"Bagaimana, Aryan Atmaja?" Bisik Evania di telingaku. Bulu kuduk meremang mendengar suaranya yang terasa sangat menyeramkan.
"Ka-kamu dapat dari mana semua ini?" tanyaku gugup.
Evania semakin mendekatkan wajahnya. Senyum mengerikan terpancar. Tubuhku gemetar, merasakan sentuhan halus yang terasa sangat menyeramkan. Keringat mulai membasahi kening.
"Jangan takut suamiku tercinta. Belum waktunya aku menyingkirkan kamu dalam hidupku. Kita nikmati saja kebersamaan ini," ucap Evania dengan tenang.
Dia bukan Evaniaku. Wajah polosnya sudah tidak aku temukan lagi. Kelembutannya seakan terkikis kekecewaan yang sangat mendalam padaku. Sekarang, dia berubah bagai monster yang menyeramkan.
"Dapat!" Aku rebut ponselnya.
Satu tangan berusaha mencengkram kedua tangan Evania. Dia diam tidak berkutik. Rasakan, kamu pikir aku bodoh? pria cerdas yang pendidikannya jauh dibandingkan perempuan di hadapaku. Dia bukan tandinganku untuk bermain-main. Selama bertahun-tahun hubunganku dengan Naura aman, dan tidak akan berubah meskipun evania mengetahui segalanya.
"Hahahah, sudah puas kamu hapus Vidio dan fotonya?"
Evania malah tertawa lepas. Dia tidak khawatir akan file yang sudah aku hapus. Sikapnya membuatku bingung.
"Sudahlah Evania, kamu tidak akan bisa membongkar hubunganku dengan Naura. Berhenti menganggu kami. Tetaplah menjadi istri penurut, aku akan berbaik hati dan memaafkan kesalahanmu yang sudah bersikap lancang padaku."
"Memaafkan? Apa akau tidak salah dengar, Aryan? Kamu sungguh lucu seperti badut, hahaha."
"Berhenti tertawa, kamu sudah tidak punya bukti apa-apa, Evania."
"Kamu yang harusnya berhenti menghalu. Simpan harapan busukmu bersama Naura, apa yang kalian lakukan sungguh tidak bermoral. Untuk apa sekolah tinggi, tapi akhlaq minus. Perutku sampai sakit menertawakan kegilaan kalian." Evania terus tertawa dengan lepas. Dia menganggap ku seperti badut. Padahal, tidak ada yang lucu. Jika dia tidak mengandung anakku, Bogeman sudah melayang di pipi mulusnya.
"Diam, Evania, kalo tidak kamu akan menyesal."
Evania langsung menghentikan tawanya. Matanya menatapku dengan datar. Sepertinya dia sudah sadar. Bahwa dirinya tidak akan bisa melawanku.
"Aku sudah bilang, kamu yang diam. Meskipun file itu sudah di hapus 100 kali, aku bisa mendownloadnya kembali. Semua bukti-bukti sudah aku simpan di goegle Drive. Meskipun kamu banting ponselku, aku bisa mendownloadnya di ponsel yang lain."
Mulutku melongo dengan sempurna. Tidak pernah berpikir bahwa Evania akan melakukan hal sejauh ini. Apa dia sudah lama mengetahui perselingkuhanku? Dari raut wajahnya, seakan sudah tidak ada luka bahkan air mata sedikitpun. Dia terlihat sangat tegar.
"Satu lagi, email dan sandinya kamu tidak akan tahu dan tidak bisa menghecknya. Bagaimana Aryan, istrimu yang kampungan dan bukan seorang sarajana ini, sangat pintar bukan?"
Jantungku seakan berhenti berdetak mendengar penjelasannya. Tidak aku sangka, seorang Evania yang selama ini aku rendahkan, dan membanding-bandingkannya dengan Naura yang terlihat sempurna, ternyata memiliki akal yang sangat cerdas.
"Evania, tolong maafkan aku. Tolong, jangan beritahu Uwa tentang perselingkuhan aku dan Naura. Kasihan Naura, dia bisa habis di amuk Uwa." Tubuhku lemas dan terskungkur di lantai.
Kakiku berlutut di depan Evania. Berharap dia tidak melakukan hal-hal yang lebih gila dari sekarang.
"Hahahaha, aku suka melihat suami angkuh sepertimu bertekuk letut di hadapanku. Baikalah, Suamiku Sayang, kamu harus mengikuti permainanku. Kalo tidak, Vidio dan foto mesummu akan sampai di tangan Uwa."
Untuk saat ini, aku harus pura-pura lemah di depan Evania. Biarkan malam ini dia merasa di atas awan. Dia pikir, aku sebodoh itu? tidak. Aku akan memikirkan cara untuk menghilangkan semua bukti.
"Maafkan aku Eva. Aku sangat mencintaimu. Aku akan memutuskan Naura, dan fokus mengurus anak kita. Tolong beri aku kesempatan, demi keharmonisan keluarga Ywaku dan keluarga kecil kita."
