Home / Romansa / SANG MENANTU TERBUANG / TRANSFORMASI DAN RENCANA PESTA ELIT

Share

TRANSFORMASI DAN RENCANA PESTA ELIT

Author: langitkelabu
last update Last Updated: 2025-10-19 02:24:34

Pintu lemari besi yang ditunjuk Kakek Pranata berderit terbuka, mengeluarkan bau debu dan harta yang tersembunyi. Di dalamnya, Arya menemukan sebuah dunia baru yang kontras dengan kehidupan lamanya: tumpukan uang tunai yang diikat rapi, kunci kunci mobil mewah, dan barisan pakaian desainer yang tertata sempurna. Warisan Tirtayasa memang jauh lebih besar dari yang ia duga.

Arya menatap dirinya di cermin besar di sudut ruangan itu. Pria yang ia lihat di cermin bukanlah Arya yang berlutut membersihkan pecahan kaca Kinanti. Pria ini memiliki tatapan tajam, rahang yang mengeras, dan aura berbahaya yang disempurnakan oleh pelatihan Kakek Pranata. Fisiknya telah berubah, lebih ramping, lebih berotot, hasil dari latihan intensif yang brutal.

Ia mengambil setelan jas Italia berwarna charcoal grey yang digantung rapi. Kainnya terasa halus di kulit, memeluk tubuhnya dengan sempurna. Arya memakainya. Seketika, ia tidak lagi tampak seperti buruh gudang. Ia adalah seorang pria terhormat dari kalangan atas, meskipun kehormatan itu diselimuti bayangan kegelapan.

“Ini baru permulaan, Arya,” bisik Kakek Pranata, yang berdiri di ambang pintu, mengisap pipa tembakau. “Pakaian hanya membungkus. Yang penting adalah pikiranmu. Kau harus berpikir seperti predator, bergerak seperti pebisnis ulung. Kau harus menguasai setiap ruangan yang kau masuki.”

“Aku mengerti,” jawab Arya. Suaranya kini lebih dalam, lebih mantap, tanpa ada keraguan dari masa lalunya. “Aruna Laksita. Aku butuh peta permainan di lingkungan barunya.”

Kakek Pranata memberikan tablet digital yang sangat canggih. Layarnya menampilkan data rinci tentang Aruna Laksita: pendidikan, jaringan sosial, kebiasaan, hingga daftar aset Laksita Corp. Informasi ini lebih detail dari laporan intelijen negara.

“Aruna adalah wanita yang dingin, sombong, dan sangat protektif terhadap dirinya sendiri,” jelas Kakek Pranata, sambil menunjuk layar. “Dia dikelilingi oleh pria-pria kaya yang bodoh dan menjijikkan. Dia mencari kekuatan sejati. Dia membenci kelemahan, dan dia akan menguji setiap orang yang mencoba mendekatinya.”

“Aku tidak akan mendekatinya sebagai pria yang tertarik pada kekayaannya. Aku akan mendekatinya sebagai ancaman,” ujar Arya, seringai licik muncul di wajahnya.

“Rencana yang bagus,” puji Kakek Pranata. “Laksita Corp sedang berjuang dengan proyek infrastruktur besar di Jakarta Timur. Sebuah masalah hukum yang rumit dengan izin lahan. Itu adalah titik lemahnya. Pria mana pun akan mencoba menawarkan solusi uang atau koneksi politik. Tapi kau, Arya, kau akan menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditolak.”

Arya mempelajari data di tablet itu dengan cepat. Matanya membaca setiap pasal hukum, setiap nama pejabat yang terlibat, setiap detail lokasi. Otaknya, yang diasah oleh pelatihan Kakek Pranata, bekerja seperti komputer, menganalisis peluang dan risiko dalam hitungan detik.

Ia menemukan celah sebuah dokumen hukum tua yang tampaknya terabaikan, terkait dengan hak guna lahan di masa lalu.

“Permasalahannya bukan pada izin baru, melainkan pada pemilik asli lahan yang tidak terdaftar dengan benar. Jika klaim itu diajukan, seluruh proyek Laksita akan terhenti, bukan?” duga Arya.

Kakek Pranata mengangguk bangga. “Tepat sekali. Tapi menemukan bukti klaim asli itu hampir mustahil.”

Arya tersenyum, senyum yang mematikan dan penuh percaya diri. “Tidak ada yang mustahil bagi Tirtayasa. Aku akan menggunakan jaringan lama ayahku untuk mendapatkan dokumen itu, lalu aku akan menyajikan solusi yang paling dibutuhkan Aruna, sebelum dia tahu dia membutuhkannya.”

“Brilian. Tapi bagaimana kau akan bertemu dengannya? Dia tidak akan menerima tamu tanpa janji,” tanya Kakek Pranata.

