P.O.V Metta
Sore itu entah kenapa aku begitu lelah. Biasanya saat-saat sedang seperti ini, dulu aku akan akan pergi ke rumah orang tuaku untuk sekedar melepaskan kepenatanku di sana.
Namun sejak bapak meninggal lima tahun yang lalu, kemudian disusul ibu 3 tahun setelahnya, praktis aku tak punya lagi sandaran untuk kelu kesahku. Aku yang anak tunggal ini juga tak terlalu banyak punya teman, apalagi setelah menjadi istri mas Bimo. Kehidupanku sepenuhnya kuhabiskan untuk mengabdi pada suami dan mengurus anak semata wayang kami, Ibas, yang kini telah duduk di kelas 5 SD. Dipersunting mas Bimo adalah impianku sejak baru masuk kuliah, karena mas Bimo adalah laki-laki yang dulu membuatku jatuh hati pada pandangan pertama saat kami sama-sama memasuki bangku kuliah. Walaupun kemudian kami baru dekat dua tahun menjelang kami lulus, namun mas Bimo langsung melamarku usai acara wisuda kami. Dari nol kami berdua menjalani kehidupan berumah tangga. Kami pernah menjalani menjadi karyawan kantor yang pergi pagi pulang sore dan hanya bertemu saat menjelang malam. Hingga kemudian akhirnya aku putuskan resign saat aku hamil Ibas. Dan saat itulah mas Bimo mulai berpikir untuk merintis usaha sendiri. Dengan bantuan modal dari kedua orang tuaku waktu itu, kami berhasil mendirikan sebuah toko perlengkapan ibu dan bayi di kota kami. Karena belum banyak pesaing, akhirnya usaha kami berjalan sangat pesat hingga menjadi sebesar sekarang dengan 6 orang karyawan. Dulu waktu awal, aku masih sering membantu mas Bimo di toko. Tapi melihatnya sudah sangat pandai mengelola toko sendiri, aku pun memilih fokus untuk membesarkan Ibas. Aku mengurusi segala keperluan anak semata wayang kami itu sendirian tanpa pengasuh. Kami adalah pasangan yang sempurna menurut banyak orang. Kompak dan selalu terlihat harmonis saat tampil dimanapun. Bahkan ibu mertua dan dua kakak ipar perempuanku pun selalu menjuluki kami "Panti asuhan couple", saking seringnya kami bertiga berpakaian sama. Namun nampaknya semua itu hanya tinggal kenangan sekarang. Sejak sebulan yang lalu aku mengetahui pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku, hidupku rasanya hancur. Meskipun semua masih bisa kutahan sampai saat ini. Dari awal pernikahan kami, aku sudah bilang pada mas bimo bahwa perselingkuhan adalah hal yang tidak bisa kutolerir. Seharusnya aku memang langsung meninggalkannya saat mengetahui bahwa dia telah berkhianat. Namun mengingat Ibas, megingat bahwa aku tidak punya apa-apa saat ini, aku mencoba untuk berpikir lebih waras. Aku memang telah salah langkah selama ini, selalu saja mengandalkannya dalam segala hal dan tidak pernah mau mandiri. Jika saja aku tahu suatu hari suamiku akan mengkhianatiku, tentu aku tak akan begitu terlena hanya menjadi istri yang selalu mengiyakan apa kata suami. "Metta, kamu kenapa? Kok dateng-dateng nangis?" Rima langsung memelukku usai aku turun dari motor dan langsung menubruknya yang sedang menyambutku di teras. Setelah mengantar Ibas ke tempat lesnya sore ini, aku memang langsung menuju rumah Rima, sahabatku. Rasanya lelah hatiku ini sudah tak sanggup lagi kutanggung sndirian. "Jadi, maksud kamu, waktu kamu bilang kalau kamu mau belajar mandiri akhir-akhir ini ternyata karena kamu sudah tahu bahwa Bimo selingkuh?" Mata Rima langsung membelalak usai kuceritakan semua yang terjadi padaku. Selama ini dia hanya tahu bahwa aku memang ingin mulai belajar mandiri, tanpa tahu alasanku. "Ya Allah, Met. Kenapa