Inicio / Romansa / SANG MENANTU TERBUANG / PERTEMUAN DENGAN KAKEK PRANATA DAN PELATIHAN MALAM

Compartir

PERTEMUAN DENGAN KAKEK PRANATA DAN PELATIHAN MALAM

Autor: langitkelabu
last update Última actualización: 2025-10-19 02:23:15

Taksi yang ditumpangi Arya melaju jauh ke pinggiran kota, meninggalkan kilauan lampu neon ibukota. Jalanan semakin sepi, berganti menjadi gang-gang sempit yang gelap dan dikelilingi tembok-tembok tinggi.

Alamat yang diberikan Kakek Pranata ternyata mengarah ke sebuah bangunan tua yang tampak tak terurus, terletak di ujung jalan buntu. Bangunan itu seperti bekas pabrik atau bengkel raksasa, dengan fasad beton kusam dan jendela-jendela berdebu yang pecah.

Arya membayar taksi dan melangkah keluar, langsung merasakan dinginnya udara malam. Ia mencengkeram erat koin naga di sakunya, naluri bahayanya berteriak kencang, tetapi rasa ingin tahu dan amarahnya lebih dominan.

“Siapa pun kau, jika kau mencoba menjebakku, kau akan menyesal,” gumam Arya pada dirinya sendiri.

Pintu baja besar di depan bangunan itu sedikit terbuka. Arya mendorongnya dengan hati-hati. Udara di dalam terasa pengap, berbau minyak mesin dan tembakau. Lampu-lampu neon redup berkelip-kelip di langit-langit yang tinggi, menampakkan ruangan luas yang kosong, hanya berisi beberapa peralatan olahraga tua dan target tembak di kejauhan.

Di tengah ruangan, duduklah seorang pria tua di kursi kulit tua. Pria itu tampak kurus, tetapi tatapan matanya tajam dan menusuk. Ia mengenakan kemeja batik yang sudah usang dan celana bahan, tetapi cara ia duduk memberikan kesan kekuatan yang tersembunyi. Itulah Kakek Pranata.

“Selamat datang, Pewaris,” sambut Kakek Pranata, suaranya parau namun penuh wibawa, tanpa menoleh. Ia sedang membersihkan sebuah pistol tua dengan gerakan yang cekatan.

Arya berjalan mendekat, mempertahankan jarak yang aman. “Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Siapa kau sebenarnya? Dan bagaimana kau tahu tentang perceraianku dan koin ini?” Arya mengeluarkan koin naga itu, cahayanya memantul di permukaan logam gelap.

Kakek Pranata akhirnya menoleh, senyum tipis terukir di bibirnya yang keriput. “Aku tahu segalanya. Koin itu, Nak, adalah kunci. Itu adalah Segel Naga Kembar. Simbol dari keluargamu, keluarga Tirtayasa, salah satu klan bayangan tertua di Asia Tenggara.”

Arya tertawa sinis. Tawa itu kering, tanpa humor. “Klan bayangan? Tirtayasa? Cerita apa ini, Kakek? Aku ini hanya Arya Dirgantara, anak panti asuhan yang dicampakkan Kinanti Atmadja.”

“Justru itu, Arya. Mereka membiarkanmu percaya bahwa kau lemah. Mereka menghapus ingatanmu, membuangmu ke panti asuhan saat kau berusia lima tahun setelah tragedi itu. Mereka ingin kau hidup sebagai manusia biasa, terlindungi dari dunia gelap yang seharusnya menjadi takdirmu.”

Mata Kakek Pranata tiba tiba menjadi serius. “Aku adalah orang kepercayaan ayahmu, Rudra Tirtayasa. Dia adalah kepala klan, seorang pebisnis ulung di siang hari, dan salah satu Mafia terkuat di malam hari.

Dia dibunuh sepuluh tahun lalu oleh musuh bebuyutan, dan sebelum dia jatuh, dia menyegel memori dan identitasmu menggunakan teknik leluhur. Segel itu rusak perlahan saat kau mengalami trauma berat, seperti yang kau rasakan hari ini setelah dicampakkan istrimu.”

Arya merasakan kepala berdenyut. Kilasan memori di gudang aula gelap, suara tembakan kini terasa jauh lebih nyata.

