Home / Romansa / SANG MENANTU TERBUANG / ARUNA DI UJUNG TANDUK DAN PANGGILAN PERTAMA

Share

ARUNA DI UJUNG TANDUK DAN PANGGILAN PERTAMA

Author: langitkelabu
last update Last Updated: 2025-10-19 02:26:53

Aruna Laksita, pewaris tunggal Laksita Corp, dikenal memiliki saraf sekeras baja. Jarang sekali ada yang bisa membuatnya kehilangan ketenangan, apalagi di depan umum. Namun, kartu nama hitam pekat yang diletakkan Tuan R di gelas sampanyenya terasa seperti bom waktu yang berdetak di tangannya.

Ia menatap kartu itu lama. Tidak ada logo mewah, tidak ada nomor telepon pribadi, hanya nama perusahaan Black Dragon Capital dengan font Gothic yang elegan, dan di bawahnya: R. Singkat, misterius, dan arogan seperti pria yang memberikannya.

“Siapa pria itu?” Aruna bertanya pada asisten pribadinya, Raya, dengan nada rendah yang tidak berusaha menutupi kekesalannya.

Raya, seorang wanita cerdas yang selalu sigap, berbisik, “Dia dikenal sebagai Tuan R, Nona. Tidak ada jejaknya di dunia elit sebelum tiga hari lalu, saat ia mendirikan Black Dragon Capital dari sisa sisa perusahaan bangkrut. Tapi desas desus mengatakan, ia tiba-tiba memegang likuiditas miliaran, dan memiliki jaringan yang sangat rahasia.”

Aruna menghela napas. Masalah lahan di Jakarta Timur benar-benar membuatnya berada di ujung tanduk. Proyek ambisius Laksita Corp terancam dibatalkan jika klaim hukum lama itu muncul. Keluarga pesaingnya, terutama Keluarga Widjaja, pasti sedang mengendus kelemahan ini.

“Dia bilang punya solusi sempurna,” gumam Aruna, tatapannya menyala karena harga diri. “Semua orang hanya menawarkan uang tunai. Tapi dia… dia menawarkan jawaban sebelum aku bertanya. Dia seperti tahu apa yang akan terjadi.”

Aruna memutar gelasnya, dingin dan sombong seperti biasa, tetapi di dalam, kecemasannya mulai merangkak naik. Ia tahu Tuan R tidak sedang menggodanya; Tuan R sedang memberinya ultimatum yang dingin.

“Buang kartu ini, Raya,” perintah Aruna, tetapi tangannya sendiri yang meletakkan kartu nama itu dengan hati-hati ke dalam tas malam mewahnya. Perintahnya bertentangan dengan aksinya, menunjukkan betapa pria itu telah mengganggu ketenangannya.

***

Sementara Aruna bergumul dengan penawaran misterius itu, di sudut ruangan, Kinanti Atmadja tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Tuan R. Pria itu berdiri di dekat jendela, berbicara dengan beberapa pejabat penting, gesturnya santai namun berwibawa.

Kinanti merasakan perutnya mual, bukan karena sampanye, tetapi karena penyesalan yang mendalam, dicampur dengan gairah aneh yang tiba-tiba muncul. Pria di hadapannya adalah segalanya yang ia inginkan: kekuasaan, misteri, dan aura dominasi yang menindas. Dan ia telah mencampakkan pria itu.

Daniel Kusumo yang berdiri di sebelahnya terasa seperti boneka. Daniel terlalu polos, terlalu mudah dibaca, terlalu biasa di samping meteor gelap yang tiba-tiba bernama Tuan R.

“Kinanti, kenapa kau terus menatap pria itu?” Daniel bertanya, nadanya cemburu.

Kinanti tersentak. “Tidak ada, Daniel. Aku hanya merasa familiar… dia mirip dengan seseorang yang pernah kukenal.”

“Jangan konyol. Pria itu adalah Tuan R. Bagaimana mungkin dia mirip dengan menantumu yang miskin itu? Arya hanya tikus gudang. Pria ini adalah Raja. Mereka seperti langit dan bumi,” cibir Daniel.

Cibiran Daniel justru semakin melukai Kinanti. Tikus gudang... Raja. Ya, ia telah mengusir Raja.

Kinanti melepaskan genggaman tangan Daniel, dan dengan keberanian yang didorong oleh penyesalan, ia memutuskan untuk mendekati Tuan R. Ia harus memastikan, ia harus tahu.