kamu nggak cerita?" Dia mendekatkan tubuhnya padaku yang duduk di sebelahnya. Lalu perlahan mengusap air mata yang sedari datang tadi tak berhenti mengalir dari mataku. "Aku pikir aku bisa menyimpannya sendiri, Rim. Nyatanya aku terlalu rapuh. Aku nggak kuat lagi," ucapku sambil terus terisak. Kulihat dia terdiam sejenak. Menghembuskan nafas panjang dan memejamkan mata. "Met, dengarkan aku ya!" Tiba-tiba dia membalikkan badannya menghadapiku, lalu memegang kedua pundakku dan menatap dalam ke mataku. "Kamu harus kuat, Met. Jangan sekali-kali menampakkan kelemahanmu pada suamimu. Jika memang benar Bimo sudah berkhianat, kini waktunya kamu tunjukkan bahwa kamu terlalu berharga untuk dia campakkan. Buktikan padanya dan buat dia menyesal telah melakukan ini sama kamu. Semua yang kamu lakukan selama ini sudah sangat benar, Met. Kamu harus bangkit. Kamu harus mandiri. Kamu harus kuat untuk Ibas." "Tapi sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini, Rim? Melihat wajah mas Bimo akhir-akhir ini saja rasanya aku sudah sangat muak. Walaupun aku masih bisa berusaha perpura-pura." "Apa ibu mertua.dan ipar-iparmu tahu suamimu mengkhianatimu?" "Entahlah. Aku belum mengunjungi mereka lagi setelah kejadian ini. Aku belum sempat, Rim." "Temuilah mertua dan para iparmu! Cari tau apakah mereka mengetahui masalah ini apa tidak. Dengan begitu, kamu bisa tentukan apa yang seharusnya kamu lakukan, Met." "Apa menurutmu mereka itu tahu, Rim?" "Aku tidak mau berpikir negatif. Tapi bisa saja iya dan mereka menutupinya dari kamu." Mulutku membulat seketika. Aku benar-benar tak pernah berpikir ke arah itu. Benarkah ibu mertua dan para iparku sebenarnya mengetahui hal ini seperti apa yang dikatakan Rima? Jika memang benar, betapa jahatnya meraka semua.Hari itu rumah pengusaha Fabian Wiguno terlihat sangat ramai. Pesta kecil sengaja digelar khusus untuk menyambut kedatangan saudara perempuan serta dua anaknya yang rencananya akan kembali dari Amerika untuk berlibur.Amanda Wiguna dengan dua anaknya, Darryl dan Hannah memang telah lama menetap di America. Anak-anak Amanda meminta untuk dipindahkan sekolahnya ke luar negeri setelah ketok palu pengadilan memutuskan hukuman untuk ayah mereka. Amanda sendiri awalnya hanya bermaksud menemani dua buah hatinya menimba ilmu sekaligus ingin melupakan segala permasalahan yang terjadi di masa lalu mereka. Namun rupanya Amanda terlanjur nyaman berada di negeri paman Sam itu.Metta yang melakukan semua persiapan untuk menyambut kedatangan saudara perempuan suaminya. Dia sendiri juga begitu rindu ingin bertemu dengan sang ipar. Tak lupa, Metta juga mengundang ke empat sahabat mereka; Devita, Ayu, Rani, dan Revi. Bagi Metta, kepulangan Amanda kali in
"Sudah siap?" Fabian melongok dari arah pintu kamar.Metta yang sedang menyelesaikan dandanannya di deoan meja rias pun menoleh."Bentar lagi, Mas. Sini deh, Mas." Dilambaikannya jari-jari lentiknya ke arah sang suami."Kenapa, Sayang?""Sebenarnya mas mau ajak aku kemana sih? Dati kemarin nggak mau cerita ih." Metta membalikkan badan menghadap sang suami. Namun Fabian hanya tersenyum penuh misteri, seolah membiarkan istrinya dihantui rasa penasarannya sendiri.Semalam tiba-tiba saja Fabian mengatakan ingin mengajak Metta ke suatu tempat. Anehnya lelaki itu tidak mau mengatakan akan kemana."Kalau kukasih tahu jadinya nggak surprise dong," selalu begitu jawab suaminya."Hmmm baiklah. Daripada penasaran, kita berangkat sekarang aja kalau gitu."Dengan raut pura-pura kesal, Metta pun bangkit dan berjalan ke luar kamar sembari menggandeng