Amarah seakan terkikis dari wajah Evania. Tatapannya mulai melembut. Aku peluk tubuhnya. Mengelus kepalanya dengan lembut. Tubuh Evania mulai melunak dan membalas pelukanku. Itulah kelemahan perempuan, mudah diluluhkan dengan kata maaf dan sentuhan, hahaha.
"Baiklah, demi anak kita. Kamu harus membuktikannya." Aku hanya tersenyum membalas ucapannya.
*********
"Ayok, kita sarapan," ucap Mbak Imay yang sudah menyiapkan segala macam makanan.
Semua keluarga mulai berkumpul di ruang tengah. Karena anggota yang terlalu banyak, maka kami biasa makan di lantai dengan alas tikar. Senyum dan candaan menghangatkan suasana pagi. Namun, tidak dengan Naura. Dia menatapku dengan sinis.
"Mas suapin yah, Sayang." Aku menyodorkan satu sendok nasi dan lauk tepat di dekat mulut Evania.
"Om Aryan, romantis anget cih," ledek Laras--anak sulung Mbak Devi.
"Namanya juga suami istri, Laras. Anak kecil diem ajah, jangan komen," sahut Mbak Devi.
"Huuh, Namah ikut-ikutan komen ajah. Sirik, bilang bos? hahaha." Aku hanya tertawa mendengar ledekan Laras.
"Lebay!" teriak Naura. Semua orang menatapnya dengan heran.
"Kenapa, Naura?" tanya Evania dengan senyum kemenangan.
"Kamu lebay, Mbak. Perempuan kampung tuh, gak harus di perlakukan soswet, Aryan. Nanti jadi kepedean, merasa sok cantik, terus kegatelan sama pria lain."
"Naura diam, jangan berbicara tidak sopan sama Evania!" bentaku pada Naura.
Dia langsung menghentikan suapan. Terdiam dan menatapku penuh kekecewaan.
"Aryan, kamu membentaku?" tanya Naura dengan tatapan tidak percaya. Aku hanya diam dan melanjutkan suapan untuk Evania.
Mata Naura berkaca-kaca. Tidak seorangpun yang membelanya. Dia berdiri, dan mengambil tas, kemudian pergi ke luar rumah tanpa pamit.
"Naura, mau ke mana?" tanya Mas Aji. Naura tidak menjawab. Dia berlalu dengan air mata yang membasahi pipi.
"Sudah, lanjutkan makannya. Soal Naura, biar Bapak yang menasehati," tutur Uwa memecahkan kekakuan di anatar kami.
Pov EvaniaSatu bulan berlalu.Rasa syukur tak pernah lepas aku ucapkan. Sampai saat ini, rencana pernikahan aku dan Mas Irsyad dimudahkan.Awalnya, Ayu menolak untuk memberi sertifikat tanah asrama. Namun, negosiasi yang dilakukan Mas Aji dan temannya yang juga seorang pengacara, membuat Bapak Ayu membujuk putrinya untuk mengalah. Mas aji mengatakan, akan memperkarakannya secara hukum, jika Ayu tidak mau memberi sertifikat tersebut. Padahal, pihak Mas Irsyad sudah siap membayarkan hutangnya, maka perbuatannya akan dilaporkan sebagai aksi pengancaman.Kabar baiknya, sertifikat itu masih atas nama Mas Irsyad. Jadi, jalan untuk merebut surat berharga tersebut, makin mudah."Assalamualaikum.""Wa ...." Aku sangat kaget, ketika Mas Aryan tiba-tiba muncul. Dia datang bersama Naura, Uwa dan Mas Aji. Uwa dan Mas Aji, memang sengaja aku undang untuk datang kembali ke sini. Menghadiri akad nikahku."Evania, maafkan aku. Tolong, izinkan aku bertemu anak kita," ucap Mas Aryan dengan raut penye
POV Aryan"Naura," ucapku dengan lesu."Mas, bagaimana, kamu dapat kerjaan gak?" tanya Naura dengan binar penuh harap.Aku tak sanggup menjawab pertanyaannya. Segera aku ambil air putih dan duduk di sampingnya. Mungkin, segelas air bisa membasahkan tenggorokanku yang kering karena menelan pil pahit kehidupan."Mas, jawab. Jangan diem aja kaya patung!" teriak Naura kesal."Be-belum.""Apa, maksud kamu, belum dapat juga kerjaannya?" Aku hanya bisa menggaguk sambil tertunduk."Mas ... bagaimana ini, uang kita sudah sangat krisis. Bulan ini juga belum bayar sewa kontrakan."Tetesan air mata turun dari pipi Naura. Hatiku ikut teriris menyaksikannya. Mau bagaimana lagi, semua sahabat sudah aku datangi untuk minta bantuan, tapi tidak ada yang sudi menolongku. Mereka selalu beralibi, bahwa tak ada lowongan."Maafkan aku, Naura.""Aku tak butuh kata maaf, Mas. Kamu harus cari kerjaan. Aku tidak mau tahu. Jadi kuli bangunan saja, pasti ada lowongan.""Aku sudah mencari kerjaan apapun, tak ada y
