“Sembarangan sekali kau berbicara!” Alana tertawa keras mendengar jawaban yang keluar dari mulut Alden. Moodnya hari ini benar-benar sangat baik karena Alden. Sementara itu Alden hanya diam saja, sudah malas berkata apa-apa. Sudut bibirnya saja yang sedikit tertaik saat melihat Alana. Tak lama setelah mereka selesai makan, seorang wanita datang menghampiri Alden. Wanita itu datang dengan bajunya super ketat, dan langsung duduk di samping Alden tanpa permisi. “Semalam kau meninggalkanku begitu saja,” ucap wanita itu dengan nada suaranya yang terdengar manja. Alden menghela napasnya, “Aku ada urusan penting,” jawabnya singkat. Wanita itu mengerutkan bibirnya. Dia sama sekali tidak memperhatikan Alana yang ada di antara mereka berdua. “Uhmm, permainamu sungguh luar biasa. Bagaimana lagi aku bisa tidur denganmu?” Degh! Alana yang hendak bicara, terdiam dengan tiba-tiba s
“Yak! Apa yang kau lakukan di sini?” Alden bangun dengan malas menatap seorang wanita yang baru saja berteriak padanya itu. Dia tidak berkata apa-apa dan malah menatap bungkusan di tangan wanita itu. “Apa yang kau bawa?” tanya Alden dengan santai. Wanita yang baru saja pulang itu benar-benar dibuat terkejut dengan kehadiran sosok Alden di rumahnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap salah lihat. Tapi sosok Alden sungguh nyata di depannya. Pria itu bahkan mengambil makanan yang ada di tangannya. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal menyaksikan Alden yang tampak kacau. “Kau ini kenapa?” tanyanya sekali lagi pada Alden. “Tidak ada,” sahut Alden santai. Setelah lama berikir, Alden memutuskan untuk pulang ke apartemen Alana. Saat tiba di sana, sang pemiliki rumah ternyata belum kembali. Dia pun tertidur di sana, tanpa sang pemilik rumahnya ada. Alana mengernyit bingung
“Astaga masakanku!” Alana berlari kencang ke dapurnya, dan segera mematikan api kompor. Dia menatap sendu makanan yang telah dibuatnya dengan susah payah itu, dan kini menjadi sia-sia. “Aish, ini semua karena kau, Alden! Kenapa kau ajak aku bicara, dan sekarang lihatlah makanan ini, heh,” kesal Alana. Alden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia yang tidak melakukan apa pun malah menjadi sasaran omelan Alana. Padahal wanita itu sendiri yang meninggalkan masakan di atas kompor tanpa memberitahunya. “Bagaimana ini, tidak ada makanan lagi. Aku malas!” seru Alana yang kesal sembari mencuci pancai yang terbakar itu. “Tinggal pesan, beres!” sahut Alden dengan santai. “Aish, diamlah!” Alana menyahut kesal dengan tatapan matanya yang tajam.Alden mengendikkan bahunya acuh, dan meninggalkan gadis itu sendirian di dapur. Kini dia duduk di ruang tamu, mengamati dengan tenang. Ada sedikit senyum di wajahnya, seola
Alden dan Alana berada di taman itu cukup lama, hingga orang yang menguntitnya merasa jenuh sendiri dan berlalu pergi. Orang itu merasa tak dapat informasi apa-apa, karena Alana dan Alden hanya berbicara random saja. Bahkan kedua orang itu tak terlihat ingin menyerang, justru terlihat seperti sepasang kekasih. Dirasa posisi mereka sudah aman, Alden beranjak dari duduknya. Dia juga mengajak Alana untuk segera pergi. “Seperitnya kita telat,” ucap Alden sembari melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. “Sebenarnya kau ini mau mengajakku kemana?” tanya Alana mengikuti langkah besar Alden yang meninggalkan taman itu. “Tidak ada. Kita kembali ke markas saja,” jawab Alden. Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan sudah mulai terlihat sepi, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Bulan bersinar terang di langit malam, seolah malam itu menjadi malam paling tenang bagi semua
