Share

BAB. 6 Menjual Perhiasan Hasil Curian

Jihan mulai melangkah menjauhi tokoh perhiasan itu. Kemudian dia berjalan lagi mengitari mall besar tersebut untuk mencari toko perhiasan lainnya yang mau membeli beberapa barang berharga hasil curiannya dari Maid Ningsih.

Setelah berkeliling lama, akhirnya, Jihan menemukan toko perhiasan di dalam mall yang mau membeli semua perhiasan itu.

"Nona, apakah benar semua perhiasan ini milik ibu Anda yang telah lama meninggal?" tanya salah seorang karyawan toko perhiasan tersebut.

"Iya, Mbak. Masa saya bohong? Saya adalah anak yatim piatu, orang tua saya telah lama meninggal. Saya menjual semua perhiasan ini, untuk biaya sekolah saya, Mbak. Minggu depan ujian tengah semester akan dimulai di sekolahan, jadi semua siswa diwajibkan untuk melunasi semua tunggakkan yang berhubungan dengan biaya sekolah."

Jihan menceritakan semua bualannya untuk membuat para karyawan toko perhiasan itu, berbelas kasihan kepadanya. Bahkan dengan sengaja sang gadis mengatakan jika kedua orang tuanya telah lama meninggal.

Begitu teganya Jihan mengatakan semua kebohongan itu. Segala kekecewaannya atas sikap dan penolakan kedua orang tuanya kepadanya, membuat dirinya mengarang cerita bohong tentang mereka.

"Baiklah, Nona. Kami sangat percaya kepada Anda." Lalu karyawan itu pun mulai membayarkan uang yang banyak kepada Jihan.

Rasa senang yang hakiki mulai melingkupi raut wajah Jihan saat rupiah itu berpindah tangan kepadanya. Dia pun segera meraihnya dan ke luar dengan cepat dari toko itu.

Namun salah seorang karyawan toko perhiasan tersebut, ada yang curiga dengan tingkah laku Jihan yang sedikit aneh. Dia pun berpamitan kepada teman-temannya dan berpura-pura akan ke toilet.

"Guys ... aku ke toilet bentar, ya!" pamitnya kepada mereka.

Dia pun mulai melangkah mengikuti ke arah mana Jihan akan pergi. Karyawan toko itu benar-benar menjaga jaraknya dengan Jihan agar dirinya tidak ketahuan.

Karyawan toko itu sangat kaget saat melihat Jihan yang berbelok menuju ke sebuah butik mewah yang khusus menjual pakaian-pakaian bermerek dan limited edition.

"Ya ampun! Ternyata gadis itu berbohong!" serunya tak percaya dengan yang dirinya lihat saat ini.

Karyawan toko itu pun segera kembali ke toko perhiasan tempat dirinya bekerja. Setelah sebelumnya, dirinya mengabadikan beberapa foto Jihan sebagai bukti jika suatu saat ada orang yang menggugat tentang perhiasan tersebut.

Sementara Salma dan Jihan yang baru saja selesai berbelanja mulai mencari-cari keberadaan Jihan.

"Salma! Jihan ke mana sih? Kok nggak kelihatan batang hidungnya?"

"Nggak tahu nih, Fabi!" keluhnya.

"Jangan-jangan Jihan mengerjain kita!" ketus Fabi kesal.

"Gila tuh Si Jihan jika dia berani bermain-main dengan kita!" Salma malah semakin emosi.

"Ayo kita cari Jihan dulu," ajak Fabi.

Para gadis itu pun mulai berpencar mencari keberadaan Jihan, sedang berada di mana saat ini. Namun keduanya tidak menemukan Jihan sedang berada di mana saat ini.

"Fabi, Lo sudah temukan Jihan?"

"Belum, nih. Entah ke mana anak itu perginya!" seru Salma lagi.

"Terus bagaimana cara kita membayar semua belanjaan ini? Masa kita harus mengembalikannya di tempat semula, sih? Mau ditaruh di mana harga diri kita, Salma?" ujar Fabi dengan raut wajah penuh emosi.

"Kurang ajar Lo, Jihan! Berani juga Lo kibulin kita berdua!" Salma semakin marah.

Mereka pun mulai berdebat dan saling menyalahkan satu sama lain. Namun tiba-tiba ditengah adu mulut diantara Fabi dan Salma, tiba-tiba Jihan muncul lalu berkata,

"Guys ... kalian sudah selesai belanjanya?" tanyanya dengan wajah tanpa dosa.