“Aku tidak akan menjadi tamu. Aku akan menjadi kejutan,” jawab Arya sambil memandang jadwal sosial Aruna di tablet. “Aruna Laksita dijadwalkan menghadiri acara amal bergengsi, Pesta Gala Emas, di hotel bintang tujuh malam minggu ini. Semua elit ibukota akan ada di sana.”

“Kau tidak memiliki undangan,” kata Kakek Pranata.

Arya menyeringai. “Undangan? Aku akan membeli kehadiranku. Malam ini, aku akan menggunakan sebagian uang tunai ini untuk mendanai sebuah perusahaan kecil yang bangkrut. Aku akan membersihkannya, memberinya nama yang tajam, dan mengubahnya menjadi holding investasi dalam 48 jam. Aku tidak akan masuk sebagai Arya Dirgantara yang baru, melainkan sebagai Tuan R, CEO dari Black Dragon Capital.”

Black Dragon Capital sebuah nama yang langsung merujuk pada koin naga berkepala dua, namun cukup samar untuk tidak menarik perhatian musuh lama Tirtayasa. Langkah licik pertama Arya di dunia bisnis telah lahir.

***

Tiga hari kemudian, di sebuah hotel mewah di pusat kota, Pesta Gala Emas sedang berlangsung. Musik klasik mengalun lembut, sementara para konglomerat dan sosialita saling bertukar senyum palsu dan kartu nama. Di tengah lautan kemewahan itu, dua sosok menarik perhatian semua orang.

Kinanti Atmadja, dengan gaun malam berkilauan, tengah menggandeng tunangan barunya, Daniel Kusumo. Mereka terlihat bahagia, atau setidaknya, Kinanti berusaha keras menampilkan kesan itu. Matanya bersinar bangga setiap kali ia berpapasan dengan kenalan lamanya, menikmati status barunya sebagai calon nyonya Kusumo.

“Sayang, lihatlah Kinanti. Dia terlihat sangat puas setelah menyingkirkan si menantu miskin itu,” bisik seorang sosialita kepada temannya.

Kinanti mendengar bisikan itu dan tersenyum angkuh. Ia merasa lega dan terbebas. Pria yang ia cintai dulu, Arya yang malang, kini hanyalah kenangan pahit yang ia buang. Ia tidak tahu, bahwa 'kenangan pahit' itu sedang berdiri di bayangan, beberapa meter dari mereka.

Di pintu masuk utama, langkah kaki terhenti. Cahaya lampu gantung jatuh pada seorang pria yang baru saja memasuki ruangan. Mengenakan setelan jas charcoal grey yang dirancang khusus, postur tubuhnya tinggi, tatapannya dingin dan acuh tak acuh. Dia tidak tersenyum. Dia tidak melihat siapa pun. Dia hanya berjalan, dan seluruh ruangan seolah menahan napas.

Kinanti, yang tadinya sedang tertawa lepas, tiba-tiba merasakan hawa dingin menusuk punggungnya. Ia menoleh, dan matanya langsung terkunci pada pria itu. Jantungnya serasa berhenti berdetak.

Pria itu... wajah itu, siluet itu... sangat familiar, tetapi juga sangat asing. Jauh lebih tampan, lebih berwibawa, dan seribu kali lebih berbahaya dari mantan suaminya yang malang. Pria itu memancarkan aura kekuasaan murni yang membuat Kinanti merasa seperti debu. Ketika pria itu berpapasan dengan Daniel Kusumo, ia bahkan tidak melirik Daniel. Ini adalah sikap anti naif yang membuat Arya tampak superior.

“Siapa pria itu, Daniel?” tanya Kinanti, suaranya tercekat.

Daniel, yang selalu merasa dirinya paling dominan, tampak gelisah. “Aku tidak tahu. Aku belum pernah melihatnya. Tapi kudengar, dia adalah Tuan R dari Black Dragon Capital. Perusahaan investasi baru yang muncul tiba-tiba dengan dana tak terbatas. Mereka bilang dia orang Asia, sangat misterius.”

Saat Kinanti masih berusaha mencerna sosok asing yang sangat mirip dengan mantan suaminya, pria itu berhenti. Tujuannya bukan Kinanti, bukan Daniel.

Dia berjalan lurus, menuju ke pusat ruangan, tempat seorang wanita cantik dengan gaun perak yang menantang sedang menyesap sampanye dengan angkuh. Wanita itu adalah Aruna Laksita.

Arya berdiri tepat di hadapan Aruna, tangannya sedikit terangkat untuk menunjukkan Segel Naga Kembar yang kini ia pasang sebagai liontin di balik kemejanya sebuah pengingat akan identitasnya. Matanya yang dingin menatap lurus ke mata Aruna yang sedingin es.