Berhari-hari Bimo selalu teringat pertemuannya dengan Linda di penjara. Tentang bagaimana nampak tertekannya wanita itu, juga pertanyaan Linda tentang pernikahan.Di banding kondisi Linda sekarang, Bimo merasa jauh lebih beruntung. Linda memang telah salah langkah. Terpuruknya kehidupan mereka di masa lalu tak membuat Linda jadi insyaf dan mengambil hikmah dari semua itu. Justru wanita itu semakin gila dengan harta dan kemewahan.Seandainya saja dulu Linda tidak meninggalkannya untuk lelaki kaya bernama Rexiano itu karena silau dengan hartanya, mungkin saat ini mereka berdua masih menjadi sepasang suami istri meskipun hidup dalam kesederhanaan.Tapi nasi memang telah menjadi bubur. Semua yang telah dilakukan Linda harus dipertanggung jawabkan di dalam penjara.Entah kenapa, pertanyaan Linda tentang apakah dia sudah menikah adalah yang paling membekas di hati Bimo beberapa hari terakhir. Seolah i
"Papa pulang!" teriak Tiara seperti biasa saat melihat Bimo datang dengan menggunakan ojek online. Lelaki itu memang sengaja pergi dan pulang kantor menggunakan transportasi umum agar sepeda motornya tetap bisa dipakai oleh kakaknya berjualan.Norma yang sedang menyuapi Tiara sore itu pun ikut girang. Sudah dua bulan ini Bimo bekerja di kantor Wiguna Group dengan gaji yang lumayan menurut mereka."Kok sore gini udah pulang, Bim?" tanyanya seketika setelah melirik jam di dinding yang baru menunjuk pukul 4 sore."Iya, Mbak. Kebetulan hari ini kerjaannya yidak begitu banyak. Tapi mungkin besok malah lembur sampai malam.""Oooh gitu. Ya sudah sana bersihin badan kamu dulu. Habis itu makanlah, aku sudah masak tadi.""Pa, Tiara boleh minta sesuatu nggak?" Tiara yang melihat Bimo akan beranjak, tiba-tiba langsung meraih tangannya lelaki itu."Boleh dong. Tiara mau minta ap
"Kamu serius, Bim?" Norma membelalakkan mata usai mendengar cerita adiknya."Serius, Mbak. Aku juga kaget tadi waktu dia mengatakan itu."Norma menggeleng-gelangkan kepalanya dan berkali-kali berdecak."Kok ada ya Bim, orang sebaik pak Fabian itu. Metta benar-benar wanita yang sangat beruntung bisa jadi istri lelaki seperti itu. Trus ... trus, kamu jawab apa waktu dia nawarin itu? Kamu menerimanya kan?""Aku belum mengatakan apa-apa, Mbak. Aku masih bingung. Aku sudah lama sekali nggak kerja kantoran. Aku nggak yakin aku masih bisa.""Jadi kamu nolak tawaran pak Fabian? Ya ampun Bimoooo. Kamu itu gimana sih?""Belum, Mbak. Aku belum bilang menolak. Aku bilang masih bingung. Tapi besok kalau aku bersedia, aku disuruh datang langsung ke kantornya."
"Titip Ibas ya, Mas. Minggu siang nanti kita jemput," ucap Metta saat akhirnya dia dan suaminya berpamitan pada Bimo."Jangan siang, Ma. Sore aja," sahut Ibas. Metta agak melebarkan mata pada anak lelakinya mendengar itu. Namun bibirnya tetap saja harus menampakkan senyum."Kalau Ibas pulangnya kesorean nanti gak cukup istirahatnya, Sayang. Kan senin sudah harus masuk sekolah lagi. Mama jemput siang aja ya?""Iya deh kalau gitu, Ma.""Jangan khawatir, Met. Bimo nggak akan pergi kemana-mana kok hari ini. Nanti biar aku sendiri aja yang jualan. Biar Ibas bisa puas maen sama papanya." Norma seolah tahu kekhawatiran Metta."Iya, Met. Jangan khawatir. Ibas akan baik-baik saja di sini," lanjut Bimo."Ya udah. Makasih ya, mbak Norma, Mas Bimo. Kami pamit dulu kalau gitu. Ibas baik-baik ya. Jangan rewel dan ngrepoti