"Jihan!" kaget keduanya serentak.

"Hei ... ada apa dengan kalian? Kok seperti sedang melihat hantu?" tanya Jihan tanpa dosa.

"Ya ampun, Jihan! Lo dari mana saja? Gue dan Fabi dari tadi nyariin Lo!" ketus Salma dengan wajah cemberut.

"Sorry, Guys. Tadi perut gue sakit banget. Jadi gue ke toilet sebentar," ujar Jihan sekenanya.

Padahal pada kenyataannya, Jihan bukannya ke toilet. Akan tetapi gadis itu pergi ke toko perhiasan.

"Yaelah, Jihan! Bilang-bilang dong kalau Lo mau ke toilet, jadi kita nggak panik begini." sergah Fabi.

"Sorry, Guys. Tadi gue buru-buru banget. Oh ya, apakah acara shopping kalian telah selesai?"

"Sudah dari tadi kali! Buruan deh, bayar! Gue buru-buru banget, nih!" ketus Salma yang telah lebih dulu kesal dengan Jihan.

"Iya Jihan, gue juga harus segera pulang ke rumah. Nyokap gue baru saja menelepon. Gue mau ngantein Nyokap ke salon." Fabi juga turut memberi alasan.

"I ... iya, ayo kalian segera mengantri di kasir." serunya kepada kedua teman palsunya.

Setelah sang kasir menyebutkan total belanjaan Salma dan Fabi, Jihan segera membayar semuanya. Beruntungnya, uang hasil dirinya menjual perhiasan milik Maid Ningsih. Mampu membayar semua belanjaan kedua temannya.

Setelah semua pembayaran selesai, Fabi dan Salma, secara bergantian mulai berpamitan kepada dirinya.

"Jihan, gue cabut dulu ya!" ujar Salma.

"Gue juga ya, Jihan. Mau pergi juga." Fabi juga ikut berpamitan.

"Iya, hati-hati ya kalian." sahut Jihan kepada mereka.

"Oh ya, kalau Lo butuh teman untuk menghabiskan waktu bersama, Lo tinggal calling kita-kita. Gue dan Fabi pasti akan segera meluncur secepat mungkin!" Salma mengatakan itu sambil menatap remeh ke arah Jihan yang bodoh itu.

Setelah teman-temannya pergi. Jihan mulai berjalan gontai ke luar dari mall tersebut. Dia lalu merogoh saku roknya. Uang yang tersisa di dompetnya tinggal lima puluh ribu rupiah.

Jihan pun ingin segera pulang ke rumahnya. Dia berencana untuk menjual rumah megah itu. Tapi hal pertama yang harus dirinya lakukan yaitu menemukan di mana letak sertifikat rumah itu berada.

Akan tetapi karena uangnya kurang untuk memesan taksi. Jihan pun terpaksa pulang naik angkutan umum ke rumahnya.

Di sebuah desa di daerah Bogor.

Maid Ningsih baru saja tiba di rumahnya. Saat ini dia sedang menangis histeris, karena anaknya yang sedang sakit keras ternyata telah pergi untuk selamanya meninggalkan seluruh keluarga.

Maid Ningsih tidak memiliki tabungan lagi untuk pengobatan sang anak. Semua perhiasan dan uang yang dirinya kumpulkan selama ini telah dicuri oleh Jihan.

Sebelum hari semakin gelap, Anak Maid Ningsih segera dikebumikan. Seluruh keluarga dan warga desa ikut mengantar sang anak ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Semua orang telah kembali ke rumahnya masing-masing. Namun Maid Ningsih masih berada di makam anaknya. Dia masih menangis dengan sangat tersedu-sedu saat ini.

Wanita itu tak menyangka jika anaknya telah pergi untuk selamanya, karena pengobatan yang kurang memadai. Lalu tiba-tiba dia mengingat Jihan yang telah mencuri semua barang-barang berharga miliknya.

"Nona Jihan! Ini semua gara-gara Anda! Semoga saja karma segera menghampiri Anda, Nona! Tuhan tidak pernah tidur! Biarlah yang kuasa yang akan membalas setiap perbuatan keji, Anda!" Maid Ningsih terus saja menangis meratapi nasibnya yang telah ditinggal oleh anaknya untuk selama-lamanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status