Share

BAB. 7 Kepergok Mencuri

Jihan baru saja sampai di depan rumahnya. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat beberapa orang berseragam salah satu bank, ditemani oleh pihak berwajib yang berjumlah lima orang sedang melakukan penyegelan di rumahnya.

Beberapa tetangga terlihat juga ikut menonton aksi dari pihak bank. Untung saja Jihan sedang memakai topi sehingga wajahnya tidak kelihatan.

Karena takut ketahuan dan diminta pertanggungjawaban kepadanya, Jihan pun mulai meninggalkan tempat itu.

Samar-samar dia dapat mendengar dari omongan orang yang berkerumun di situ. jika rumahnya disita karena kedua orang tuanya tidak sanggup lagi membayar cicilan untuk melunasi utang-utang mereka di bank.

Setelah agak jauh dari rumahnya. Jihan pun berteduh di sebuah halte bis. Dia lalu merogoh sakunya untuk memeriksa berapa lagi uang yang tersisa kepadanya.

Ternyata tinggal dua ribu rupiah.

"Sial! Gue benar-benar apes sekarang!" kesalnya dalam hati.

"Apa yang harus gue lakukan sekarang?" Jihan pun menjadi bingung sendiri.

Lalu tiba-tiba terbersit di dalam pikirannya untuk menghubungi kedua temannya melalui sambungan telepon.

"Pasti Salma dan Fabi mau membantuku!" gumamnya senang dalam hati.

Lalu Jihan pun mulai menelepon temannya. Awalnya dia mencoba menghubungi Fabi. Namun sang sahabat tidak mengangkat panggilan telepon darinya sama sekali.

"Fabi kenapa, ya? Kok dia tidak mengangkat telpon dariku?" ucapnya pelan.

Jihan pun gantian menghubungi Salma. Akan tetapi ponsel sahabatnya itu malah sedang tidak aktif.

"Mereka kenapa, sih? Nggak biasanya Salma dan Fabi seperti ini." Jihan mulai merasakan perubahan sikap kedua temannya. Padahal baru juga tadi siang, dia membelanjakan kedua temannya dengan begitu banyak pakaian bermerek.

Padahal sebenarnya Salma dan Fabi sengaja tidak mengangkat telepon darinya. Karena keduanya telah mengetahui jika rumah orang tua Jihan telah disita oleh bank.

Baik Fabi maupun Salma tidak akan pernah mau terlibat lagi dengannya. Kedua gadis itu sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Jihan.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya dalam hati.

Ditengah kebingungannya, Jihan pun mengingat nenek dari ibunya yang selama ini suka menolongnya. Mau tidak mau, dia pun menghubungi sang nenek yang masih tinggal satu kota dengannya.

Jihan masih berada di halte bis. Gadis itu baru saja menghubungi neneknya. Dia sedang menunggu orang suruhan neneknya untuk menjemputnya.

Jihan juga sedang berpikir bagaimana caranya dia menjelaskan semuanya kepada sang nenek.

"Aku harus mencari cara untuk mengambil simpatik nenek!" tegasnya dalam hati.

Tak berapa lama setelah itu jemputan Jihan akhirnya tiba juga. Ternyata yang menjemputnya adalah pamannya, adik dari ibunya.

"Bikin masalah lagi kamu? Tahunya cuma bikin susah orang saja!" ketus sang paman kepadanya.

Tanpa basa-basi, dia malah memarahi Jihan dan menuduhnya telah membuat masalah. Jihan diam saja mendengar semua omelan sang paman.

"Ayo naik! Tunggu apa lagi kamu?" seru Paman Kumar kepada Jihan, agar segera naik ke atas motor butut miliknya.

Masih dengan mode diam, Jihan mulai menaiki motor sang paman yang akan membawanya ke rumah Nenek Omas.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sang nenek, Paman Kumar tak henti-hentinya menceramahi Jihan. Namun gadis itu tetap tidak buka mulut. Dia tidak mengatakan apa pun.

Akhirnya keduanya sampai juga di rumah Nenek Omas.

Sang paman berkata lagi.

"Jihan, Tante Nini sedang hamil muda saat ini. Saya harap kamu tidak menimbulkan masalah lagi!" seru Paman Kumar lalu segera masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Jihan yang masih terpaku di dekat motor tua milik sang paman.