Setelah beberapa saat memeriksa benda temuannya itu, Alana mengerutkan keningnya semakin dalam. Wajahnya terlihat sangat serius, dan menatap ke arah Alden. “Ini penyadap,” ucap Alana. Alden menggertakkan giginya. Ia benar-benar tidak menyangka jika ada benda seperti itu berada di rumahnya. Entah sejak kapan benda itu ada, ia sama sekali tidak tahu. “Kamu harus periksa, Alden. Siapa tahu saja masih ada di tempat lain, atau bahkan kamera pengintai,” kata Alana sembari mencari sesuatu dari monitor Alden Jari-jemarinya dengan cekatan bergerak di atas keyboar. Meski mulutnya terus bicara, tapi matanya dengan serius menatap layar monitor. “Apa mungkin ini barang yang tidak sengaja ditinggalkan mantan istrimu itu, ya?” Alden menaikkan alisnya sebelah saat mendengar pertanyaan Alana. Ia terdiam, dan menganggukkan kepalanya setelah mencerna ucapan gadis itu. Tidak menutup kemungkinan, Vivian menaruh
Alden tidak menjawab pertanyaan Frey. Dia megajak Frey keluar untuk berbicara, dan tidak mengganggu Alana yang sedang tertidur. “Ada apa?” tanya Frey yang melihat Alden dengan wajah seriusnya. “Alana menemukan alat penyadap di rumah. Entah dari kapan benda itu ada di sana, dan kurasa sudah sangat lama,” jelas Alden. “Apa? Penyadap? Bagaimana itu bisa ada di sana?” tanya Frey yang seakan tak percaya dengan penjelasan Alden tersebut. Pasalnya, dia tahu bagaiamana seorang Alden. Pria itu sangat teliti dalam melakukan apa pun. Alden bisa tahu jika ada seorang penyusup masuk ke rumahnya. Tapi... apa ini ulah Vivian? “Aku juga tidak tahu,” jawab Alden sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Kedua pria itu terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Mereka juga sama-sama mencara jalan keluar dari semua masalah yang sedang menimpa mereka itu. “Besok kau pergi periksa di sana, jan
Pagi-pagi sekali Frey sudah pergi, sehingga Alana tidak tahu jika pria itu juga menginap di tempatnya. Entah apa yang ada di pikiran kedua orang yang lebih kaya darinya itu sampai mau menginap di tempat kecilnya. Alana telah siap dengan pakaian kerjanya, begitupun dengan Alden. Pria itu benar-benar memindahkan barangnya ke tempat tinggal Alana. Apa yang bisa dikatakan Alana? Ya, semoga saja dirinya tidak diserang oleh fans fanatik pria kejam itu. “Kau akan ke kantormu?” tanya Alden sembari memasang jam di tangan kirinya. “Iya,” jawab Alana singkat yang juga sedang merapikan beberapa berkas yang perlu dia laporkan kepada atasannya. Alden melirik Alana sekilas, dan dia kembali teringat panggilan telepon yang masuk ke ponsel Alana. “Ah, Alana,” panggil Alden yang membuat gadis itu menoleh padanya. “Kusarankan kau berhati-hati. Entah itu perempuan atau pun laki-laki, jangan mudah percaya,” ucap
“Apa hasilnya bisa dipulihkan?” Alana sejak tadi sibuk dengan rekan kerjanya. Dia bahkan melewatkan waktu makannya karena terlalu sibuk. “Sedikit lagi selesai, Al,” jawab rekan kerja Alana. Alan kembali duduk di kursinya. Jari-jemarinya menari indah di atas keyboardnya, memeriksa kamera yang dia sengaja dia tinggalkan di rumah Alden tanpa sepengatahuan pemiliknya. Dia bahkan meretas keamanan yang ada di rumah Alden. Namun, sejauh ini dia belum menemukan hal aneh di sana. Terlihat Alden baru saja meninggalkan kediamanya. “Alana, ini sudah selesai,” panggil rekan kerjanya yang membuat fokus Alana berpindah. Gadis itu beranjak dari duduknya, dan mendekat ke arah rekan kerjanya itu. Dia melihat proses berhasil di layar monitor milik rekan kerjanya. “Berikan padaku, aku ingin mendengarnya sendiri,” ucap Alana yang menghentikan tangan temannya yang hendak menyalakan rekaman yang berhasil dipuli