Ia berjalan menuju Tuan R dengan langkah anggun. “Tuan R?”

Arya, yang sedang mendengarkan penjelasan seorang Menteri tentang kebijakan infrastruktur, berbalik perlahan. Matanya yang dingin menatap Kinanti. Tidak ada kilatan pengakuan, tidak ada emosi, seolah Kinanti hanyalah serangga yang terbang melintas.

“Ya?” tanya Arya. Suaranya datar, formal, seperti berbicara dengan orang asing.

Kinanti berusaha tersenyum semanis mungkin, senyum yang dulu selalu berhasil meluluhkan Arya. “Saya Kinanti Atmadja. Atau, Kinanti Kusumo segera. Senang bertemu dengan Anda. Perusahaan Anda, Black Dragon Capital, sangat menarik perhatian kami.”

Arya menyipitkan matanya sedikit, gerakan yang begitu kecil, tetapi membuat Kinanti merinding. “Atmadja? Oh, perusahaan yang bergerak di bidang distributor kecil, bukan? Maaf, saya tidak tertarik pada sektor itu. Dan saya tidak mengenal Anda.”

Kinanti merasa seperti ditampar. Ia tidak mengenalinya! Atau pura pura tidak mengenalinya.

“Tuan R, tunggu. Maksud saya, saya... kami kenal dengan baik Arya Dirgantara. Mantan menantu keluarga kami. Kami dengar dia mengalami kesulitan, dan saya hanya ingin tahu, apakah Anda… pernah bertemu dengannya?” Kinanti memberanikan diri menembak langsung.

Arya akhirnya tersenyum. Senyum itu dingin, sinis, dan penuh ancaman tersembunyi.

“Arya Dirgantara?” ia mengulang nama itu, seolah mencicipi sampah. “Ah, si pecundang itu. Ya, aku pernah dengar. Kabar burung mengatakan dia hanyalah sepotong sampah yang tidak berharga yang akhirnya dibuang oleh keluarganya. Kenapa aku harus repot-repot mengenalnya?”

Kinanti merasakan darahnya mendidih karena hinaan itu, tetapi pada saat yang sama, jiwanya meratap karena fakta bahwa Arya sendiri yang menghinanya. Ia telah menjadi pria yang benar benar asing, tidak lagi menyimpan kehangatan dari masa lalu.

“Saya mengerti,” bisik Kinanti, kalah telak. Ia membungkuk sedikit. “Kalau begitu, maaf telah mengganggu, Tuan R.”

Kinanti berbalik, dan Arya kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Menteri itu, melupakannya secepat ia melupakan debu. Kinanti berjalan kembali ke Daniel, hatinya hancur berkeping-keping. Ia tidak hanya kehilangan Arya yang mencintainya, tetapi ia kehilangan kesempatan untuk memiliki Tuan R yang berkuasa.

***

Keesokan harinya, Aruna Laksita menghadapi badai. Klaim hukum yang ditakutinya akhirnya muncul di pengadilan, diajukan secara anonim oleh entitas misterius. Proyek Laksita Corp terancam dibekukan, saham perusahaan anjlok tajam.

Di ruang rapat, di lantai paling atas Laksita Tower, Aruna duduk sendirian di meja mahoni panjang, memandang pemandangan kota yang terbentang luas, ironisnya, sama luasnya dengan masalahnya.

Pria pria di lingkaran sosialnya yang kemarin memujanya, kini menghilang. Bahkan ayahnya, sang konglomerat, sedang berada di luar negeri, memaksanya menghadapi krisis ini sendirian.

Aruna mengambil kartu nama hitam pekat dari tasnya. Tangan dinginnya memegang kertas itu. Ia ingat senyum sinis dan mata tajam Tuan R. “Ketika Anda menyadari bahwa Anda sedang tenggelam, hubungi saya. Saya tidak akan menunggu lama.”

Harga dirinya melawan. Aruna Laksita tidak pernah meminta bantuan. Ia selalu berdiri tegak. Tetapi keadaan memaksanya. Kekalahan di sini akan berarti kehancuran.

Dengan napas yang tercekat, ia mengambil ponselnya dan mengetik nomor di kartu itu. Ia tidak berharap ada jawaban, atau setidaknya, ia berharap penolongnya akan merayunya.

Panggilan tersambung pada dering kedua.

“Halo?” Suara itu. Dalam, dingin, dan tidak ramah.