“Kau berbohong…” desis Arya. Namun, hatinya tahu ada kebenaran yang dingin dan keras dalam kata-kata pria tua itu.

“Aku tidak punya waktu untuk berbohong, Nak. Keluargamu, Atmadja, mereka hanya pion kecil dalam permainan ini. Mereka hanya dimanfaatkan untuk menyembunyikanmu. Dan istrimu, Kinanti… dia hanyalah alat yang kebetulan berhasil menghancurkanmu. Bagus. Itu memicu kebangkitan yang tersembunyi.” Kakek Pranata melemparkan pistol yang tadi ia bersihkan ke lantai. “Sekarang, buktikan kata kataku.”

“Pistol itu, ambil!” perintah Kakek Pranata tegas. “Arahkan ke target kayu di sana. Bidik tepat di tengah. Jangan berpikir, biarkan nalurimu bekerja.”

Arya ragu sejenak. Ia belum pernah menyentuh senjata api seumur hidupnya. Namun, dorongan dari dalam dirinya terlalu kuat. Ia membungkuk, mengambil pistol itu. Senjata itu terasa pas di telapak tangannya, seolah ia dilahirkan untuk memegang benda dingin itu.

Tanpa ragu, tanpa menahan napas, Arya mengangkat pistol dengan satu tangan. Kakinya terbuka selebar bahu, posisi tubuhnya tegak sebuah posisi menembak profesional yang ia sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa menguasainya.

DOR!

Suara tembakan memekakkan telinga di ruang kosong itu. Debu halus beterbangan dari target kayu. Arya menurunkan tangannya, menatap hasil tembakannya dengan mata terbelalak.

Peluru itu bersarang tepat di jantung target kayu. Bullseye sempurna.

Kakek Pranata tersenyum lebar. “Lihat, Nak? Itu bukan kebetulan. Itu adalah memori otot dari darah Tirtayasa. Kau bukan hanya pintar dan licik. Kau adalah mesin perang yang tertidur.”

Sejak malam itu, kehidupan Arya berubah total. Kakek Pranata menjadi mentor yang keras dan dingin. Ia tidak memberikan belas kasihan, tetapi ia mengajarkan segalanya: seni bertarung jarak dekat khususnya gaya bertarung Jaring Hitam yang brutal dan mematikan taktik perang psikologis dalam negosiasi bisnis, dan bahasa kode yang digunakan oleh dunia bawah tanah.

“Kau harus menjadi dingin, Arya. Emosi adalah kelemahan,” Kakek Pranata selalu menekankan. “Kinanti mengajarimu itu dengan baik. Sekarang, gunakan Darah Dingin mu untuk menguasai dunia.”

Arya berlatih tanpa henti. Setiap pukulan yang ia terima, setiap keringat yang tumpah, adalah energi yang ia gunakan untuk mengubur versi dirinya yang lemah. Dalam sebulan, matanya berubah total. Sikapnya menjadi sedingin es. Kelicikannya diasah.

Suatu malam, saat mereka beristirahat, Arya bertanya, “Apa langkah pertamaku? Aku harus mendapatkan uang. Aku ingin menghancurkan Atmadja, tetapi aku butuh fondasi.”

Kakek Pranata menyulut rokok, asapnya mengepul misterius. “Uang, kekuasaan, dan pembalasan. Ketiganya berjalan bersamaan. Ayahmu meninggalkan sedikit aset yang tersebar, tetapi untuk membangunkannya, kau butuh koneksi. Dan aku tahu siapa yang akan memberimu itu.”

“Siapa?”

“Putri Konglomerat Laksita. Aruna Laksita. Dia adalah pewaris tunggal Laksita Corp, yang memiliki kekuasaan ekonomi yang tak tertandingi di ibukota. Dia sombong, dingin, dan sulit didekati. Dia hanya tertarik pada kekuasaan dan kecerdasan. Kau harus membuatnya tertarik, Arya. Itu adalah jaring pertamamu. Masuk ke lingkaran sosialnya, dan temukan cara untuk menjadikannya sekutumu.”

“Gadis kaya, dingin, dan sombong,” gumam Arya. “Menarik. Tapi aku hanya punya kemeja lusuh dan pistol. Bagaimana aku bisa masuk ke lingkaran wanita itu?”