“Nona Laksita,” sapa Arya dengan suara rendah yang menggetarkan. “Saya Tuan R dari Black Dragon Capital. Saya punya solusi sempurna untuk masalah lahan Anda di Jakarta Timur, yang akan menghemat miliaran rupiah dan memenangkan perang hukum Anda. Sayangnya, ini terlalu penting untuk dibahas di pesta ini.”

Aruna, yang dikenal tidak pernah terkejut, kini terpaku. Matanya menyipit, berusaha membaca pria yang tiba tiba muncul di hadapannya ini. Sikapnya dingin, kata katanya penuh ancaman dan janji. Dia menarik. Sangat menarik.

“Saya tidak tertarik pada pemodal dadakan, Tuan R,” jawab Aruna, nadanya sombong, berusaha mengendalikan situasi.

Arya hanya tersenyum dingin. Ia mengeluarkan selembar kartu nama sederhana berwarna hitam pekat. “Saya tidak meminta Anda untuk tertarik, Nona. Saya hanya meminta Anda untuk menerima fakta. Ketika Anda menyadari bahwa Anda sedang tenggelam, hubungi saya. Saya tidak akan menunggu lama.”

Arya meletakkan kartu nama itu di gelas sampanye Aruna, lalu berbalik, meninggalkan Aruna yang terpaku. Saat ia melangkah pergi, Kinanti melihatnya. Ia yakin sekarang. Aura itu, mata itu, adalah suaminya... atau versi gelap dari suaminya yang telah mati. Kinanti merasakan getaran ketakutan dan penyesalan yang mendalam. Ia telah mencampakkan berlian demi batu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG MENANTU TERBUANG   HUKUM

    Tepat tiga jam kemudian, Erika Schmidt, The Architect, kembali ke penthouse Arya dan Aruna Laksita. Ekspresinya menunjukkan konflik antara kehati-hatian dan ambisi yang menggebu. Komite Tujuh di Eropa telah memberikan izin; Proyek infrastruktur Singapura yang ditawarkan Black Dragon Capital terlalu besar dan terlalu menguntungkan untuk dilewatkan."Kami menerima tawaran kemitraan Anda," kata Erika, menjabat tangan Aruna dengan profesional. "Namun, kami menuntut transparansi penuh. Kami ingin semua perjanjian kontrak diatur di bawah hukum Swiss untuk menghindari yurisdiksi Asia.""Tentu saja," jawab Aruna dengan senyum dingin. "Kami menghargai standar hukum Eropa. Namun, untuk memulai proyek di Singapura, kontrak awal harus ditandatangani di bawah Hukum Kontrak Singapura, hanya sebagai formalitas awal. Setelah itu, kita bisa beralih ke Swiss."Erika Schmidt, yang terlalu fokus pada klausa utama yang akan ia negosiasikan nanti, sedikit mengabaikan formalitas kecil ini. Ia menganggap Huk

  • SANG MENANTU TERBUANG   KEKUASAAN

    Setahun setelah kehancuran Geng Utara dan pernikahan politik mereka, kekuasaan Arya dan Aruna Laksita berada di puncaknya. Klan Tirtayasa telah sepenuhnya mencaplok aset Tuan Besar, dan Black Dragon Capital menjadi entitas keuangan global yang tak terhindarkan. Pesta pertunangan Arya dan Aruna, meskipun dikemas secara minimalis, telah mengukuhkan mereka sebagai Pasangan Kekuasaan yang tak tertandingi di Asia.Mereka sekarang tinggal di markas utama yang baru, sebuah menara pribadi di jantung distrik bisnis Singapura, simbol perpindahan pusat gravitasi kekuasaan mereka.Sore itu, Aruna sedang berada di kantor pribadinya, mengawasi pergerakan konsolidasi aset real estate di Eropa Timur. Arya masuk, wajahnya menunjukkan ketegasan yang mendalam, bukan kemarahan."Masalah di Rumania?" tanya Aruna tanpa mendongak, merasakan aura Arya."Lebih besar," jawab Arya, mendekati meja Aruna. Ia meletakkan selembar dokumen tebal yang dihiasi dengan segel resmi yang asing. "Aku menerima ini dari Jari

