Pak?" tanya ibu itu penuh tanya. Sepertinya jiwa keponya meronta melihatku datang tak naik mobil seperti biasa. 

 

 Kuhela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaannya. Rupanya dia memang sedang memancing-mancing perkara dengan mengatakan bahwa Linda dijemput oleh lelaki muda dengan mobil bagus. 

 

 "Iya, Bu, saya lupa tadi kalau Linda sudah pamit mau keluar sama adik sepupunya," kataku sekenanya. Hanya agar wanita di depanku ini diam dan tak mengumbar gosip kemana-mana."

 

 "Oh, masa sih Pak itu tadi sepupunya bu

 Linda? Tapi maaf sebelumnya lho Pak, bukannya saya mau ikut campur. Bu Lindanya tadi terlihat sangat akrab dan mesra lho sama laki-laki tadi."

 

DEG!!

 

 Apa lagi ini? Benarkah apa yang dikatakan si ibu rese ini? Tapi siapa lelaki yan menjemput Linda? Dan kenapa Linda sampai pergi dengannya? Apakah sekarang dia sudah berani bermain-main denganku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Jangan bilang Linda selingkuh
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
seharusnya si meta itu ikut mengurus toko. orang yg namanya punya toko biasanya berdua sama pasangan mengelolanya. bukannya jadi babu dan penunggu rumah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 75

    Hari itu rumah pengusaha Fabian Wiguno terlihat sangat ramai. Pesta kecil sengaja digelar khusus untuk menyambut kedatangan saudara perempuan serta dua anaknya yang rencananya akan kembali dari Amerika untuk berlibur.Amanda Wiguna dengan dua anaknya, Darryl dan Hannah memang telah lama menetap di America. Anak-anak Amanda meminta untuk dipindahkan sekolahnya ke luar negeri setelah ketok palu pengadilan memutuskan hukuman untuk ayah mereka. Amanda sendiri awalnya hanya bermaksud menemani dua buah hatinya menimba ilmu sekaligus ingin melupakan segala permasalahan yang terjadi di masa lalu mereka. Namun rupanya Amanda terlanjur nyaman berada di negeri paman Sam itu.Metta yang melakukan semua persiapan untuk menyambut kedatangan saudara perempuan suaminya. Dia sendiri juga begitu rindu ingin bertemu dengan sang ipar. Tak lupa, Metta juga mengundang ke empat sahabat mereka; Devita, Ayu, Rani, dan Revi. Bagi Metta, kepulangan Amanda kali in

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 74

    "Sudah siap?" Fabian melongok dari arah pintu kamar.Metta yang sedang menyelesaikan dandanannya di deoan meja rias pun menoleh."Bentar lagi, Mas. Sini deh, Mas." Dilambaikannya jari-jari lentiknya ke arah sang suami."Kenapa, Sayang?""Sebenarnya mas mau ajak aku kemana sih? Dati kemarin nggak mau cerita ih." Metta membalikkan badan menghadap sang suami. Namun Fabian hanya tersenyum penuh misteri, seolah membiarkan istrinya dihantui rasa penasarannya sendiri.Semalam tiba-tiba saja Fabian mengatakan ingin mengajak Metta ke suatu tempat. Anehnya lelaki itu tidak mau mengatakan akan kemana."Kalau kukasih tahu jadinya nggak surprise dong," selalu begitu jawab suaminya."Hmmm baiklah. Daripada penasaran, kita berangkat sekarang aja kalau gitu."Dengan raut pura-pura kesal, Metta pun bangkit dan berjalan ke luar kamar sembari menggandeng