Kakek Pranata tersenyum, mengeluarkan sebuah kunci dari saku batiknya. “Kau meremehkan warisan Tirtayasa. Di balik gudang ini, ada gudang lain. Di sana, ada lemari besi. Kau akan menemukan setelan jas baru, mobil mewah, dan... uang tunai yang cukup untuk membeli penampilan baru yang layak. Ingat, Arya, jadilah dingin, cerdas, dan licik. Jangan pernah menunjukkan kelemahan. Aruna Laksita adalah targetmu. Tangkap dia.”

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • SANG MENANTU TERBUANG   ANCAMAN

    Malam itu, penthouse Arya terasa sangat berbeda. Ciuman publik yang dingin dan penuh kuasa itu telah memecahkan ketegangan, tetapi menggantinya dengan keheningan yang lebih berat dan intim. Arya duduk di sofa, memejamkan mata, memproses semua data yang baru ia terima dari Kakek Pranata mengenai pergerakan underground setelah jatuhnya Atmadja Group. Aruna, setelah menyelesaikan panggilan telepon krusial yang mengamankan saham Atmadja, berdiri di balkon, memeluk dirinya sendiri. Aruna berbalik dan berjalan menghampiri Arya. Ia tidak bertanya tentang ciuman itu, melainkan langsung ke masalah. "Kinanti Atmadja akan mengajukan kebangkrutan besok pagi," kata Aruna, suaranya datar. "Kita mendapatkan 70% saham strategis mereka. Itu sudah cukup untuk menguasai jalur logistik. Tapi Daniel Kusumo menghilang. Dia mengambil sisa aset likuid dan melarikan diri." Arya membuka mata. Matanya menunjukkan perhitungan yang dingin. "Daniel tidak penting. Dia hanya boneka. Biarkan dia pergi. Tujuan uta

  • SANG MENANTU TERBUANG   SEBUAH CIUMAN

    Beberapa minggu berlalu sejak perjanjian di gudang tua. Di mata publik dan bursa saham, aliansi Tuan R dan Aruna Laksita adalah badai yang tak terhentikan. Black Dragon Capital bergerak cepat, membersihkan masalah hukum Laksita Corp dengan presisi mematikan. Widjaja Group, musuh lama Aruna, mengalami kerugian telak dan terpaksa menarik diri dari persaingan infrastruktur. Arya dan Aruna menjalankan sandiwara mereka dengan sempurna. Di hadapan kamera, mereka adalah pasangan yang dingin dan dominan. Di balik layar, mereka adalah mitra yang efisien, berbagi kamar penthouse yang sama namun dengan batasan yang ketat Arya sibuk mengurai benang merah kekuasaan yang ditinggalkan Klan Tirtayasa. Malam itu, Arya duduk di depan dinding video di ruang kerjanya, yang menampilkan grafik saham Atmadja Group. Saham perusahaan itu stabil, tetapi Arya tahu, di bawah permukaan, ada retakan yang ia buat. "Atmadja Group bergerak di sektor distributor impor," jelas Arya pada Aruna, yang sedang membaca la

  • SANG MENANTU TERBUANG   KEBENARAN TENTANG KINANTI DAN PELUKAN TANPA PERASAAN

    Setelah pesta peluncuran yang mengguncang ibukota, Arya membawa Aruna kembali ke penthouse milik nya. Keheningan di antara mereka di dalam mobil adalah keheningan yang tegang, diwarnai oleh adrenalin kekuasaan yang baru saja mereka raih. Aruna melepaskan rangkulan Arya begitu pintu lift tertutup. Ia berjalan menuju jendela besar, memandang lampu kota yang gemerlap. “Kerja yang bagus, Tuan R,” ujar Aruna, suaranya kembali dingin. “Kinanti Atmadja tampak seperti akan pingsan. Dia pasti yakin Anda adalah mantan suaminya.” Arya membuka jaket tuksedonya dan melemparkannya ke sofa. Ia menuangkan sebotol whisky ke dalam dua gelas. “Perasaan dan keyakinan Kinanti tidak penting. Yang penting adalah dampak di pasar. Widjaja menarik seluruh tuntutan mereka hari ini. Proyek Anda aman.” Aruna berbalik. “Anda belum menjawab pertanyaan saya sejak Bab 1. Kenapa Anda begitu membenci Kinanti? Kebencian Anda padanya terasa sangat pribadi.” Arya berjalan mendekat, menyodorkan salah satu gelas whisky

