Home / Romansa / SANG MENANTU TERBUANG / PERJANJIAN DI SARANG NAGA

Share

PERJANJIAN DI SARANG NAGA

Author: langitkelabu
last update Last Updated: 2025-10-20 00:27:30

Pukul delapan malam tepat. Aruna Laksita mengendarai sedan mewahnya sendiri, tanpa sopir, tanpa pengawal. Ia mengenakan setelan bisnis sederhana yang elegan, membuang jauh jauh gaun pesta dan perhiasan mahalnya.

Ia menuruti setiap perintah Tuan R dengan perasaan terhina, tetapi ia tahu ia tidak punya pilihan. Kekalahan adalah aib yang tidak bisa ditanggungnya.

Alamat yang diberikan Tuan R membawanya kembali ke pinggiran kota yang suram, ke gedung tua yang sama sekali tidak terlihat seperti markas konglomerat. Aruna memarkir mobilnya di depan pintu baja besar dan melangkah keluar, langsung disambut oleh aura dingin dan sunyi.

Pintu itu terbuka, dan yang menyambutnya adalah Kakek Pranata. Pria tua itu menatap Aruna dengan mata tajam, seolah sedang menilai kualitas barang dagangan.

“Nona Laksita. Selamat datang di sarang kami. Tuan R sudah menunggu,” sapa Kakek Pranata, suaranya parau.

Aruna mempertahankan postur angkuhnya. “Saya lebih suka bertemu Tuan R di kantor yang lebih layak. Tempat ini terlihat seperti tempat pembuangan sampah.”

Kakek Pranata tertawa kecil. “Tuan R berbisnis dengan masalah yang dibuang oleh orang lain, Nona. Masuklah.”

Aruna melangkah ke dalam gudang besar itu. Lampu neon berkelip redup, dan udara berbau besi, tembakau, dan… kekuasaan.

Di tengah ruangan, di bawah satu satunya lampu sorot yang terang, duduklah Arya di kursi kulit hitam. Di depannya, di atas meja logam tua, terhampar dokumen-dokumen dan sebuah pistol yang tergeletak santai, seolah menjadi bagian dekorasi alami.

“Tepat waktu,” sapa Arya tanpa berdiri. Matanya yang sedingin es menyambut Aruna. “Duduk.”

Aruna merasakan kemarahan meluap di dadanya karena perlakuan itu. Ia, Aruna Laksita, tidak pernah diperlakukan seperti bawahan. Namun, ia duduk.

“Langsung ke intinya, Tuan R,” ujar Aruna. “Klaim hukum yang diajukan hari ini. Anda di belakangnya?”

Arya menyeringai dingin. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Anda terlalu meremehkan potensi musuh Anda, Nona Laksita. Saya bukan pembuat masalah. Saya adalah pemadam kebakaran yang tahu bagaimana cara memicu api. Musuh Anda, Keluarga Widjaja, adalah dalangnya. Tapi ya, saya tahu semua tentang dokumen hak guna lahan yang membuat proyek Anda terhenti.”

Arya mendorong sebuah flash drive hitam ke hadapan Aruna. “Di dalamnya, ada salinan dokumen asli yang membuktikan klaim tersebut. Jika dokumen itu diserahkan ke pengadilan, proyek Anda mati. Laksita Corp akan kehilangan miliaran dan reputasi Anda hancur.”

Aruna mengambil flash drive itu, tangannya sedikit gemetar. “Kenapa… kenapa Anda memiliki ini?”

“Karena itu adalah warisan dari ayah saya. Jaringan kami telah mengawasi lahan itu selama bertahun tahun. Kebetulan, kami juga mengawasi kelemahan bisnis besar di ibukota. Sekarang, saatnya negosiasi. Anda butuh saya untuk menghancurkan klaim ini dan membungkam Widjaja. Saya butuh sesuatu yang jauh lebih berharga daripada uang Anda.”