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 73

    Berhari-hari Bimo selalu teringat pertemuannya dengan Linda di penjara. Tentang bagaimana nampak tertekannya wanita itu, juga pertanyaan Linda tentang pernikahan.Di banding kondisi Linda sekarang, Bimo merasa jauh lebih beruntung. Linda memang telah salah langkah. Terpuruknya kehidupan mereka di masa lalu tak membuat Linda jadi insyaf dan mengambil hikmah dari semua itu. Justru wanita itu semakin gila dengan harta dan kemewahan.Seandainya saja dulu Linda tidak meninggalkannya untuk lelaki kaya bernama Rexiano itu karena silau dengan hartanya, mungkin saat ini mereka berdua masih menjadi sepasang suami istri meskipun hidup dalam kesederhanaan.Tapi nasi memang telah menjadi bubur. Semua yang telah dilakukan Linda harus dipertanggung jawabkan di dalam penjara.Entah kenapa, pertanyaan Linda tentang apakah dia sudah menikah adalah yang paling membekas di hati Bimo beberapa hari terakhir. Seolah i

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 72

    "Papa pulang!" teriak Tiara seperti biasa saat melihat Bimo datang dengan menggunakan ojek online. Lelaki itu memang sengaja pergi dan pulang kantor menggunakan transportasi umum agar sepeda motornya tetap bisa dipakai oleh kakaknya berjualan.Norma yang sedang menyuapi Tiara sore itu pun ikut girang. Sudah dua bulan ini Bimo bekerja di kantor Wiguna Group dengan gaji yang lumayan menurut mereka."Kok sore gini udah pulang, Bim?" tanyanya seketika setelah melirik jam di dinding yang baru menunjuk pukul 4 sore."Iya, Mbak. Kebetulan hari ini kerjaannya yidak begitu banyak. Tapi mungkin besok malah lembur sampai malam.""Oooh gitu. Ya sudah sana bersihin badan kamu dulu. Habis itu makanlah, aku sudah masak tadi.""Pa, Tiara boleh minta sesuatu nggak?" Tiara yang melihat Bimo akan beranjak, tiba-tiba langsung meraih tangannya lelaki itu."Boleh dong. Tiara mau minta ap

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 71

    "Kamu serius, Bim?" Norma membelalakkan mata usai mendengar cerita adiknya."Serius, Mbak. Aku juga kaget tadi waktu dia mengatakan itu."Norma menggeleng-gelangkan kepalanya dan berkali-kali berdecak."Kok ada ya Bim, orang sebaik pak Fabian itu. Metta benar-benar wanita yang sangat beruntung bisa jadi istri lelaki seperti itu. Trus ... trus, kamu jawab apa waktu dia nawarin itu? Kamu menerimanya kan?""Aku belum mengatakan apa-apa, Mbak. Aku masih bingung. Aku sudah lama sekali nggak kerja kantoran. Aku nggak yakin aku masih bisa.""Jadi kamu nolak tawaran pak Fabian? Ya ampun Bimoooo. Kamu itu gimana sih?""Belum, Mbak. Aku belum bilang menolak. Aku bilang masih bingung. Tapi besok kalau aku bersedia, aku disuruh datang langsung ke kantornya."

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 70

    "Titip Ibas ya, Mas. Minggu siang nanti kita jemput," ucap Metta saat akhirnya dia dan suaminya berpamitan pada Bimo."Jangan siang, Ma. Sore aja," sahut Ibas. Metta agak melebarkan mata pada anak lelakinya mendengar itu. Namun bibirnya tetap saja harus menampakkan senyum."Kalau Ibas pulangnya kesorean nanti gak cukup istirahatnya, Sayang. Kan senin sudah harus masuk sekolah lagi. Mama jemput siang aja ya?""Iya deh kalau gitu, Ma.""Jangan khawatir, Met. Bimo nggak akan pergi kemana-mana kok hari ini. Nanti biar aku sendiri aja yang jualan. Biar Ibas bisa puas maen sama papanya." Norma seolah tahu kekhawatiran Metta."Iya, Met. Jangan khawatir. Ibas akan baik-baik saja di sini," lanjut Bimo."Ya udah. Makasih ya, mbak Norma, Mas Bimo. Kami pamit dulu kalau gitu. Ibas baik-baik ya. Jangan rewel dan ngrepoti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status