Pov NauraHampir enam bulan setelah kepulanganku dari Jawa, hidup terasa sangat pahit. Apa benar, ini yang dinamakan karma?Mas Aryan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan akibat vidio viral kami. Selama enam bulan ini, kami harus berhemat dengan sisa uang PHK yang tinggal sedikit. Hanya ada lima belas juta untuk menunjang kebutuhan kami berdua. Untuk membayar kontrakan, listrik dan membeli makanan setiap harinya. Satu bulan terakhir, kami harus ekstra berhemat karena uang PHK hanya tersisa beberapa ratus ribu saja. Terpaksa, ponsel Mas Aryan harus dijual untuk menutupi biaya makan."Mas, cari kerja dong. Tidur mulu, lihat perutku, semakin hari makin membesar. Boro-boro untuk memenuhi anak kita, memberi nafkah kepadaku saja sangat tidak layak," umpatku dengan nada kesal."Bukan aku nggak mau kerja, Naura. Tapi, tak ada perusahan yang mau memberi jabatan yang sesuai dengan pendidikanku. Aku bingung harus cari kerja dimana.""Halah, jangan banyak alasan, Mas. Mau kerja apa saja, kamu am
"Ternyata benar, Mas Irsyad ada di sini," seruku ketika melihat sosok pria tampan yang aku cintai sedang termenung di sebuah gubuk.Gubuk ini terletak di tengah, antara pesawahan yang sangat luas. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya warna kehijauan. Tumbuhan padi yang baru terlihat daunnya, menambah kesyahduan hati yang menikmatinya. Tempat ini cukup jauh dari perkampungan. Pegunungan dan pepohonan adalah batas ujung mata menatap.Setiap musim menanam dan memanen padi, para warga berbondong- bondong ke sawah. Mereka mengelola sawah dengan cara yang maih tradisional. Pada masa itulah, anak-anak kecil suka bermain di sini sambil mengamati orang tuanya yang sedang bekerja."Evania …."Wajah Mas Irsyad kebingungan menyadari kehadiranku. Matanya terlihat bengkak. Apa dia sudah menangis? rambutnya juga berantakan tak karuan."Mas Irsyad tidak pernah berubah, yah?" tanyaku dengan senyuman sambil duduk di sampingnya. Sebuah ranjang sederhana menghiasa gubuk ini."Maksud kamu apa, Evania
#Sadap_Whatsapp_SaumikuPat 28POV Evania"Eva, ikut aku ke dapur sebentar bisa?" tanya Ayu setelah dia dari teras. Aku yang sedang menggendong bayi mungilku, segera menyerahkannya kepada Mbak Devi. "Mbak, punten, tolong gendong Dede dulu.""Baik Eva, jangan sungkan. Mbak senang menggendong bayi lucumu," sambut Mbak Devi dengan senyum lebar.Mbak Devi memang menyukai anak kecil. Aku sangat bahagia, keluarga dari pihak Mas Aryan sangat baik. Meskipun ayah bayiku tidak ada kabar. Sudah berusaha menghubungi nomer Mas Aryan maupun Naura, tapi tidak aktif.Sedih rasanya, saat pertama kali lahir, bukan bapaknya yang mengumandangkan adzan. Haru biru begitu kentara ketika Mas Irsyad menemaniku dan mengumandangkan azan untuk anakku. Ada kebahagiaan yang diam-diam terpatri dalam hati. "Ada apa, Yu?""Evania, kamu menganggapku sahabatmu, bukan?""Tentu," jawabku dengan tawa renyah. Pertanyaan Ayu terdengar sangat aneh."Selama ini aku sudah menolongmu agar terbebas dari cengkraman Aryan. Semu
"Silahkan, diminum Uwa, Mbak dan Mas Aji." Ayu membawa beberapa gelas minuman.Wajahnya terlihat sumringah. Semua mata menatap dengan ramah. Berbeda denganku, rasa kesal mengguncang jiwa. Isi kepala terus bermunculan banyak pertanyaan. Apa lagi rencana jahat ayu?Senja menjelang, aku dan Umi memutuskan untuk pamit dulu ke rumah. Ada jadwal mengajar anak-anak di asrama."Evania, aku pamit dulu yah, jaga dirimu di sini. Jangan mudah percaya kepada siapapun," ucapku lirih saat berdampingan dengan Evania.Evania mengernyitkan alis mencerna perkataanku. Netranya seakan meminta penjelasan."Mas Irsyad, nanti ke sini lagi?" tanya Ayu."Iya.""Bagus, nanti kita bahas rancangan gaun pernikahan, dekorasi dan lainnya.""Iya." Aku segera pergi, tak betah basa-basi dengan Ayu. ******Adzan magrib berkumandang. Aku bersama seluruh penghuni asrama melaksanakan solat berjamaah. Setelahnya, dzikir bersama. "Kelas ula, ada jadwal ngajar Mas, yah?""Iya Mas, pelajaran safinatun najah," ucap Ari salah