Aruna menatapnya tajam. “Katakan. Apa yang Anda inginkan? Saham? Jabatan CEO Laksita? Saya bisa memberikannya.”

Arya tertawa pelan, tawa yang menusuk seperti es. “Saya tidak butuh perusahaan Anda, Nona. Saya bisa membeli sepuluh perusahaan seperti Laksita jika saya mau. Yang saya butuhkan adalah kendali penuh atas diri Anda, Aruna Laksita.”

Aruna terkejut. “Apa maksud Anda? Kendali?”

“Saya butuh Anda sebagai partner, Aruna. Front publik saya. Wajah yang bersih dan terpercaya di dunia elit. Anda akan menjadi perisai saya, yang memungkinkan Black Dragon Capital masuk ke bisnis legal tanpa terdeteksi oleh musuh lama saya. Di depan publik, kita adalah aliansi bisnis yang kuat. Di balik layar, Anda menuruti semua perintah saya, tanpa pertanyaan. Anda adalah Ratu saya di panggung, dan saya adalah Raja yang mengendalikan Anda dari bayangan.”

Aruna bangkit, wajahnya merah karena marah. “Anda gila! Anda meminta saya untuk menjadi boneka. Saya tidak akan menjual diri saya, Tuan R!”

Arya juga bangkit, gerakannya tiba-tiba dan cepat. Ia mendekat, auranya yang dingin dan gelap menyelimuti Aruna. Ia mencondongkan tubuhnya, tatapannya menusuk mata Aruna.

“Anda sudah menjual diri Anda, Aruna. Saat ini, harga diri Anda adalah nol. Jika Anda keluar dari ruangan ini tanpa perjanjian, besok pagi, Widjaja akan mengajukan dokumen ini. Anda akan kehilangan semuanya. Anda akan malu seumur hidup. Saya menawarkan Anda kesempatan untuk berkuasa, atau hancur. Pilih.”

Ketegangan di antara mereka begitu pekat. Kedua karakter dominan itu bertarung dalam perang psikologis yang panas dan dingin. Aruna merasakan bau tembakau Arya, sentuhannya yang hampir menyentuh, tetapi ia menolak untuk mundur.

“Jika saya setuju,” desis Aruna, “apa imbalan saya? Selain menyelamatkan proyek bodoh ini.”

“Imbalan Anda?” Arya menyeringai, senyum pemangsa. “Saya akan membuat Anda tak terkalahkan. Anda akan mendapatkan kekuasaan di ibukota yang bahkan ayah Anda tidak pernah mimpikan. Saya akan melenyapkan musuh Anda satu per satu. Dan yang paling penting… Anda akan memiliki akses penuh ke sumber daya tak terbatas dari Klan Tirtayasa. Semua kekuasaan, tanpa nama kotor.”

Arya menarik diri, menciptakan jarak fisik yang kembali dingin. “Saya ingin jawaban Anda sekarang, Nona Laksita. Ya, atau pergi dan tenggelam.”

Aruna menatap matanya lama. Ia tidak melihat nafsu, tidak melihat cinta, hanya melihat kekuatan dan ambisi yang murni. Ini bukan pria yang akan menghancurkannya, melainkan pria yang akan membantunya menguasai dunia.

“Baik,” kata Aruna, suaranya nyaris tak terdengar. “Saya terima. Saya akan menjadi aliansi Anda. Tapi ingat, Tuan R, jika Anda mencoba mengkhianati saya, atau mencoba mengendalikan saya terlalu jauh… saya akan menjadi musuh yang paling Anda sesali.”