  • SANG MENANTU TERBUANG   TAKDIR

    Beberapa bulan telah berlalu sejak malam berdarah di atas kapal pesiar The Northern Star. Berita tentang kekalahan Geng Utara tidak pernah sampai ke media massa; itu adalah berita yang hanya beredar di kalangan elit tergelap di Asia. Tuan Besar dari Mongolia tewas, Evan Adhiguna tewas, dan kekosongan kekuasaan yang tercipta dengan cepat diisi oleh kekuatan baru klan Tirtayasa, yang kini dipimpin oleh Arya.Di mata publik, Tuan R baru saja menuntaskan investasi besar besaran di Singapura dan kembali ke Jakarta dengan kekuasaan yang tak tergoyahkan.Arya dan Aruna Laksita duduk di ruang kerja penthouse mereka, yang kini jauh lebih besar dan lebih mewah, terletak di puncak gedung tertinggi di ibukota. Lantai kaca memperlihatkan pemandangan seluruh Jakarta yang berkilauan di bawah kendali mereka.Arya, meskipun telah pulih dari luka tembaknya, kini membawa bekas luka tipis di perutnya—pengingat permanen akan malam di Panti Asuhan. Ia tampak lebih tenang, lebih dingin, dan jauh lebih berba

  • SANG MENANTU TERBUANG   PERTARUNGAN

    Kapal pesiar mewah The Northern Star berlayar perlahan di Selat Singapura. Di dek teratas, ruang dansa yang dihias mewah menjadi tempat pertemuan paling berbahaya di Asia. Para kepala sindikat kriminal terbesar berkumpul, menunggu konfrontasi yang telah mereka dengar: bangkitnya Klan Tirtayasa melawan hegemoni Geng Utara.Arya dan Aruna Laksita tiba dengan perahu speedboat di tengah malam, dikawal oleh Kakek Pranata dan dua pengawal Tirtayasa yang menyamar sebagai kru kapal. Arya terlihat sempurna dalam tuksedonya, menyembunyikan rasa sakit dari luka tembak di perutnya. Aruna, mengenakan gaun malam emas yang mencolok, memancarkan aura kekuasaan yang kejam, persis seperti Ratu yang sombong.Mereka memasuki ruangan. Semua mata tertuju pada mereka. Bisikan berdesir, mengomentari keberanian, atau kebodohan, Arya yang muncul di hadapan musuh-musuhnya.Di tengah ruangan, duduklah Lelaki Tua dari Mongolia, Tuan Besar Geng Utara. Ia adalah pria tua dengan aura dingin yang mematikan, dikelilin

  • SANG MENANTU TERBUANG   LANGKAH TERKAHIR

    Setelah insiden di Panti Asuhan Kasih Bunda dan markas Menteng, Jakarta kembali tenang, namun di bawah permukaan, gejolak kekuasaan sedang memuncak. Arya dilarikan ke fasilitas medis rahasia Tirtayasa di bawah pengawasan ketat Kakek Pranata. Luka tembak di perutnya cukup dalam, membutuhkan operasi mendesak dan pemulihan yang lambat.Beberapa hari pertama adalah pertarungan antara hidup dan mati. Darah yang hilang dan trauma akibat benturan fisik membuat Arya terbaring lemah. Ia tidak bisa langsung "naik tingkat" atau pulih secara instan.Aruna Laksita tidak pernah meninggalkan sisinya. Ia duduk di samping ranjang Arya, di ruangan steril yang dijaga ketat oleh pengawal klan. Ia mengabaikan pekerjaannya di Laksita Corp, mendelegasikannya kepada Raya. Bagi Aruna, Arya adalah prioritas utama."Anda melanggar perintah," bisik Aruna suatu sore, saat Arya membuka matanya, wajahnya sangat pucat. "Anda seharusnya tetap hidup dan sehat, bukan berakhir di sini."Arya mencoba tersenyum, tetapi h

  • SANG MENANTU TERBUANG   PENGORBANAN

    Di Panti Asuhan Kasih Bunda, Arya dihadapkan pada ancaman mematikan. Dua pengawal Evan melepaskan tembakan ke arahnya. Arya bergerak cepat, mengandalkan refleks yang diasah oleh pelatihan Klan Tirtayasa. Ia melompat ke balik tiang beton, peluru menghantam dinding di belakangnya."Kau tidak akan lari, Arya!" teriak Kinanti, kini berdiri di samping Evan, wajahnya puas melihat mantan suaminya dalam kesulitan. "Kau akan mati di sini, di tempat kenanganmu!"Arya tahu ia tidak bisa melawan mereka berdua dengan senjata api di ruang terbuka. Ia melemparkan pisau Tirtayasa ke arah lampu gantung, memadamkan satu satunya sumber cahaya di aula. Kegelapan menyelimuti ruangan, memberikan Arya keunggulan.Pertarungan kembali ke mode yang Arya kuasai: pertempuran bayangan. Ia bergerak secepat hantu, menggunakan suara langkah kaki Kinanti dan Evan sebagai panduan.***Sementara itu, di kawasan Menteng, Aruna Laksita telah tiba di rumah tua yang dicurigai sebagai markas rahasia Evan. Drone kecil yang i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status