LOGINTepat tiga jam kemudian, Erika Schmidt, The Architect, kembali ke penthouse Arya dan Aruna Laksita. Ekspresinya menunjukkan konflik antara kehati-hatian dan ambisi yang menggebu. Komite Tujuh di Eropa telah memberikan izin; Proyek infrastruktur Singapura yang ditawarkan Black Dragon Capital terlalu besar dan terlalu menguntungkan untuk dilewatkan."Kami menerima tawaran kemitraan Anda," kata Erika, menjabat tangan Aruna dengan profesional. "Namun, kami menuntut transparansi penuh. Kami ingin semua perjanjian kontrak diatur di bawah hukum Swiss untuk menghindari yurisdiksi Asia.""Tentu saja," jawab Aruna dengan senyum dingin. "Kami menghargai standar hukum Eropa. Namun, untuk memulai proyek di Singapura, kontrak awal harus ditandatangani di bawah Hukum Kontrak Singapura, hanya sebagai formalitas awal. Setelah itu, kita bisa beralih ke Swiss."Erika Schmidt, yang terlalu fokus pada klausa utama yang akan ia negosiasikan nanti, sedikit mengabaikan formalitas kecil ini. Ia menganggap Huk
Setahun setelah kehancuran Geng Utara dan pernikahan politik mereka, kekuasaan Arya dan Aruna Laksita berada di puncaknya. Klan Tirtayasa telah sepenuhnya mencaplok aset Tuan Besar, dan Black Dragon Capital menjadi entitas keuangan global yang tak terhindarkan. Pesta pertunangan Arya dan Aruna, meskipun dikemas secara minimalis, telah mengukuhkan mereka sebagai Pasangan Kekuasaan yang tak tertandingi di Asia.Mereka sekarang tinggal di markas utama yang baru, sebuah menara pribadi di jantung distrik bisnis Singapura, simbol perpindahan pusat gravitasi kekuasaan mereka.Sore itu, Aruna sedang berada di kantor pribadinya, mengawasi pergerakan konsolidasi aset real estate di Eropa Timur. Arya masuk, wajahnya menunjukkan ketegasan yang mendalam, bukan kemarahan."Masalah di Rumania?" tanya Aruna tanpa mendongak, merasakan aura Arya."Lebih besar," jawab Arya, mendekati meja Aruna. Ia meletakkan selembar dokumen tebal yang dihiasi dengan segel resmi yang asing. "Aku menerima ini dari Jari
Beberapa bulan telah berlalu sejak malam berdarah di atas kapal pesiar The Northern Star. Berita tentang kekalahan Geng Utara tidak pernah sampai ke media massa; itu adalah berita yang hanya beredar di kalangan elit tergelap di Asia. Tuan Besar dari Mongolia tewas, Evan Adhiguna tewas, dan kekosongan kekuasaan yang tercipta dengan cepat diisi oleh kekuatan baru klan Tirtayasa, yang kini dipimpin oleh Arya.Di mata publik, Tuan R baru saja menuntaskan investasi besar besaran di Singapura dan kembali ke Jakarta dengan kekuasaan yang tak tergoyahkan.Arya dan Aruna Laksita duduk di ruang kerja penthouse mereka, yang kini jauh lebih besar dan lebih mewah, terletak di puncak gedung tertinggi di ibukota. Lantai kaca memperlihatkan pemandangan seluruh Jakarta yang berkilauan di bawah kendali mereka.Arya, meskipun telah pulih dari luka tembaknya, kini membawa bekas luka tipis di perutnya—pengingat permanen akan malam di Panti Asuhan. Ia tampak lebih tenang, lebih dingin, dan jauh lebih berba
Kapal pesiar mewah The Northern Star berlayar perlahan di Selat Singapura. Di dek teratas, ruang dansa yang dihias mewah menjadi tempat pertemuan paling berbahaya di Asia. Para kepala sindikat kriminal terbesar berkumpul, menunggu konfrontasi yang telah mereka dengar: bangkitnya Klan Tirtayasa melawan hegemoni Geng Utara.Arya dan Aruna Laksita tiba dengan perahu speedboat di tengah malam, dikawal oleh Kakek Pranata dan dua pengawal Tirtayasa yang menyamar sebagai kru kapal. Arya terlihat sempurna dalam tuksedonya, menyembunyikan rasa sakit dari luka tembak di perutnya. Aruna, mengenakan gaun malam emas yang mencolok, memancarkan aura kekuasaan yang kejam, persis seperti Ratu yang sombong.Mereka memasuki ruangan. Semua mata tertuju pada mereka. Bisikan berdesir, mengomentari keberanian, atau kebodohan, Arya yang muncul di hadapan musuh-musuhnya.Di tengah ruangan, duduklah Lelaki Tua dari Mongolia, Tuan Besar Geng Utara. Ia adalah pria tua dengan aura dingin yang mematikan, dikelilin
Setelah insiden di Panti Asuhan Kasih Bunda dan markas Menteng, Jakarta kembali tenang, namun di bawah permukaan, gejolak kekuasaan sedang memuncak. Arya dilarikan ke fasilitas medis rahasia Tirtayasa di bawah pengawasan ketat Kakek Pranata. Luka tembak di perutnya cukup dalam, membutuhkan operasi mendesak dan pemulihan yang lambat.Beberapa hari pertama adalah pertarungan antara hidup dan mati. Darah yang hilang dan trauma akibat benturan fisik membuat Arya terbaring lemah. Ia tidak bisa langsung "naik tingkat" atau pulih secara instan.Aruna Laksita tidak pernah meninggalkan sisinya. Ia duduk di samping ranjang Arya, di ruangan steril yang dijaga ketat oleh pengawal klan. Ia mengabaikan pekerjaannya di Laksita Corp, mendelegasikannya kepada Raya. Bagi Aruna, Arya adalah prioritas utama."Anda melanggar perintah," bisik Aruna suatu sore, saat Arya membuka matanya, wajahnya sangat pucat. "Anda seharusnya tetap hidup dan sehat, bukan berakhir di sini."Arya mencoba tersenyum, tetapi h
Di Panti Asuhan Kasih Bunda, Arya dihadapkan pada ancaman mematikan. Dua pengawal Evan melepaskan tembakan ke arahnya. Arya bergerak cepat, mengandalkan refleks yang diasah oleh pelatihan Klan Tirtayasa. Ia melompat ke balik tiang beton, peluru menghantam dinding di belakangnya."Kau tidak akan lari, Arya!" teriak Kinanti, kini berdiri di samping Evan, wajahnya puas melihat mantan suaminya dalam kesulitan. "Kau akan mati di sini, di tempat kenanganmu!"Arya tahu ia tidak bisa melawan mereka berdua dengan senjata api di ruang terbuka. Ia melemparkan pisau Tirtayasa ke arah lampu gantung, memadamkan satu satunya sumber cahaya di aula. Kegelapan menyelimuti ruangan, memberikan Arya keunggulan.Pertarungan kembali ke mode yang Arya kuasai: pertempuran bayangan. Ia bergerak secepat hantu, menggunakan suara langkah kaki Kinanti dan Evan sebagai panduan.***Sementara itu, di kawasan Menteng, Aruna Laksita telah tiba di rumah tua yang dicurigai sebagai markas rahasia Evan. Drone kecil yang i