“Ancaman yang bagus,” puji Arya, mengulurkan tangan. “Saya menghargai keberanian Anda. Selamat datang di tim saya, Aruna. Dan perjanjian pertama kita: mulai besok, Anda dan saya akan tampil sebagai pasangan yang sangat dekat. Bukan cinta, melainkan kekuasaan. Ini akan menjadi tamparan keras di wajah para elit bodoh itu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG MENANTU TERBUANG   ANCAMAN

    Malam itu, penthouse Arya terasa sangat berbeda. Ciuman publik yang dingin dan penuh kuasa itu telah memecahkan ketegangan, tetapi menggantinya dengan keheningan yang lebih berat dan intim. Arya duduk di sofa, memejamkan mata, memproses semua data yang baru ia terima dari Kakek Pranata mengenai pergerakan underground setelah jatuhnya Atmadja Group. Aruna, setelah menyelesaikan panggilan telepon krusial yang mengamankan saham Atmadja, berdiri di balkon, memeluk dirinya sendiri. Aruna berbalik dan berjalan menghampiri Arya. Ia tidak bertanya tentang ciuman itu, melainkan langsung ke masalah. "Kinanti Atmadja akan mengajukan kebangkrutan besok pagi," kata Aruna, suaranya datar. "Kita mendapatkan 70% saham strategis mereka. Itu sudah cukup untuk menguasai jalur logistik. Tapi Daniel Kusumo menghilang. Dia mengambil sisa aset likuid dan melarikan diri." Arya membuka mata. Matanya menunjukkan perhitungan yang dingin. "Daniel tidak penting. Dia hanya boneka. Biarkan dia pergi. Tujuan uta

  • SANG MENANTU TERBUANG   SEBUAH CIUMAN

    Beberapa minggu berlalu sejak perjanjian di gudang tua. Di mata publik dan bursa saham, aliansi Tuan R dan Aruna Laksita adalah badai yang tak terhentikan. Black Dragon Capital bergerak cepat, membersihkan masalah hukum Laksita Corp dengan presisi mematikan. Widjaja Group, musuh lama Aruna, mengalami kerugian telak dan terpaksa menarik diri dari persaingan infrastruktur. Arya dan Aruna menjalankan sandiwara mereka dengan sempurna. Di hadapan kamera, mereka adalah pasangan yang dingin dan dominan. Di balik layar, mereka adalah mitra yang efisien, berbagi kamar penthouse yang sama namun dengan batasan yang ketat Arya sibuk mengurai benang merah kekuasaan yang ditinggalkan Klan Tirtayasa. Malam itu, Arya duduk di depan dinding video di ruang kerjanya, yang menampilkan grafik saham Atmadja Group. Saham perusahaan itu stabil, tetapi Arya tahu, di bawah permukaan, ada retakan yang ia buat. "Atmadja Group bergerak di sektor distributor impor," jelas Arya pada Aruna, yang sedang membaca la

  • SANG MENANTU TERBUANG   KEBENARAN TENTANG KINANTI DAN PELUKAN TANPA PERASAAN

    Setelah pesta peluncuran yang mengguncang ibukota, Arya membawa Aruna kembali ke penthouse milik nya. Keheningan di antara mereka di dalam mobil adalah keheningan yang tegang, diwarnai oleh adrenalin kekuasaan yang baru saja mereka raih. Aruna melepaskan rangkulan Arya begitu pintu lift tertutup. Ia berjalan menuju jendela besar, memandang lampu kota yang gemerlap. “Kerja yang bagus, Tuan R,” ujar Aruna, suaranya kembali dingin. “Kinanti Atmadja tampak seperti akan pingsan. Dia pasti yakin Anda adalah mantan suaminya.” Arya membuka jaket tuksedonya dan melemparkannya ke sofa. Ia menuangkan sebotol whisky ke dalam dua gelas. “Perasaan dan keyakinan Kinanti tidak penting. Yang penting adalah dampak di pasar. Widjaja menarik seluruh tuntutan mereka hari ini. Proyek Anda aman.” Aruna berbalik. “Anda belum menjawab pertanyaan saya sejak Bab 1. Kenapa Anda begitu membenci Kinanti? Kebencian Anda padanya terasa sangat pribadi.” Arya berjalan mendekat, menyodorkan salah satu gelas whisky