  • SANG MENANTU TERBUANG   REAKSI KINANTI DAN PESTA PEMBUKAAN

    Berita tentang aliansi bisnis antara Black Dragon Capital milik Tuan R dan Laksita Corp menyebar di kalangan elit ibukota seperti virus. Namun, yang lebih mengejutkan adalah berita yang dirilis dua hari kemudian: Aruna Laksita dan Tuan R dikabarkan menjalin hubungan yang sangat dekat, bahkan intim. Gosip bertebaran, didorong oleh sebuah foto yang menunjukkan Aruna dan Tuan R meninggalkan pertemuan larut malam, dengan Aruna bersandar sedikit di bahu Tuan R. Di kediaman Atmadja yang mewah, Kinanti melemparkan majalah Elite Asia ke lantai marmer. Halaman depannya menampilkan foto*candid Aruna dan Tuan R dengan judul: "Pasangan Kekuasaan Baru: Bisnis, Cinta, atau Ancaman?" "Tidak mungkin! Dia tidak mungkin Arya!" teriak Kinanti, menunjuk foto Tuan R. Laras, ibunya, duduk santai sambil menyeruput teh. "Tenang, Kinanti. Itu hanya kemiripan fisik yang kebetulan. Pria di foto itu memiliki aura yang seribu kali lebih berbahaya dari menantu sampah yang kita buang. Arya tidak akan pernah b

  • SANG MENANTU TERBUANG   PERJANJIAN DI SARANG NAGA

    Pukul delapan malam tepat. Aruna Laksita mengendarai sedan mewahnya sendiri, tanpa sopir, tanpa pengawal. Ia mengenakan setelan bisnis sederhana yang elegan, membuang jauh jauh gaun pesta dan perhiasan mahalnya. Ia menuruti setiap perintah Tuan R dengan perasaan terhina, tetapi ia tahu ia tidak punya pilihan. Kekalahan adalah aib yang tidak bisa ditanggungnya. Alamat yang diberikan Tuan R membawanya kembali ke pinggiran kota yang suram, ke gedung tua yang sama sekali tidak terlihat seperti markas konglomerat. Aruna memarkir mobilnya di depan pintu baja besar dan melangkah keluar, langsung disambut oleh aura dingin dan sunyi. Pintu itu terbuka, dan yang menyambutnya adalah Kakek Pranata. Pria tua itu menatap Aruna dengan mata tajam, seolah sedang menilai kualitas barang dagangan. “Nona Laksita. Selamat datang di sarang kami. Tuan R sudah menunggu,” sapa Kakek Pranata, suaranya parau. Aruna mempertahankan postur angkuhnya. “Saya lebih suka bertemu Tuan R di kantor yang lebih layak

  • SANG MENANTU TERBUANG   ARUNA DI UJUNG TANDUK DAN PANGGILAN PERTAMA

    Aruna Laksita, pewaris tunggal Laksita Corp, dikenal memiliki saraf sekeras baja. Jarang sekali ada yang bisa membuatnya kehilangan ketenangan, apalagi di depan umum. Namun, kartu nama hitam pekat yang diletakkan Tuan R di gelas sampanyenya terasa seperti bom waktu yang berdetak di tangannya. Ia menatap kartu itu lama. Tidak ada logo mewah, tidak ada nomor telepon pribadi, hanya nama perusahaan Black Dragon Capital dengan font Gothic yang elegan, dan di bawahnya: R. Singkat, misterius, dan arogan seperti pria yang memberikannya. “Siapa pria itu?” Aruna bertanya pada asisten pribadinya, Raya, dengan nada rendah yang tidak berusaha menutupi kekesalannya. Raya, seorang wanita cerdas yang selalu sigap, berbisik, “Dia dikenal sebagai Tuan R, Nona. Tidak ada jejaknya di dunia elit sebelum tiga hari lalu, saat ia mendirikan Black Dragon Capital dari sisa sisa perusahaan bangkrut. Tapi desas desus mengatakan, ia tiba-tiba memegang likuiditas miliaran, dan memiliki jaringan yang sangat rah

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status