Aruna menarik napas panjang, memasang kembali topeng arogannya. “Tuan R, ini Aruna Laksita. Saya kira Anda benar. Saya tenggelam.”

Keheningan sejenak di ujung sana terasa seperti hukuman.

“Saya tidak mendengar permohonan, Nona Laksita. Saya hanya mendengar pengakuan.”

Aruna menggertakkan gigi. Pria ini sangat menjengkelkan! “Baik. Saya butuh bantuan Anda, Tuan R. Berapa harga solusi Anda?”

Tawa dingin terdengar dari seberang, tawa yang tidak lucu sama sekali. “Uang tidak bisa membeli saya, Nona Laksita. Apalagi uang Anda. Tapi saya akan memberi Anda satu kesempatan. Datang sendiri ke alamat yang saya kirimkan. Jam delapan malam ini. Datanglah sebagai seorang pebisnis yang putus asa, bukan sebagai putri raja. Dan jangan pernah terlambat.”

Panggilan terputus. Aruna menatap ponselnya dengan mata terbelalak. Dia diperintah. Dia, Aruna Laksita, pewaris Laksita Corp, diperintah oleh pria tak dikenal. Marah, tetapi tak berdaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG MENANTU TERBUANG   HUKUM

    Tepat tiga jam kemudian, Erika Schmidt, The Architect, kembali ke penthouse Arya dan Aruna Laksita. Ekspresinya menunjukkan konflik antara kehati-hatian dan ambisi yang menggebu. Komite Tujuh di Eropa telah memberikan izin; Proyek infrastruktur Singapura yang ditawarkan Black Dragon Capital terlalu besar dan terlalu menguntungkan untuk dilewatkan."Kami menerima tawaran kemitraan Anda," kata Erika, menjabat tangan Aruna dengan profesional. "Namun, kami menuntut transparansi penuh. Kami ingin semua perjanjian kontrak diatur di bawah hukum Swiss untuk menghindari yurisdiksi Asia.""Tentu saja," jawab Aruna dengan senyum dingin. "Kami menghargai standar hukum Eropa. Namun, untuk memulai proyek di Singapura, kontrak awal harus ditandatangani di bawah Hukum Kontrak Singapura, hanya sebagai formalitas awal. Setelah itu, kita bisa beralih ke Swiss."Erika Schmidt, yang terlalu fokus pada klausa utama yang akan ia negosiasikan nanti, sedikit mengabaikan formalitas kecil ini. Ia menganggap Huk

  • SANG MENANTU TERBUANG   KEKUASAAN

    Setahun setelah kehancuran Geng Utara dan pernikahan politik mereka, kekuasaan Arya dan Aruna Laksita berada di puncaknya. Klan Tirtayasa telah sepenuhnya mencaplok aset Tuan Besar, dan Black Dragon Capital menjadi entitas keuangan global yang tak terhindarkan. Pesta pertunangan Arya dan Aruna, meskipun dikemas secara minimalis, telah mengukuhkan mereka sebagai Pasangan Kekuasaan yang tak tertandingi di Asia.Mereka sekarang tinggal di markas utama yang baru, sebuah menara pribadi di jantung distrik bisnis Singapura, simbol perpindahan pusat gravitasi kekuasaan mereka.Sore itu, Aruna sedang berada di kantor pribadinya, mengawasi pergerakan konsolidasi aset real estate di Eropa Timur. Arya masuk, wajahnya menunjukkan ketegasan yang mendalam, bukan kemarahan."Masalah di Rumania?" tanya Aruna tanpa mendongak, merasakan aura Arya."Lebih besar," jawab Arya, mendekati meja Aruna. Ia meletakkan selembar dokumen tebal yang dihiasi dengan segel resmi yang asing. "Aku menerima ini dari Jari

  • SANG MENANTU TERBUANG   TAKDIR

    Beberapa bulan telah berlalu sejak malam berdarah di atas kapal pesiar The Northern Star. Berita tentang kekalahan Geng Utara tidak pernah sampai ke media massa; itu adalah berita yang hanya beredar di kalangan elit tergelap di Asia. Tuan Besar dari Mongolia tewas, Evan Adhiguna tewas, dan kekosongan kekuasaan yang tercipta dengan cepat diisi oleh kekuatan baru klan Tirtayasa, yang kini dipimpin oleh Arya.Di mata publik, Tuan R baru saja menuntaskan investasi besar besaran di Singapura dan kembali ke Jakarta dengan kekuasaan yang tak tergoyahkan.Arya dan Aruna Laksita duduk di ruang kerja penthouse mereka, yang kini jauh lebih besar dan lebih mewah, terletak di puncak gedung tertinggi di ibukota. Lantai kaca memperlihatkan pemandangan seluruh Jakarta yang berkilauan di bawah kendali mereka.Arya, meskipun telah pulih dari luka tembaknya, kini membawa bekas luka tipis di perutnya—pengingat permanen akan malam di Panti Asuhan. Ia tampak lebih tenang, lebih dingin, dan jauh lebih berba