Sekelebat ingatan masa lalu kembali terngiang-ngiang dalam pikirannya. Gadis itu sangat ingat beberapa waktu yang lalu, ada arisan di rumah Nenek Omas. Jihan juga ikut serta di acara itu.

Disaat semua orang sibuk bercengkerama dengan santainya sambil bersenda gurau bersama. Jihan pun menepi dari keramaian itu. Dia mulai melangkah menuju ke kamar tidur paman dan tantenya.

Gadis itu segera masuk ke dalam kamar dan dengan cepat membuka lemari tempat perhiasan milik Tante Nini tersimpan. Namun Jihan tidak tahu, gerak-geriknya yang mencurigakan itu menimbulkan rasa ingin tau dari Tante Nini dengan apa yang hendak dilakukan olehnya. Sang tante lalu mengikuti langkah Jihan.

Alangkah terkejutnya Tante Nini saat melihat jika keponakan dari suaminya itu malah masuk ke dalam kamar pribadinya dan sang suami. Tante Nini yang kaget dengan ada yang dilakukan oleh Jihan saat ini, segera mengirim pesan singkat kepada suaminya untuk segera ke kamar mereka karena ada hal yang sangat penting yang ingin dirinya sampaikan.

Tante Nini menunggu suaminya di depan kamar mereka. Dia takut jika Jihan melarikan diri dan semua perhiasannya telah berhasil dicuri oleh gadis belia itu.

Tak berapa lama, Paman Kumar sampai juga di depan kamar pribadinya dan sang istri.

"Nini, ada apa kamu memanggil ku?" tanya Kumar sedikit kaget.

"Mas, tadi aku lihat Jihan masuk ke dalam kamar kita," ucapnya menjelaskan kepada suaminya.

"Apa? Mau ngapain anak itu?" tanyanya kepada istrinya.

"Aku juga kurang tahu, Mas. Apa jangan-jangan dia mau mencuri di dalam kamar kita?" ujar Nini tak suka.

"Kurang ajar anak itu! Jika dia mau mencuri di dalam kamar kita!" geram Paman Kumar.

Tanpa aba-aba sang paman segera membuka pintu kamar mereka. Saat pintu terbuka, alangkah terkejutnya Paman Kumar saat melihat begitu banyak perhiasan Nini, istrinya yang berada di tangan sang keponakan.

"Jihan! Apa itu di tanganmu? Kamu mau mencuri perhiasan Tante Nini, ya?"

"Ti ... tidak, Paman. Aku hanya ingin melihat-lihatnya saja," sahut Jihan terbata. Dia pun kembali meletakkan perhiasan itu ke dalam lemari.

Namun Paman Kumar tidak percaya begitu saja dengan ucapan sang keponakan yang terkenal sebagai pembohong ulung di keluarganya.

Dia segera memeriksa semua saku celana dan saku baju Jihan.

Alangkah terkejutnya Paman Kumar saat melihat beberapa perhiasan milik istrinya ada pada keponakannya.

"Anak kurang ajar! Dasar pencuri!" teriak Paman Kumar lalu menampar pipi Jihan beberapa kali. Dia juga menendang gadis itu sampai tersungkur dan jatuh ke bawah lantai.

Semua orang yang tadinya sedang berkumpul di ruang tamu. Kini semuanya masuk ke dalam kamar mereka. Karena mendengar jeritan suara Jihan yang kesakitan.

Nenek Omas juga ikut masuk ke dalam kamar pribadi Kumar dan Nini. Sang nenek dapat melihat Jihan yang sedang menangis tersedu-sedu dan sedang tersungkur di bawah lantai.

Melihat cucunya yang sedang menangis tersedu-sedu dan terlihat berantakan, Nenek Omas segera angkat bicara,

"Kumar! Apa yang telah kamu lakukan kepada Jihan! Kamu kenapa memukulinya?" hardik Nenek Omas.

"Jihan hendak mencuri semua perhiasan Nini, Bu! Dasar kamu anak tak tahu diuntung!" teriak Kumar sambil melayangkan satu tendangan kepada keponakannya.

"Sakit!" jerit Jihan histeris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status