  • SANG MENANTU TERBUANG   REAKSI KINANTI DAN PESTA PEMBUKAAN

    Berita tentang aliansi bisnis antara Black Dragon Capital milik Tuan R dan Laksita Corp menyebar di kalangan elit ibukota seperti virus. Namun, yang lebih mengejutkan adalah berita yang dirilis dua hari kemudian: Aruna Laksita dan Tuan R dikabarkan menjalin hubungan yang sangat dekat, bahkan intim. Gosip bertebaran, didorong oleh sebuah foto yang menunjukkan Aruna dan Tuan R meninggalkan pertemuan larut malam, dengan Aruna bersandar sedikit di bahu Tuan R. Di kediaman Atmadja yang mewah, Kinanti melemparkan majalah Elite Asia ke lantai marmer. Halaman depannya menampilkan foto*candid Aruna dan Tuan R dengan judul: "Pasangan Kekuasaan Baru: Bisnis, Cinta, atau Ancaman?" "Tidak mungkin! Dia tidak mungkin Arya!" teriak Kinanti, menunjuk foto Tuan R. Laras, ibunya, duduk santai sambil menyeruput teh. "Tenang, Kinanti. Itu hanya kemiripan fisik yang kebetulan. Pria di foto itu memiliki aura yang seribu kali lebih berbahaya dari menantu sampah yang kita buang. Arya tidak akan pernah b

  • SANG MENANTU TERBUANG   PERJANJIAN DI SARANG NAGA

    Pukul delapan malam tepat. Aruna Laksita mengendarai sedan mewahnya sendiri, tanpa sopir, tanpa pengawal. Ia mengenakan setelan bisnis sederhana yang elegan, membuang jauh jauh gaun pesta dan perhiasan mahalnya. Ia menuruti setiap perintah Tuan R dengan perasaan terhina, tetapi ia tahu ia tidak punya pilihan. Kekalahan adalah aib yang tidak bisa ditanggungnya. Alamat yang diberikan Tuan R membawanya kembali ke pinggiran kota yang suram, ke gedung tua yang sama sekali tidak terlihat seperti markas konglomerat. Aruna memarkir mobilnya di depan pintu baja besar dan melangkah keluar, langsung disambut oleh aura dingin dan sunyi. Pintu itu terbuka, dan yang menyambutnya adalah Kakek Pranata. Pria tua itu menatap Aruna dengan mata tajam, seolah sedang menilai kualitas barang dagangan. “Nona Laksita. Selamat datang di sarang kami. Tuan R sudah menunggu,” sapa Kakek Pranata, suaranya parau. Aruna mempertahankan postur angkuhnya. “Saya lebih suka bertemu Tuan R di kantor yang lebih layak

  • SANG MENANTU TERBUANG   ARUNA DI UJUNG TANDUK DAN PANGGILAN PERTAMA

    Aruna Laksita, pewaris tunggal Laksita Corp, dikenal memiliki saraf sekeras baja. Jarang sekali ada yang bisa membuatnya kehilangan ketenangan, apalagi di depan umum. Namun, kartu nama hitam pekat yang diletakkan Tuan R di gelas sampanyenya terasa seperti bom waktu yang berdetak di tangannya. Ia menatap kartu itu lama. Tidak ada logo mewah, tidak ada nomor telepon pribadi, hanya nama perusahaan Black Dragon Capital dengan font Gothic yang elegan, dan di bawahnya: R. Singkat, misterius, dan arogan seperti pria yang memberikannya. “Siapa pria itu?” Aruna bertanya pada asisten pribadinya, Raya, dengan nada rendah yang tidak berusaha menutupi kekesalannya. Raya, seorang wanita cerdas yang selalu sigap, berbisik, “Dia dikenal sebagai Tuan R, Nona. Tidak ada jejaknya di dunia elit sebelum tiga hari lalu, saat ia mendirikan Black Dragon Capital dari sisa sisa perusahaan bangkrut. Tapi desas desus mengatakan, ia tiba-tiba memegang likuiditas miliaran, dan memiliki jaringan yang sangat rah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status