  • SANG MENANTU TERBUANG   PERTARUNGAN

    Kapal pesiar mewah The Northern Star berlayar perlahan di Selat Singapura. Di dek teratas, ruang dansa yang dihias mewah menjadi tempat pertemuan paling berbahaya di Asia. Para kepala sindikat kriminal terbesar berkumpul, menunggu konfrontasi yang telah mereka dengar: bangkitnya Klan Tirtayasa melawan hegemoni Geng Utara.Arya dan Aruna Laksita tiba dengan perahu speedboat di tengah malam, dikawal oleh Kakek Pranata dan dua pengawal Tirtayasa yang menyamar sebagai kru kapal. Arya terlihat sempurna dalam tuksedonya, menyembunyikan rasa sakit dari luka tembak di perutnya. Aruna, mengenakan gaun malam emas yang mencolok, memancarkan aura kekuasaan yang kejam, persis seperti Ratu yang sombong.Mereka memasuki ruangan. Semua mata tertuju pada mereka. Bisikan berdesir, mengomentari keberanian, atau kebodohan, Arya yang muncul di hadapan musuh-musuhnya.Di tengah ruangan, duduklah Lelaki Tua dari Mongolia, Tuan Besar Geng Utara. Ia adalah pria tua dengan aura dingin yang mematikan, dikelilin

  • SANG MENANTU TERBUANG   LANGKAH TERKAHIR

    Setelah insiden di Panti Asuhan Kasih Bunda dan markas Menteng, Jakarta kembali tenang, namun di bawah permukaan, gejolak kekuasaan sedang memuncak. Arya dilarikan ke fasilitas medis rahasia Tirtayasa di bawah pengawasan ketat Kakek Pranata. Luka tembak di perutnya cukup dalam, membutuhkan operasi mendesak dan pemulihan yang lambat.Beberapa hari pertama adalah pertarungan antara hidup dan mati. Darah yang hilang dan trauma akibat benturan fisik membuat Arya terbaring lemah. Ia tidak bisa langsung "naik tingkat" atau pulih secara instan.Aruna Laksita tidak pernah meninggalkan sisinya. Ia duduk di samping ranjang Arya, di ruangan steril yang dijaga ketat oleh pengawal klan. Ia mengabaikan pekerjaannya di Laksita Corp, mendelegasikannya kepada Raya. Bagi Aruna, Arya adalah prioritas utama."Anda melanggar perintah," bisik Aruna suatu sore, saat Arya membuka matanya, wajahnya sangat pucat. "Anda seharusnya tetap hidup dan sehat, bukan berakhir di sini."Arya mencoba tersenyum, tetapi h

  • SANG MENANTU TERBUANG   PENGORBANAN

    Di Panti Asuhan Kasih Bunda, Arya dihadapkan pada ancaman mematikan. Dua pengawal Evan melepaskan tembakan ke arahnya. Arya bergerak cepat, mengandalkan refleks yang diasah oleh pelatihan Klan Tirtayasa. Ia melompat ke balik tiang beton, peluru menghantam dinding di belakangnya."Kau tidak akan lari, Arya!" teriak Kinanti, kini berdiri di samping Evan, wajahnya puas melihat mantan suaminya dalam kesulitan. "Kau akan mati di sini, di tempat kenanganmu!"Arya tahu ia tidak bisa melawan mereka berdua dengan senjata api di ruang terbuka. Ia melemparkan pisau Tirtayasa ke arah lampu gantung, memadamkan satu satunya sumber cahaya di aula. Kegelapan menyelimuti ruangan, memberikan Arya keunggulan.Pertarungan kembali ke mode yang Arya kuasai: pertempuran bayangan. Ia bergerak secepat hantu, menggunakan suara langkah kaki Kinanti dan Evan sebagai panduan.***Sementara itu, di kawasan Menteng, Aruna Laksita telah tiba di rumah tua yang dicurigai sebagai markas rahasia Evan. Drone kecil yang i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status